KEJATI SULSEL PERIKSA KEPALA BPN MAROS
TIM penyidik
satuan tugas khusus Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulsel memeriksa Kepala
Badan Pertanahan Naional (BPN) Kabupaten Maros, Andi Nuzuliah, terkait dengan dugaan
korupsi salah bayar dan mark up proyek pembebasan lahan perluasan Bandara Internasional
Sultan Hasanuddin oleh PT Angkasa Pura I (Persero).
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin, mengatakan, BPN
Maros selaku leading sector pembebasan lahan wajib menerangkan tentang
mekanisme pembebasan lahan kepada tim penyidik. “Maka itu dia dulu yang kita
periksa karena perannya sangat penting. Kita tadi periksa dia sekitar tiga
jam,” ujar Salahuddin.
Dia mengatakan, sepanjang pemeriksaan yang bersangkutan telah menerangkan
beberapa hal terkait pembebasan lahan tersebut. Di antaranya dugaan kejanggalan
yang ditemukan jaksa pada penggunaan juknis SPI 06 sebagai pedoman pembebasan
lahan pada 2013. Padahal juknis jenis itu baru berlaku pada 1 Januari 2015.
Hal lain lagi yaitu kejanggalan proses tender penunjukan Tim apraisal
selaku tim penentu harga lahan yang telah melewati batas waktu 30 hari. Tim apraisal
yang memenangkan tender dianggap kejati tidak sah dan menyalahi aturan. Ada pula
kejanggalan penentuan harga lahan sebesar Rp 700.000,- per meter di lahan yang
sebenarnya harga lahan di wilayah itu hanya berkisar Rp 200 ribu – Rp 300 ribu
per meter.
Keterangan itu selanjutnya akan ditelaah tim penyidik. “Kami akan lihat
dulu dan pelajari, kalau masih ada yang kurang akan kami panggil lagi,” kata
Salahuddin.
Untuk peran Andi Nuzuliah, lanjut Salahuddin, kejati masih menguatkan
bukti apakah terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang kemungkinan terjadi di
pembebasan lahan itu atau tidak. Kejati tidak hanya akan memperdalam peran BPN
dengan cara memeriksa pejabat yang berwenang, tim penyidik juga telah memeriksa
warga penerima ganti rugi lahan bernama H Nisa, Staf PT Angkasa Pura 1, Tura,
serta satu orang Staf BPN Maros, Ahmad.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Hidayatullah, menegaskan, semua pihak
akan dipanggil untuk dimintai keterangan utamanya lembaga yang melakukan
pendampingan lahan saat pembebasan lahan tahap pertama. “Kita akan lihat apakah
lembaga pendamping itu terlibat karena kok ini bisa anggaran membengkak sangat
fantastis”.
Penggelembungan anggaran di kasus ini, kata kajati, sangat besar yaitu
delapan kali lipat dari anggaran awal yang Rp 168 milyar membengkak menjadi Rp
800 milyar. Pembengkakan anggaran inilah yang dicurigai sebagai perbuatan mark
up atau menaikkan harga berkali-kali lipat dari harga dasar tanah. Yang diduga
terjadi karena ada persengkongkolan jahat antara BPN, Tim Apraisal, warga
penerima ganti rugi serta lembaga pendamping warga penerima ganti rugi. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
No comments:
Post a Comment