PRESIDEN
JOKOWI “MERESTUI”
MENTERI ESDM SUDIRMAN SAID
LAPOR MKD DAN
MEMBERI SURAT “MENJANJIKAN”
PERPANJANGAN KONTRAK KARYA FREEPORT
PRESIDEN Joko Widodo disebut-sebut “merestui” Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya
Novanto dan mengirim surat pada Presdir PT Freeport yang isinya disebut-sebut “menjanjikan” perpanjangan
kontrak karya Freeport yang sebenarnya baru habis masa
berlakunya tahun 2021 dan menurut UU pembahasan diperpanjang atau
tidaknya kontrak karya Freeport itu seharusnya
dilakukan 2 tahun sebelum masa kontraknya
habis yaitu tahun 2019. Namun Menteri ESDM diduga telah menyalahi UU, terkesan terburu-buru, ada apa di balik
itu ?
Sistem pemerintahan Indonesia sebenarnya juga menganut
trias
politika, yaitu Eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan. Legislatif (DPR)
yang menjalankan fungsi legislasi pembuat
UU bersama-sama dengan pemerintah, fungsi budgeting berkaitan dengan anggaran dan fungsi pengawasan. Yudikatif yang tugasnya mengadili siapa saja yang diduga melanggar hukum. Dengan menganut sistem trias politika, seharusnya pemerintah
(eksekutif) dalam
menjalankan pemerintahan bekerja sama
dengan legislatif. Apabila terjadi permasalahan di antara
kedua belah pihak harus saling menegur dan mengingatkan,
tidak boleh saling bermusuhan dan saling membidik untuk saling menjatuhkan.
Tapi, faktanya, Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan
Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait dengan
pertemuan yang dilakukan Setya Novanto bersama teman pengusahanya, Reza Chalid,
dengan Maroef Sjamsoeddin (Presdir Freeport) yang di antaranya membicarakan soal
perpanjangan kontrak karya Freeport yang kemudian dikenal dengan kasus “Papa
Minta Saham”.
Ironisnya, Presiden Jokowi “merestui” Menteri ESDM
Sudiarman Said melaporkan Setya Novanto sebagai Ketua DPR ke MKD tersebut.
Hingga situasi dan kondisi perpolitikan di tanah air pun gaduh yang berimbas
pula pada stabilitas
sosial, ekonomi dan keamanan. Negara
ini akan jadi apa bila di antara lembaga tinggi negara
saling bermusuhan dan saling membidik untuk saling menjatuhkan ? Penulis
setuju dan mendukung Ketua DPR Setya Novanto dilaporkan ke MKD,
kejaksaaan maupun kepolisian karena diduga melanggar etika
dan akan melakukan korupsi atau permufakatan jahat untuk memperkaya
diri sendiri dan kelompok.
Apabila semua tuduhan itu terbukti Setya
Novanto memang harus dicopot tidak saja dari jabatannya
sebagai Ketua DPR tapi juga sebagai Anggota
DPR serta dipidanakan.
Yang menjadi pertanyaan dan perdebatan, mengapa
yang melaporkan Setya Novanto ke MKD adalah Menteri ESDM
Sudirman Said dan “direstui” pula oleh Presiden Jokowi dan
Wapres Yusuf Kala ? Apakah tidak ada cara lain
yang lebih baik ? Menurut penulis, sebaiknya yang melaporkan adalah Presdir Freeport karena dia yang melakukan pertemuan dan merekam pembicaraannya.
Yang penting, pelapornya bukan pihak eksekutif. Sehingga tidak terkesan emosional dan memicu kegaduhan.
Penulis maklum bila Presiden Jokowi sangat marah saat kasus “Papa Minta Saham” mencuat. Sebab bisa jadi Ketua DPR Setya Novanto
dianggap menyerobot
Presiden Jokowi. Karena,
sebelum Menteri ESDM Sudirman Said mengirim surat kepada
Presdir Freeport yang isinya
disebut-sebut “menjanjikan”
perpanjangan kontrak karya Freeport, Presiden
Jokowi disebut-sebut telah terlebih dahulu melakukan
pertemuan dengan Presdir Freeport. Presiden
Jokowi sangat marah karena namanya dan
nama Wapres Jusuf Kalla dicatut untuk minta saham Freeport. Tapi, menurut
penulis, yang perlu
diingat bahwa Setya Novanto tentu punya pendukung
yang tidak sedikit. Maka, bila para pendukungnya sampai tidak terima tentu akan melakukan berbagai
macam cara yang dapat mengganggu stabilitas pemerintahan Presiden Jokowi dan ujung-ujungnya
membuat Presiden Jokowi gagal mewujudkan program-program kerjanya untuk
mensejahterakan rakyat.
Menurut penulis, boleh-boleh saja Ketua DPR atau
Anggota DPR bertemu dengan pengusaha asalkan substansinya tidak melanggar
etika, apalagi melanggar hukum. Semoga kasus “Papa Minta Saham” yang memicu
kegaduhan nasional tidak terulang lagi di masa mendatang. web majalah fakta / majalah fakta online
Oleh :
Imam Djasmani
Pengamat Sosial Politik
No comments:
Post a Comment