Saturday, April 9, 2016

LAPORAN KHUSUS BATOLA

KEBANGKITAN DESA DI BARITO KUALA

Mendes PDT & Trans, H Marwan Ja’far SE SH
SENIN, 4 Januari 2016, merupakan Hari Jadi Kabupaten Barito Kuala yang ke-56 tahun. Di usia ini, sudah 8 tahun H Hasanuddin Murad memimpin kabupaten yang berjuluk Bumi Ije Jela. Periode pertama (2008 – 2012) berpasangan dengan H Sukardhi, dan di periode kedua (2013 – 2017) berpasangan dengan H Ma’mun Kaderi. Selama kepemimpinan mereka, kemajuan pembangunan di segala bidang sangatlah dirasakan oleh warga masyarakatnya.
Memasuki tahun 2016 ini dapat dikatakan sebagai Kebangkitan Desa di Kabupaten Barito Kuala (Batola). Karena desa-desa yang ada di daerah yang dikenal sebagai salah satu lumbung padi Provinsi Kalimantan Selatan dan penyangga kebutuhan nasional ini menerima dana desa yang dikucurkan oleh pemerintah pusat dan Pemerintah Kabupaten Batola.
Besarnya dana desa yang mulai dikucurkan pemerintah itu sudah seharusnya dapat membuat desa-desa di seluruh tanah air lebih berkembang dan maju. Desa harus menjadi subyek pembangunan, dengan adanya aturan desa bisa memiliki kewenangan untuk mengatur wilayahnya sendiri. Desa harus diletakkan sebagai pusat pembangunan, bukan sebagai tempat untuk dimanfaatkan oleh wilayah perkotaan. Termasuk desa-desa yang terdapat di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, yang baru saja melepaskan statusnya sebagai Kabupaten Tertinggal.
Dengan adanya program dana desa ini Kabupaten Batola bisa memanfaatkan program tersebut untuk kemajuan desa-desa yang ada di wilayahnya. Dengan adanya dana desa ini masyarakat harus percaya dengan aparat desanya bahwa mereka mampu membangun desa. Hal ini diperlukan oleh para kepala desa, kepercayaan masyarakat itu sangat diperlukan. Sebab kalau sudah mendapatkan kepercayaan masyarakat maka pembangunan di desa dipastikan bisa dilaksanakan.
Penggunaan dana desa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan dan hal-hal yang bersifat untuk peningkatan ekonomi kerakyatan di desa. Dalam penerapannya, dikerjakan melalui swakelola atau dengan sistem padat karya. Dalam artian tidak dikerjakan oleh kontraktor dengan tujuan agar memberi manfaat dalam peningkatan ekonomi masyarakat setempat. Masyarakat yang bekerja dalam proyek dimaksud akan dibayar dengan duit yang diambilkan dari dana desa tersebut. Bahan material untuk pembangunan seperti pasir, batu, tanah dan lainnya dibeli dari masyarakat setempat dengan harga sesuai ketentuan yang ditetapkan, sehingga tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa bisa terwujud dari dana desa tersebut.
Jika dana desa bisa dikelola dengan baik, sudah pasti bisa menjadi solusi membuka lapangan pekerjaan baru di desa. Apalagi saat kondisi pertambangan dan perkebunan yang menjadi andalan Kalsel sedang kurang baik seperti sekarang.
Seperti yang diungkapkan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDT&T) RI, H Marwan Ja’far SE SH, saat bertemu dengan bupati, ulama dan para kepala desa se-Kabupaten Barito Kuala di Pawon Tlogo, bahwa ia percaya desa-desa di Batola ini bisa menggunakan dana desa untuk kemakmuran masyarakat. Jangan ada penyimpangan atau penyelewengan dana desa, gunakan sesuai dengan kebutuhan dan hasil musyawarah desa. Sebab jika desa maju, daerah maju, maka Indonesia juga maju.
Dari Rp 20 triliun dana desa yang dialokasikan oleh pemerintah pusat, desa-desa di Batola mendapatkan alokasi sekitar Rp 53 miliar. Jadi, jika dibagi rata ke-194 desa yang terdapat di kabupaten ini, maka masing-masing desa akan mendapatkan sekitar Rp 270 juta. Tentu saja jumlah detil dana yang diterima setiap desa akan berbeda karena ada empat juklak yang menjadi dasar perhitungan, yakni jumlah penduduk, luas wilayah, kesulitan geografis dan kemiskinan.
Besarnya kucuran dana desa yang diberikan pemerintah ke tiap desa di Batola ternyata pengelolaannya sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Sejak tahun 2014, jajaran Pemkab Batola telah melatih para aparatur desa mengenai pengelolaan dana desa yang baik.
“Meski belum online namun sistem informasi tersebut telah banyak membantu perencanaan pembangunan dan perencanaan anggaran melalui APBDes, ujar Bupati Batola, H Hasanuddin Murad.
Bupati Hasanuddin Murad menjelaskan, pada tahun 2015 jumlah anggaran yang sudah ditransfer ke pemerintahan desa baik dana desa maupun alokasi dana desa (ADD) yang dikemas melalui APBDes telah mencapai Rp 78,77 miliar atau 67 persen dari total anggaran sebesar Rp 177,42 miliar.
Dalam hal ini Pemkab Batola sangat proaktif mempersiapkan pengelolaan keuangan desa. Meskipun saat ini belum seluruh ketentuan pengaturannya ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Terkait pengaturan pendampingan dana desa, Hasanuddin Murad menerangkan, Pemkab Batola telah mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Bupati (Perbup) yang secara umum mengatur tentang penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa, tata cara pembagian dan penempatan alokasi dana desa serta besaran penghasilan tetap dan tunjangan bagi kepala desa maupun perangkatnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Bambang Permadi Sumantri Brodjonegoro, memuji penyaluran dana desa yang terjadi di Kabupaten Batola. Ia mengatakan, penyaluran dana desa di Lebo Ije Jela patut dicontoh daerah lain karena berlangsung tertib dan lancar.
Menkeu Bambang juga memuji kesediaan Pemkab Batola atas 10 persen dana desa dari APBD dan lain-lainnya. Karenanya ia mengajak para kades bersyukur memiliki bupati seperti Hasanuddin Murad.
Dikatakan, dana desa APBN untuk Batola tahun 2015 sebesar Rp 52.010.789.000. Sedangkan ADD yang disediakan Batola Rp 65.414.323.700.
Pelantikan Kepala Desa di Kabupaten Barito Kuala
Bupati H Hasanuddin Murad mengatakan, penyaluran tahap I sudah terealisasi 100 persen yaitu ADD Rp 26.165.729.480 sedangkan dana desa Rp 20.804.315.606. Untuk tahap II baru mencapai 76,41 persen yaitu ADD Rp 20.075.909.122,- sedangkan dana desa Rp 15.896.350.010. Untuk tahap III sudah tersalurkan di dua desa yaitu Desa Sumber Rahayu, Kecamatan Wnaraya, dan Desa Sungai Kali, Kecamatan Barambai.
Hasanuddin Murad berharap agar pemerintah bisa lebih menyederhanakan teknis dan sistem perencanaan dan pertanggungjawaban keuangan pada pemerintahan desa. Hal itu dimaksudkan supaya dapat membantu pemahaman para aparatur desa dalam mengelola keuangan dana desanya. “Tentu tanpa mengurangi arti penting penerapan sistem akuntansi pemerintah, Insya Allah itu akan sangat membantu.
Bupati Batola berharap pula, menteri tetap memperhatikan daerah yang dipimpinnya meski sudah keluar dari status Kabupaten Tertinggal. "Sebab, Batola merupakan salah satu lumbung padi Kalsel, jadi kami ingin tetap diperhatikan dan diberi bantuan walaupun bukan lagi kabupaten tertinggal," tuturnya.
Mendes Marwan Ja’far menjelaskan bahwa tahun ini alokasi anggaran pusat lebih difokuskan pada pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah pusat agar disparitas antardaerah tidak terlalu jauh.
"Tahun depan Insya Allah besaran dana desa akan naik. Jika tahun ini di Rp 20 triliun, tahun depan akan kita tingkatkan menjadi paling tidak Rp 43 triliun, otomatis yang diterima setiap desa juga akan bertambah. Secara bertahap akan terus dinaikkan setiap tahunnya sehingga kemudian sampai pada target setiap desa mendapatkan Rp 1,4 triliun," jelasnya.

Dari Rp 20 triliun dana desa dalam APBN 2015, Provinsi Kalsel mendapatkan alokasi dana desa sebesar Rp 501 miliar. Pengucuran dana desa ini akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan dalam tiga tahap. Untuk pencairan dana desa tersebut, setiap desa harus sudah memiliki RPJMDes, RKPDes dan APBDes. Serta para bupati harus segera mengeluarkan peraturan bupati terkait pengelolaan dana desa. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment