GEMPAR GAFATAR, 8 HIJRAH 2 TOBAT
Para anggota Gafatar saat masih melakukan kegiatan sosial dan pertanian |
KAKI-tangan gurita Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ditengarai
sempat menjamah Kota Madiun,
Jatim. Itu seiring adanya indikasi 10
warga Kota Madiun bergabung dengan
organisasi kemasyarakatan (ormas) tersebut.
Informasi yang dihimpun Haryana dari FAKTA, 10 warga yang
terindikasi menjadi anggota Gafatar itu tersebar di sejumlah kawasan di Kota
Madiun. Di Kelurahan
Mojorejo, Kelurahan
Nambangan Lor, Kelurahan
Manguharjo dan Kelurahan Winongo.
Disebut-sebut
dalam ajaran Gafatar ada 3 fase yaitu Fase Syahron
(sembunyi-sembunyi), Fase
Syihron (terang-terangan) dan Fase Exsodus (Hijrah). Menurut perhitungan Ketua
Gafatar Kabupaten Madiun, Sukardi ST, yang berdomisili
di Caruban bahwa Fase Hijrah
tahun 2024. Tapi
dengan dipercepatnya fase
tersebut akhirnya gagal
dan terkuaklah “ketidakbenaran” Ormas Gafatar
yang berkedok kegiatan sosial dan program ketahanan pangan mandiri.
Dari kesepuluh
warga tersebut yang belakangan
diketahui hijrah ke Mempawah dari Kelurahan Nambangan ada nama Edy Supriyanto, Mei Apriliana (istrinya) dan Ebis Agus Saputro
(adik kandungnya).
Ketiganya warga Jalan Manyar No. 43 b Gg Decu RT 30 RW VIII atau bertetangga
dekat dengan Sekda Maidi. Di kawasan itu juga mencuat nama Apri Setiawantoro, warga Jalan Manyar No. 40
RT 32 RW IX dan istrinya, Onik
Indayanti. “Namun keduanya sudah pindah di
Desa Pulerejo RT 17 RW 03 Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun,
sejak tanggal 16 Januari 2015,” ujar
Ketua RT 32 RW IX Kelurahan
Nambangan Lor.
Indikasi mereka bergabung dengan Gafatar diperkuat
adanya surat perjalanan ke luar Jawa yang
dikeluarkan kelurahan
setempat. Edi mengajukan surat itu pada 29 September 2015. Kepada pihak
kelurahan, pria 23 tahun
itu mengaku hendak
menuju ke Jalan
Pangsuma RT 28/4 Desa Antibar,
Kecamatan Mempawah,
Kabupaten Mempawah,
Kalimantan Barat. Lurah Nambangan Lor, Jemakir SP, mengatakan Edi dan
Mei berdalih pergi ke bumi Borneo untuk transmigrasi. Pun pihak kelurahan
menyetujuinya dan mengeluarkan surat bernomor 475/104/401.402.8/2015. “Kami yakin ya
dari surat perjalanan yang diajukan.
Kepada saya, keduanya mengaku mau kerja di sana (Kalimantan
Barat). Karena
pengantin baru ya saya mendukung saja,” kata Jemakir (22/1).
Keterlibatan Apri dan Edi dalam
Gafatar, lanjut dia, semakin kentara saat kerja bhakti masal
bersih lingkungan pada 2014 silam. Saat itu Edi sempat menawarkan bantuan
tenaga, akhirnya
sekitar 50 anggota Gafatar selama dua hari ikut membersihkan lingkungan dan
kawasan Jl Mayjend Sungkono, Jl Kutilang dan Kali Gempol dengan atribut
kebesarannya yang warna oranye.
“Berdasarkan
keterangan pimpinannya, Sukardi
ST, saat itu
baru ada dua kader dari Nambangan Lor. Kebetulan Apri, Ketua DPC
Mejayan, dan Edi, Ketua DPC Wungu,
jadi Ormas Gafatar paling banyak bergerak di wilayah Kabupaten Madiun, saya
yakin di Kota
Madiun jumlahnya tidak banyak,”
sebutnya.
Jemakir SP juga mengaku
pernah diajak kerabat dekat Edi untuk melihat aktifitas pembenihan di kawasan hutan Mojorayung,
Wungu, Kabupaten Madiun. Namun kala itu ia
tidak berfikir macam-macam karena organisasi itu meninggalkan kesan peduli
sosial dan lingkungan. “Kebetulan
saya suka tanam-menanam,
waktu diajak ke sana ya enjoy saja,” imbuhnya.
Jemakir baru tersadar saat media ramai-ramai memberitakan sepak terjang
Gafatar. Pun sejumlah anggota intel hilir-mudik
menemuinya mencari informasi terkait tiga warganya (minus Apri dan istrinya).
Orangtua Edi tidak
tahu anaknya bergabung Gafatar, yang diketahui anaknya bertani di Kalimantan.
Berangkatnya pun tidak
meminta uang,” paparnya.
Pada 16 Januari 2015, masih kata dia, Apri
mengajukan pindah domisili mengikuti istrinya dengan surat pengantar ketua RT setempat sesuai tersebut di
atas. Permohonan
tersebut langsung direspon dari kelurahan dengan mengeluarkan surat nomor
475/08/401.402.8/2015. “Mereka
orangnya ramah, sopan dan tidak tertutup,” ujar
Jemakir.
Sementara dari Manguharjo satu orang
dan Mojorejo satu orang yang tidak mau disebut namanya karena mereka eks anggota
Gafatar yang sudah
tobat sebelum memasuki Fase Syihron maupun Fase Exodus (Hijrah). Mereka tahu Ormas Gafatar
adalah metamorfose dari Milad Abraham (Komar) dan juga aliran Aqidah Al
Islamiyah pimpinan Ahmad Musadeq yang pernah dipenjara 4 tahun masalah
penistaan agama, mengaku sebagai nabi, kalau di
Gafatar sebagai Misias (Juru Selamat Umat) menuju Negara Damai Sejahtera Nusantara. Karena itulah mereka tidak hijrah ke
Kalimantan.
Sementara di Kelurahan Winongo
muncul nama Agus Prihandianto (45) dan Wahyu Febriana Lestari (35), istrinya, serta ketiga
anaknya, Faiz Tahara
(10), Unza Syakira (4) dan Aska Mahidja (8 bulan). Mereka terdeteksi terakhir mengontrak
sebuah rumah Banjar Suyanto di Jalan Pajajaran No.30 pada 2012. Namun setahun
kemudian pindah. “Setelah
itu saya tidak tahu lagi ke
mana. Pergi tidak pamit, tahu-tahu kunci dititipkan tetangga,” terang Banjar.
Lurah Winongo, Sarwanto,
mengatakan bahwa Agus masih beralamat di Jalan Pajajaran. Hanya saja Agus sudah
tidak lagi memiliki keluarga. Sebab rumah keluarganya sudah dijual dan ibunya
sudah pindah di Kelurahan
Ngegong.
Sementara itu, Camat Manguharjo, Muntoro, mengaku pihaknya
akan berkoordinasi dengan Bakesbangpolinmas
untuk merehabilitasi sejumlah warga yang tergabung dengan Gafatar. Pun agar
dapat kembali diterima di masyarakat. Meski begitu, dia meyakini mereka menjadi
anggota ormas tersebut akibat faktor ketidaktahuan. “Saya rasa mereka
belum lama di Gafatar,
warga pasti bisa menerimanya,” ujar
Muntoro.
Kepala Bakesbangpolinmas, Bambang Subanto, mengaku terus-menerus
berkoordinasi dengan Pemprov Jatim terkait pemulangan warga Kota Madiun, yang
ditengarai bergabung dengan
Gafatar.
Mereka eks anggota Gafatar tiba di
Madiun hari Senin, 25 Januari 2015,
pukul 22.30 WIB, di
Kelurahan Ngegong, Agus
beserta keluarga dan selanjutnya menuju Kelurahan Nambangan Lor mengantarkan
Edi, istri dan
adiknya, diterima langsung oleh Camat, Lurah dan Tiga Pilar serta Tim 8. “Setelah
sebelumnya mendapat pembinaan dari MUI dan tokoh agama yang disiapkan Pemprov
Jatim,” tuturnya.
Banto, sapaan akrab Bambang
Subanto, menyebut
pihaknya bakal melakukan pembinaan dan berupaya mengembalikan status sosial eks
Gafatar itu agar kembali diterima di tengah-tengah masyarakat. Besok siangnya
sekitar pukul 13.00 WIB, mereka (eks
Gafatar) dikumpulkan di Kantor Bakesbangpolinmas untuk diberikan pengarahan
yang dihadiri Sekda Maidi, Kasat Binmas,
Sigit, yang
memberikan arahan dan Ketua MUI Kota Madiun, Sutoyo, sekaligus
membacakan syahadat
bagi warga eks Gafatar. Dilanjutkan dialog yang intinya mereka memohon bantuan
modal usaha karena uangnya
sudah habis untuk membangun rumah, membeli lahan yang habis terbakar dan
ditinggalkan begitu saja.
Banto menambahkan pihaknya sudah
membentuk tim Pakem mengacu Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata No.41 dan 43
tentang Pedoman Pelayanan Terhadap
Kepercayaan Pada Tuhan
Yang Maha Esa. Ditindaklanjuti dengan
Surat Keputusan Kepala Kejari Madiun No.KEP 01/05.14/Dsp.3/11/2012 tentang Pembentukan Tim
Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat Kota Madiun. “Kami ikut
mengawasi bersama kejaksaan,” ujarnya
sembari menyebut Gafatar belum terdaftar di Bakesbangpolinmas Kota Madiun. (F.976) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment