Friday, April 1, 2016

OPINI

PEMILUKADA


JIKA mendengar kata PEMILU di Indonesia, di benak kita terbayangkan “bagi-bagi amplop, kaos, sewa kampanye, sewa demo”. Jika PEMILU akan dilaksanakan, jalan-jalan dari kampung hingga jalan raya dibenahi, sarana-sarana fasum diperindah, peningkatan bantuan dana WELAS ASIH ditebar di mana-mana, senyum-simpul di mana-mana, bantuan AMBULAN di mana-mana meskipun kadang di suatu daerah bantuan AMBULAN setelah selesai PEMILU ditarik kembali oleh paratai yang memberikan bantuan itu. Para kontestan PEMILU operasi plastik supaya bibir selalu terlihat tersenyum terus, supaya tidak capek selalu tersenyum setiap hari, supaya tidur pun jika dipotret masih terlihat tersenyum.
Tebar senyum dan janji-janji mudah-mudahan tidak PHP (pemberi harapan palsu), bahkan sebelum PILKADA ini sudah ada yang meningkatkan BOS (bantuan orang susah) dan menambahkan BLT (bantuan langsung terima).
Memang, sebelum PEMILUKADA kali ini, ujar Asep (56) kepada penulis, masih ada yang gerilya menemui para GOLPUT (golongan pencari uang tunai), entah berapa jumlah yang diterima tapi masih banyak yang melakukan itu. Bahkan ada berita bahwa ada penambahan TPS dan kotak suara, wah ini penipuan PEMILU gaya baru. PEMILU pun diplesetkan kepenjangannya jadi PEMERATAAN MAKANAN DAN MINUMAN LIMA TAHUN SEKALI, dan KADA jadi Kepada Anda Semua.
Bisa dilihat keadaan kehidupan bangsa Indonesia, manusianya dengan badan yang kecil belum usia tua sudah keriput, hilang giginya alias sudah ompong, kurang gizi, stres,  pesimistis, gampang diadu domba, pendidikannya 70 persen masih rendah, bahkan sekarang ini ada yang  tidak mau sekolah dasar dengan alasan membantu ekonomi orangtua (maklum PESTANYA LIMA TAHUN SEKALI). Dan, ada satu lagi, yaitu gampang sakit. Ikut BPJS pun percuma. Malas sebenarnya mengurus bangsa ini. Lihat saja rumah sakit ogah-ogahan menerima pasien BPJS. Begitu kata H Iskandar (70) yang baru saja melakukan operasi prostat.Saya bayar asuransinya kelas satu, tapi ketika berobat di rumah sakit saya ditaruh di kelas dua dengan alasan kamar kelas satu penuh. Kalau memang penuh masak saya dirawat di situ sepuluh hari gak ada pasien kelas satu yang keluar, itu manajemen rumah sakit cuma omong kosong saja. Yang mestinya gratis diasuransi BPJS toh masih bayar juga, itu pun servisnya asal-asalan. Beda ketika saya dulu di Belanda, yang kalau terdaftar di asuransi itu katanya gratis ya bener gratis, kelas satu ya kelas satu. Kalau memang harus nunggu kamar ya bener nunggu, kalau ada pasien kelas satu yang keluar kita langsung dipindahkan, servisnya setara dengan kelasnya”.
Kembali pada PEMILU, kalau di negara-negara yang mau berfikir maju mereka melakukan kampanye dan debat melalui online dan TV, mereka tidak turun ke jalanan dengan motor yang knalpotnya dicopot, kadang brutal, ingin menguasai jalan sepenuhnya sehingga mengacaukan lalu lintas, tanpa pengawalan polisi, persis orang mengantarkan jenasah ke pemakaman. Jika sudah memegang bendera kuning dikibar-kibarkan maka apa saja yang di depannya dilibas. Mengawal orang meninggal dunia menuju ke pemakaman malah bisa terjadi kematian mendadak bagi pengantarnya. Nah, jika cara-cara kampanye sudah rapi tinggal rakyat menilai, tanpa bagi-bagi amplop ngumpet-ngumpet, tanpa serangan fajar karena serangan fajar gak bisa online. Jika lima tahun lagi Indonesia belum berubah, masih saja menggunakan cara kolot, maka republik ini wassalam-lah.
PEMILU sebenarnya bukan ukuran pesta rakyat, tapi pemilu adalah ketika rakyatnya sedang bangga bisa memilih pemimpinnya dengan langsung, memilih dengan demokratis, nyaman, aman, amanah jika kandidatnya terpilih cukup berpesta sejenak, kemudian pestanya diatur tiap bulan sekali, adil, tinggalkan jauh-jauh korupsi, di daerah pembaruan fasum tiap tahun sekali, gunakan semua dana yang dianggarkan, kandidat tidak perlu operasi plastik menjadi ‘ETERNAL SMILE’web majalah fakta / majalah fakta online

Oleh :
Budi Slamet Riyadi
Kepala Perwakilan Majalah FAKTA Jakarta

No comments:

Post a Comment