OTT KPK SETELAH SAIPUL
JAMIL DIVONIS 3 TAHUN PENJARA
Tak menutup
kemungkinan penyidik menjerat majelis hakim
yang menjatuhkan
vonis 3 tahun penjara pada Saipul Jamil.
Rohadi, Panitera PN Jakarta Utara, saat
digelandang ke KPK.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) akan
mengembangkan dugaan suap dalam putusan perkara pencabulan artis dangdut Saipul
Jamil di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Oleh karenanya KPK akan menyasar
pihak lain seperti hakim dan jaksa diluar 5 tersangka yang telah ditetapkan,
Kamis (16/6).
"Kemungkinan
pengembangan penyidikan masih sangat mungkin. Saat ini penyidik kami juga
melakukan pemeriksaan," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, di Gedung
KPK Jakarta, Kamis (16/6).
Basaria
menegaskan, tak menutup kemungkinan penyidik menjerat majelis hakim yang
menjatuhkan vonis 3 tahun penjara pada Saipul Jamil di mana jaksa telah
menuntutnya 7 tahun penjara. Namun sejauh ini KPK masih mendalami perkara
tersebut sebelum mengambil langkah selanjutnya.
"Negosiasi
jaksa dan hakim masih dalam pengembangan, tapi dalam prediksi penyidik apakah berhenti
sampai panitera dan ada terusan ke atas ? Sampai saat ini belum bisa
membuktikan itu juga, tapi masih didalami proses pengembangan penyidikan,"
kata Basaria.
Kata Basaria Panjaitan, uang itu berasal dari
Saipul Jamil.
|
Basaria
menyebut bahwa KPK akan melakukan sejumlah pemanggilan terhadap semua pihak
yang diduga berkaitan dengan kasus tersebut. Selain itu, penggeledahan di
sejumlah lokasi pun akan dilakukan. Apalagi ada dugaan komitmen suap atau commitment fee terkait kasus itu sebesar
Rp 500 juta. Sayangnya, KPK hanya menemukan uang Rp 250 juta dari tangan
Rohadi, Panitera PN Jakarta Utara.
"Dalam
lidik yang dilakukan anggota, (pemberi suap) menjanjikan sesuatu, mereka
menjanjikan Rp 500 juta," jelasnya.
Uang
tersebut, ujar Basaria, diduga merupakan suap untuk pengurangan masa hukuman
dalam vonis yang dijatuhkan kepada Saipul Jamil. Uang itu berasal dari Saipul
Jamil. Bahkan mantan suami Dewi Persik itu sampai menjual rumah agar hukuman
penjara terhadap dirinya bisa berkurang.
Sementara
itu Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Suhadi, menegaskan, pihaknya akan memberhentikan
sementara Panitera PN Jakarta Utara, Rohadi, yang terjaring Operasi Tangkap
Tangan (OTT) KPK, Rabu (15/6).
"Bila
sudah ada pernyataan dari KPK yang bersangkutan sebagai tersangka, maka
Mahkamah akan memberhentikan yang bersangkutan untuk sementara," ujar Suhadi
di Jakarta, Kamis (16/6).
Suhadi
menambahkan, jika pengadilan sudah mengeluarkan putusan yang berkekuatan hukum
tetap, maka si panitera akan diberhentikan dari jabatannya sebagai panitera PN
Jakarta Utara.
Dalam
kasus dugaan suap dalam perkara pencabulan yang menjerat Saipul Jamil, KPK
mengamankan 7 orang. Setelah melakukan pemeriksaan selama 1x24 jam, ditetapkan
4 tersangka yakni Rohadi, Panitera PN Jakarta Utara, 2 penasehat hukum Saipul
Jamil yakni Berthanatalia Ruruk Kariman dan Kasman Sangaji, serta Samsul
Hidayatullah, kakak Saipul Jamil.
Keempatnya
ditangkap usai penyerahan uang sebanyak Rp 250 juta di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Uang itu diduga merupakan suap yang menyebabkan Saipul Jamil divonis 3 tahun
penjara dari tuntutan jaksa 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Rohadi
dijerat pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Tipikor
sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1
KUHP. Sementara Berta, Kasman dan Syamsul yang jadi tersangka pemberi suap
dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat
1 ke-1 KUHP.
Majelis hakim PN Jakarta Utara yang dipimpin Ifa
Sudewi
saat mengadili Saipul Jamil.
|
Seperti
diketahui bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara telah
menjatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada penyanyi dangdut Saipul Jamil (35),
terdakwa kasus pencabulan anak. "Memperhatikan ketentuan pasal 292 KUHP menyatakan
terdakwa Saipul Jamil telah terbukti bersalah melakukan perbuatan cabul dengan
jenis kelamin yang sama yang belum dewasa, dengan pidana penjara selama 3 tahun,"
ujar Ketua Majelis Hakim, Ifa Sudewi, di ruang siang utama PN Jakarta Utara,
Selasa (14/6).
"Yang
memberatkan perbuatan terdakwa, korban DS trauma. Korban saat kejadian masih
belum dewasa. Perbuatan tidak pantas itu dilakukan seorang publik figur,"
lanjut Ifa. Sementara itu, kata hakim, yang meringankan Saipul adalah ia
berlaku sopan. Dan,"Saksi korban sudah memaafkan terdakwa," kata
Ketua Majelis Hakim.
Vonis
itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni 7 tahun penjara dan
denda Rp 100 juta.
Saipul
Jamil “ditangkap” pada Kamis, 18 Februari 2016. Ia dilaporkan atas dugaan
tindakan cabul terhadap DS, seorang penonton ajang pencarian bakat penyanyi
dangdut ketika Saipul Jamil menjadi jurinya.
Berdasarkan
pengakuan DS ke penyidik Polsek Kelapa Gading, sekitar pukul 04.00 WIB, DS yang
menginap di rumah Saipul Jamil terbangun dan terkejut mendapati Saipul Jamil tengah
melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya.
Berangkat
dari laporan tersebut DS pun dibawa ke Rumah Sakit Polri, Kramatjati, Jakarta
Timur, untuk menjalani pembuatan visum et repertum, atau surat keterangan
dokter tentang hasil pemeriksaan medis, guna kepentingan pembuktian. Pagi itu
juga, Saipul Jamil dijemput dari rumahnya dan diperiksa seharian. Keesokan
harinya, Jumat (19/2), ia ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan
terhadap anak sampai diadili di PN Jakarta Utara.
Terpidana Saipul Jamil.
|
Komisi
Yudisial (KY) berharap supaya semua lembaga peradilan dapat mengambil pelajaran
penting dari berbagai peristiwa penangkapan aparat peradilan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pelajaran
terpenting dari kasus OTT itu yakni lembaga peradilan harus mampu meminimalkan
segala bentuk penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang," ujar juru bicara
KY, Farid Wajdi.
Hal
tersebut dikatakan oleh Farid menanggapi penangkapan panitera PN Jakarta Utara
oleh KPK pada Rabu (15/6).
"Tidak
ada permaafaan bagi pejabat pengadilan yang terus menggerus kewibawaan dan
martabat peradilan," ujar Farid.
Lebih
lanjut Farid menegaskan bahwa perlu ada tindakan tegas kepada para pejabat yang
telah merusak citra peradilan. Farid kemudian menambahkan bahwa Mahkamah Agung
tidak perlu ragu-ragu dalam pemberian sanksi kepada aparat peradilan yang telah
melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang.
"Karena pengawasan dan sanksi yang lemah
seolah sebagai pintu masuk untuk melakukan pelanggaran," katanya. (Ist) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
No comments:
Post a Comment