KEBANGKITAN DESA DI BARITO KUALA
Mendes PDT & Trans, H Marwan Ja’far SE SH |
SENIN, 4 Januari 2016, merupakan Hari
Jadi Kabupaten Barito Kuala yang ke-56 tahun. Di usia ini, sudah 8 tahun H Hasanuddin Murad memimpin kabupaten yang berjuluk
Bumi Ije Jela. Periode pertama (2008 – 2012) berpasangan dengan H Sukardhi, dan
di periode kedua (2013 – 2017) berpasangan dengan H Ma’mun Kaderi. Selama
kepemimpinan mereka, kemajuan pembangunan di segala bidang sangatlah dirasakan oleh
warga masyarakatnya.
Memasuki
tahun 2016 ini dapat dikatakan sebagai Kebangkitan Desa di Kabupaten Barito
Kuala (Batola). Karena desa-desa yang ada di
daerah yang dikenal sebagai salah satu lumbung padi Provinsi Kalimantan Selatan
dan penyangga kebutuhan nasional ini menerima dana desa yang dikucurkan oleh pemerintah pusat dan Pemerintah Kabupaten Batola.
Besarnya dana desa yang mulai dikucurkan pemerintah itu sudah seharusnya
dapat membuat desa-desa di seluruh tanah air lebih berkembang dan maju. Desa harus menjadi subyek
pembangunan, dengan adanya aturan desa bisa memiliki kewenangan untuk mengatur wilayahnya
sendiri. Desa harus diletakkan sebagai pusat pembangunan, bukan sebagai tempat
untuk dimanfaatkan oleh wilayah perkotaan. Termasuk desa-desa yang terdapat di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan
Selatan, yang baru saja melepaskan statusnya sebagai Kabupaten Tertinggal.
Dengan adanya program dana desa ini Kabupaten Batola bisa memanfaatkan
program tersebut untuk kemajuan desa-desa yang ada di wilayahnya. Dengan adanya
dana desa ini masyarakat harus percaya dengan aparat desanya bahwa mereka mampu
membangun desa. Hal ini diperlukan oleh para kepala desa, kepercayaan
masyarakat itu sangat diperlukan. Sebab kalau sudah mendapatkan kepercayaan masyarakat maka pembangunan di desa dipastikan bisa dilaksanakan.
Penggunaan dana desa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur,
pendidikan dan hal-hal yang bersifat untuk peningkatan ekonomi kerakyatan di desa. Dalam penerapannya,
dikerjakan melalui swakelola atau dengan sistem padat karya. Dalam artian tidak dikerjakan oleh kontraktor dengan tujuan agar memberi manfaat dalam peningkatan ekonomi masyarakat setempat.
Masyarakat yang bekerja dalam proyek
dimaksud akan dibayar dengan duit yang diambilkan dari dana desa tersebut. Bahan material untuk
pembangunan seperti pasir, batu, tanah dan lainnya dibeli dari masyarakat
setempat dengan harga sesuai ketentuan yang ditetapkan, sehingga tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa bisa terwujud dari dana desa tersebut.
Jika dana desa bisa dikelola dengan baik, sudah pasti bisa menjadi solusi
membuka lapangan pekerjaan baru di desa. Apalagi saat kondisi pertambangan dan perkebunan
yang menjadi andalan Kalsel sedang kurang baik seperti sekarang.
Seperti yang diungkapkan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
(Mendes PDT&T) RI, H Marwan Ja’far SE SH, saat bertemu
dengan bupati, ulama dan para kepala desa se-Kabupaten Barito Kuala di Pawon Tlogo, bahwa ia percaya desa-desa di Batola ini bisa
menggunakan dana desa untuk kemakmuran masyarakat. “Jangan ada
penyimpangan atau penyelewengan dana desa, gunakan sesuai dengan kebutuhan dan
hasil musyawarah desa. Sebab jika desa maju, daerah maju, maka Indonesia juga maju”.
Dari Rp 20 triliun dana desa yang dialokasikan oleh pemerintah pusat, desa-desa di
Batola mendapatkan alokasi sekitar Rp 53 miliar. Jadi, jika dibagi rata ke-194 desa yang
terdapat di kabupaten ini, maka masing-masing desa akan mendapatkan sekitar Rp 270 juta. Tentu saja jumlah
detil dana yang diterima setiap desa akan berbeda karena ada
empat juklak yang menjadi dasar perhitungan, yakni jumlah penduduk, luas
wilayah, kesulitan geografis dan kemiskinan.
Besarnya kucuran dana desa yang diberikan pemerintah ke tiap desa di Batola
ternyata pengelolaannya sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Sejak tahun 2014,
jajaran Pemkab Batola telah melatih para aparatur desa mengenai pengelolaan
dana desa yang baik.
“Meski belum online namun sistem informasi tersebut telah banyak membantu
perencanaan pembangunan dan perencanaan anggaran melalui APBDes,” ujar Bupati Batola, H Hasanuddin
Murad.
Bupati Hasanuddin Murad menjelaskan, pada tahun 2015 jumlah anggaran yang sudah ditransfer ke
pemerintahan desa baik dana desa maupun alokasi dana desa (ADD) yang dikemas
melalui APBDes telah mencapai Rp 78,77 miliar atau 67 persen dari total
anggaran sebesar Rp 177,42 miliar.
Dalam hal ini Pemkab Batola sangat proaktif mempersiapkan pengelolaan
keuangan desa. Meskipun saat ini belum seluruh ketentuan pengaturannya
ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Terkait pengaturan pendampingan dana desa, Hasanuddin Murad menerangkan, Pemkab
Batola telah mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Bupati (Perbup) yang
secara umum mengatur tentang penyusunan anggaran pendapatan dan belanja desa,
tata cara pembagian dan penempatan alokasi dana desa serta
besaran penghasilan tetap dan tunjangan bagi kepala desa maupun
perangkatnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Bambang Permadi Sumantri Brodjonegoro, memuji penyaluran
dana desa yang terjadi di Kabupaten Batola. Ia mengatakan, penyaluran dana desa
di Lebo Ije Jela patut dicontoh daerah lain karena berlangsung tertib dan
lancar.
Menkeu Bambang juga memuji kesediaan Pemkab Batola atas 10 persen dana desa
dari APBD dan lain-lainnya. Karenanya ia mengajak para kades bersyukur memiliki
bupati seperti Hasanuddin Murad.
Dikatakan, dana desa APBN untuk Batola tahun 2015 sebesar Rp
52.010.789.000. Sedangkan ADD yang disediakan Batola Rp 65.414.323.700.
Pelantikan Kepala Desa di
Kabupaten Barito Kuala
|
Bupati H Hasanuddin Murad mengatakan, penyaluran tahap I sudah terealisasi
100 persen yaitu ADD Rp 26.165.729.480 sedangkan dana desa Rp 20.804.315.606.
Untuk tahap II baru mencapai 76,41 persen yaitu ADD Rp
20.075.909.122,- sedangkan dana desa Rp 15.896.350.010. Untuk tahap
III sudah tersalurkan di dua desa yaitu Desa Sumber Rahayu, Kecamatan Wnaraya, dan Desa Sungai
Kali, Kecamatan Barambai.
Hasanuddin Murad berharap agar pemerintah bisa lebih menyederhanakan teknis dan sistem perencanaan
dan pertanggungjawaban keuangan pada pemerintahan desa. Hal itu dimaksudkan supaya dapat membantu pemahaman para aparatur desa
dalam mengelola keuangan dana desanya. “Tentu tanpa mengurangi arti penting
penerapan sistem akuntansi pemerintah, Insya Allah itu akan sangat membantu”.
Bupati Batola berharap pula, menteri tetap memperhatikan daerah yang dipimpinnya meski
sudah keluar dari status Kabupaten Tertinggal. "Sebab, Batola merupakan
salah satu lumbung padi Kalsel, jadi kami ingin tetap diperhatikan dan diberi
bantuan walaupun bukan lagi kabupaten tertinggal," tuturnya.
Mendes Marwan Ja’far menjelaskan bahwa tahun ini alokasi anggaran pusat
lebih difokuskan pada pembangunan infrastruktur di berbagai daerah. Kebijakan
ini dilakukan oleh pemerintah pusat agar disparitas antardaerah tidak terlalu
jauh.
"Tahun depan Insya Allah besaran dana desa akan naik. Jika tahun ini
di Rp 20 triliun, tahun depan akan kita tingkatkan menjadi
paling tidak Rp 43 triliun, otomatis yang diterima setiap desa juga akan bertambah. Secara
bertahap akan terus dinaikkan setiap tahunnya sehingga kemudian sampai pada
target setiap desa mendapatkan Rp 1,4 triliun," jelasnya.
Dari Rp 20 triliun dana desa dalam APBN 2015, Provinsi Kalsel
mendapatkan alokasi dana desa sebesar Rp 501 miliar. Pengucuran
dana desa ini akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan dalam tiga tahap. Untuk pencairan
dana desa tersebut, setiap desa harus sudah memiliki RPJMDes, RKPDes dan
APBDes. Serta para bupati harus segera mengeluarkan peraturan bupati terkait pengelolaan dana desa. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment