DAFTAR “DOSA” UMI
BANYAK kalangan
masyarakat yang menilai jika pihak birokrasi UMI telah gagal mendidik
mahasiswanya. Salah satunya disampaikan oleh orangtua mahasiswa UMI, Sri
Hartati, bahwa sejatinya pihak kampus harus melihat lebih jeli permasalahan
yang terjadi di internal kampus tersebut. “Sudah menjadi tugas para dosen serta
petinggi kampus UMI mendidik mahasiswanya agar berperilaku yang lebih baik,”
kata Sri Hartati di Makassar.
Menurut Sri Hartati, permasalahan yang kerap terjadi di lingkup kampus
adalah permasalahan internal, dan seharusnya pihak kampus menjadi penengah
untuk mengatasi hal itu, sehingga tidak lagi terjadi tindakan-tindakan tercela
dari para mahasiswa. “Saya juga bingung, kenapa setiap kali ada pertikaian,
pihak kampus kemudian seakan lepas tangan ?” ucapnya.
Seperti diketahui, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ada beberapa
kasus yang melibatkan mahasiswa UMI, bahkan sebagai otak pembunuhan, antara
lain kasus pembunuhan Geis Setiawan (23) dan Tri Syaputra Alias Radit (23), keduanya
mahasiswa Fakultas Hukum UMI, serta Muhammad Asnan (20), mahasiswa Fakultas
Ekonomi UVRI.
Informasi yang dihimpun FAKTA, ketiga korban pembunuhan tersebut dihabisi
nyawanya oleh mahasiswa UMI. Yakni, Sunandar Sudirman alias Nandar (21),
mahasiswa UMI tersangka kasus pembunuhan terhadap Geis Setiawan. Selain itu,
Andi Arif Paturungi alias Attu (22), Rahmadi (20), Rahmad Arid (19) Wawan (19),
Irman (21), dan Andi Taufan (22), mahasiswa UMI tersangka kasus pembunuhan
terhadap Tri Setiawan, serta Bachtiar alias Batti (23), mahasiswa UMI tersangka
kasus pembunuhan Muhammad Asnan.
Menurut sumber dari internal kepolisian yang minta namanya dirahasiakan,
seharusnya UMI bertanggung jawab dan secepatnya memediasi sejumlah masalah yang
sering terjadi di kampus tersebut. “Seharusnya UMI yang bikin situasi kampusnya
netral, harus ada pihak-pihak yang bisa menjadi penengah, agar tidak lagi
bertambah banyak korban yang berjatuhan,” cetusnya.
Hal ini kemudian menjadi buah bibir di masyarakat. Pasalnya, banyak
mahasiswa UMI yang terlibat dalam rentetan kasus pembunuhan yang terjadi di Kota
Makassar. Salah satu mahasiswa UMI semester 8 yang enggan disebutkan namanya
mengatakan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kampus UMI sekarang ini
sudah sangat kurang. “Ini bukan lagi soal pemberitaan buruk dari media massa,
tapi ini adalah kenyataan yang terjadi. Dari fakta-fakta inilah seharusnya
pihak universitas banyak belajar”.
Ia juga mengatakan, pihak universitas hanya bisa melempar tanggung jawab,
seakan-akan tidak mampu menyelesaikan permasalahan internal kampus tersebut, di
mana setiap ada pemberitaan di media soal mahasiswa UMI yang terlibat kriminal,
pihak rektorat pasti langsung mengatakan bahwa pelaku tersebut sudah lama tidak
aktif sebagai mahasiswa UMI.
Menanggapi hal tersebut, kriminolog Ruslan Renggong mengatakan,
seharusnya budaya dan aksi kekerasan seperti itu tidak boleh terjadi di
perguruan tinggi. “Dengan alasan apa pun, itu tidak boleh terjadi. Kampus dan
perguruan tinggi itu untuk mendidik dan merubah peradaban ke arah yang semakin
baik, dan itu tidak boleh dilakukan dengan kekerasan,” kata Ruslan.
Kampus atau perguruan tinggi, kata dia, merupakan tempat mahasiswa untuk
belajar hal-hal yang berbau ilmiah dan ilmu pengetahuan, bukan tempat belajar
perang. “Mahasiswa itu kan bukan mau dilatih perang, jadi tidak perlu dilakukan
pengkaderan dengan kekerasan kalau hanya untuk kedisiplinan dan mental”.
Ruslan juga berharap, aparat penegak hukum bisa turun tangan untuk
mengusut tuntas segala macam aksi kekerasan yang terjadi, tidak terkecuali yang
dilakukan oleh mahasiswa dan terjadi di lingkungan kampus. “Kalau itu sudah ada
unsur pidananya, polisi berhak turun untuk melakukan penyelidikan, di mana pun selama
itu di wilayah Indonesia”.
Secara terpisah, Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel merasa tidak
terpengaruh dengan pendapat orang soal kasus kematian Rezky. Menurut Kabid Humas
Polda Sulsel, Kombes Pol Frans Barung Mangera, pihaknya akan melakukan teknik
penyelidikan untuk membuat terang suatu tindak pidana. “Kita tidak melihat itu
pendapat siapa pun juga,” tegas Barung.
Masih menurut Barung, penegak hukum (polisi) akan melakukan upaya
bagaimana dapat membuktikan kasus ini lebih detail. Barung menambahkan, jika
ada dugaan pihak kampus (UMI) menutupi kasus ini, pihaknya mengaku tidak
peduli. Karena polda sementara menyelidiki siapa di balik meninggalnya salah
satu mahasiswi tersebut. “Biar polisi membuktikan dengan jawaban nanti,” kata
Barung.
Sementara Rektor UMI, Prof DR Masrurah, tetap bersikukuh bahwa tidak ada
tindak kekerasan yang terjadi dalam proses pengkaderan TBM yang dilakukan oleh
Fakultas Kedokteran UMI, seperti yang dikabarkan belakangan ini. “Ada
kesalahpahaman karena ini pimpinan melarang berbicara kepada khalayak karena
dikhawatirkan akan salah bicara, tapi kami mengatakan nanti kami berikan
penjelasan. Tapi itu dipotong. Dikhawatirkan nanti ada yang angkat bicara
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan,” kata Prof Masrurah.
Masrurah juga membantah
jika keluarga Rezky yang meninggal usai mengikuti pengkaderan TBM tidak
menerima dan keberatan atas kematian Rezky. Sebagai langkah antisipasi ke depan
agar peristiwa atau budaya kekerasan tidak terus terjadi di lingkungan kampus,
ia mengaku, saat ini pihaknya tengah menyusun aturan konkrit mengenai batasan–batasan
dalam melaksanakan kegiatan kemahasiswaan. “Kami sudah buat sedemikian rupa
karena kami tidak mau multitafsir. Kami menunjukkan dengan konkrit kalau begini
pelanggrannya ini konsekuensi yang harus dihadapi”. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
No comments:
Post a Comment