Friday, April 1, 2016

OPINI

PRESIDEN JOKOWI MERESTUI MENTERI ESDM SUDIRMAN SAID
LAPOR MKD DAN MEMBERI SURAT MENJANJIKAN

PERPANJANGAN KONTRAK KARYA FREEPORT

PRESIDEN Joko Widodo disebut-sebut “merestui” Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto dan mengirim surat pada Presdir PT Freeport yang isinya disebut-sebut “menjanjikanperpanjangan kontrak karya Freeport yang sebenarnya baru habis masa berlakunya tahun 2021 dan menurut UU pembahasan diperpanjang atau tidaknya kontrak karya Freeport itu seharusnya dilakukan 2 tahun sebelum masa kontraknya habis yaitu tahun 2019. Namun Menteri ESDM diduga telah menyalahi UU, terkesan terburu-buru, ada apa di balik itu ?
Sistem pemerintahan Indonesia sebenarnya juga menganut trias politika, yaitu Eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan. Legislatif (DPR) yang menjalankan fungsi legislasi pembuat UU bersama-sama dengan pemerintah, fungsi budgeting berkaitan dengan anggaran dan fungsi pengawasan. Yudikatif yang tugasnya mengadili siapa saja yang diduga melanggar hukum. Dengan menganut sistem trias politika, seharusnya pemerintah (eksekutif) dalam menjalankan pemerintahan bekerja sama dengan legislatif. Apabila terjadi permasalahan di antara kedua belah pihak harus saling menegur dan mengingatkan, tidak boleh saling bermusuhan dan saling membidik untuk saling menjatuhkan. Tapi, faktanya, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait dengan pertemuan yang dilakukan Setya Novanto bersama teman pengusahanya, Reza Chalid, dengan Maroef Sjamsoeddin (Presdir Freeport) yang di antaranya membicarakan soal perpanjangan kontrak karya Freeport yang kemudian dikenal dengan kasus “Papa Minta Saham”.
Ironisnya, Presiden Jokowi “merestui” Menteri ESDM Sudiarman Said melaporkan Setya Novanto sebagai Ketua DPR ke MKD tersebut. Hingga situasi dan kondisi perpolitikan di tanah air pun gaduh yang berimbas pula pada stabilitas sosial, ekonomi dan keamanan. Negara ini akan jadi apa bila di antara lembaga tinggi negara saling bermusuhan dan saling membidik untuk saling menjatuhkan ? Penulis setuju dan mendukung Ketua DPR Setya Novanto dilaporkan ke MKD, kejaksaaan maupun kepolisian karena diduga melanggar etika dan akan melakukan korupsi atau permufakatan jahat untuk memperkaya diri sendiri dan kelompok. Apabila semua tuduhan itu terbukti Setya Novanto memang harus dicopot tidak saja dari jabatannya sebagai Ketua DPR tapi juga sebagai Anggota DPR serta dipidanakan.
Yang menjadi pertanyaan dan perdebatan, mengapa yang melaporkan Setya Novanto ke MKD adalah Menteri ESDM Sudirman Said dan “direstui” pula oleh Presiden Jokowi dan Wapres Yusuf Kala ? Apakah tidak ada cara lain yang lebih baik ? Menurut penulis, sebaiknya yang melaporkan adalah Presdir Freeport karena dia yang melakukan pertemuan dan merekam pembicaraannya. Yang penting, pelapornya bukan pihak eksekutif. Sehingga tidak terkesan emosional dan memicu kegaduhan.
Penulis maklum bila Presiden Jokowi sangat marah saat kasus “Papa Minta Saham” mencuat. Sebab bisa jadi Ketua DPR Setya Novanto dianggap menyerobot Presiden Jokowi.  Karena, sebelum Menteri ESDM Sudirman Said mengirim surat kepada Presdir Freeport yang isinya disebut-sebut “menjanjikan perpanjangan kontrak karya Freeport, Presiden Jokowi disebut-sebut telah terlebih dahulu melakukan pertemuan dengan Presdir Freeport. Presiden Jokowi sangat marah karena namanya dan nama Wapres Jusuf Kalla dicatut untuk minta saham Freeport. Tapi, menurut penulis, yang perlu diingat bahwa Setya Novanto tentu punya pendukung yang tidak sedikit. Maka, bila para pendukungnya sampai tidak terima tentu akan melakukan berbagai macam cara yang dapat mengganggu stabilitas pemerintahan Presiden Jokowi dan ujung-ujungnya membuat Presiden Jokowi gagal mewujudkan program-program kerjanya untuk mensejahterakan rakyat.
Menurut penulis, boleh-boleh saja Ketua DPR atau Anggota DPR bertemu dengan pengusaha asalkan substansinya tidak melanggar etika, apalagi melanggar hukum. Semoga kasus “Papa Minta Saham” yang memicu kegaduhan nasional tidak terulang lagi di masa mendatang. web majalah fakta / majalah fakta online

Oleh :


Imam Djasmani
Pengamat Sosial Politik

No comments:

Post a Comment