Perlahan Tapi Pasti Malaysia Mulai Kuasai 28 Desa Di
Nunukan
Pemerintah
Malaysia saat ini gencar memberikan berbagai macam fasilitas
kepada warga yang
berdomisili di 28 desa tersebut.
|
MASALAH tapal batas antara
Indonesia dan Malaysia kembali mencuat. Perlahan tapi pasti, Malaysia mulai
mengklaim 28 desa di Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan
Utara.
Pemerintah Malaysia
mengacu pada perjanjian penjajah Belanda dengan Inggris sebagaimana yang
dimiliki Malaysia. Selain itu, 28 desa di Lumbis Ogong masih berstatus Outstanding Boundry Problem (OBP).
“Walaupun 28 desa di
Kecamatan Lumbis Ogong saat ini masih dalam penguasaan Indonesia tetapi
situasinya dapat berubah menjadi milik Malaysia apabila tidak secepatnya diselesaikan
secara politik,” ujar Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Utara, Hermanus, Senin
(18/7).
Dia menambahkan, meskipun sudah beberapa kali diadakan
perundingan dengan Malaysia, namun belum ada keputusan terkait status 28 desa
tersebut.
Sementara itu, Pemuda Perbatasan Kabupaten Nunukan, Lumbis,
menegaskan bahwa pemerintah Malaysia saat ini gencar memberikan berbagai macam
fasilitas kepada warga yang berdomisili di 28 desa tersebut. Di antaranya,
memberikan kartu identitas penduduk, pengobatan gratis dan membangun infrastruktur
sepanjang tapal batas, dengan nilai proyek Rp 960 miliar.
Malaysia Klaim 2 Sungai Di Kaltara
Malaysia
kembali berulah dengan mengklaim kawasan wilayah NKRI menjadi wilayah miliknya.
Pada tahun 2014 lalu Malaysia pernah mengklaim tiga desa di Kecamatan Lumbis Ogong,
Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, menjadi bagian dari Malaysia.
Ketiga
desa di Nunukan dengan luas wilayah 54 ribu hektar, berikut warganya yang
diklaim sebagai bagian dari teritorial Malaysia yakni Desa Sumantipal, Sinapad,
dan Kinokod.
Kini
di pertengahan tahun 2016, Malaysia kembali bertingkah dengan mengklaim dua
sungai di Kalimantan Utara sebagai miliknya. Dari informasi yang dihimpun
Kaltara Pos (JPNN Group), keduanya ialah Sungai Sumantipal dan Sungai Sinapad.
Itu
menjadi dasar kuat sejumlah presidium yang dibentuk masyarakat di wilayah tiga desa
di Nunukan tersebut mengusulkan Kabupaten Bumi Dayak (Kabudaya) Perbatasan
segera dimekarkan.
Sebagai
catatan, DOB Kabudaya mencakup Kecamatan Sebuku, Tulin Onsoi, Sembakung,
Sembakung Atulai, Lumbis dan Lumbis Ogong.
Kawasan
ini memang sudah lama menjadi wilayah sengketa antara Indonesia dan Malaysia.
Namun demikian pemerintah Indonesia terkesan tidak memberi porsi perhatian
lebih pada wilayah ini.
Menurut
Tetua Adat setempat, permasalahan ini sebenarnya sudah lama terjadi sejak dua
puluh tahun silam. Namun, tidak ada upaya dari pemerintah pusat untuk
menanggulanginya. Celakanya, di wilayah perbatasan ini, Malaysia yang lebih
memberikan kesejahteraan dan akses transaksi perdagangan lebih baik ketimbang pemerintah
Indonesia.
Akibatnya,
warga setempat seolah lebih rela bergabung ke negeri jiran ketimbang Indonesia.
Kenyataan ini juga dipertegas oleh Ketua Konsulat Jakarta Presidium DOB
Kabudaya, Imral Gusti, yang mengatakan, ada persoalan genting terjadi di Lumbis
Ogong.
“Kalau
mau jujur, Kabudaya itu masih jauh dari sentuhan pemerintah Indonesia. Bukan
itu saja, masyarakat di sana (Kabudaya) bahkan ada yang bersedia pindah
kewarganegaraan apabila ada tawaran nyata dari pemerintah Malaysia,” ujar Imral
di laman Kaltara Pos, Selasa (12/7).
Imral
menambahkan, hal itu sangat bisa terjadi apabila dua sungai di Lumbis Ogong
direbut Malaysia. Secara tidak langsung, warga yang berada hampir di garis
perbatasan antara Indonesia-Malaysia akan ikut bergabung dengan negara yang notabene dapat menyejahterahkan warganya
itu.
“Jadi
sebenarnya yang diklaim Malaysia itu dua sungai yang berada di Lumbis Ogong
yaitu Sungai Sumantipal dan Sinapad. Kalau ini berhasil dimiliki Malaysia
secara otomatis dia bakal menarik garis lurus titik koordinat di wilayahnya dan
jika ini terjadi maka Pulau Sebatik terancam pula diambil Malaysia,” ujar Imral
(Ist) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
No comments:
Post a Comment