Cina Menolak Hasil
Putusan Arbitrase Soal LCS
Presiden Cina, Xi Jinping.
|
PRESIDEN Cina, Xi Jinping, tidak terima dengan
keputusan Pengadilan Tetap Arbitrase Internasional (PCA) di Den Haag, Belanda,
yang menyatakan Cina tidak punya hak di kawasan Laut Cina Selatan.
Sidang
arbitrase yang diklaim Filipina ini dapat meningkatkan tekanan diplomatik
global Beijing untuk perluasan militer di kawasan sensitif itu.
“Ini
telah menjadi teritorial kami sejak nenek-moyang dulu, dan Beijing tidak akan
mematuhi keputusan yang telah ditetapkan pengadilan itu,” ujar Xi Jinping
kepada media lokal Cina, Xinhua, seperti dilansir Channel News Asia, Rabu, 13
Juli 2016.
Pemerintah
Cina geram dengan keluarnya keputusan yang dianggap tidak berdasar itu.
“Keputusan ini kosong dan tidak mengikat,” bunyi rilis resmi laman Kementerian
Luar Negeri Cina. Jadi, Cina tidak akan pernah menghormati atau mematuhi
keputusan tersebut.
Cina
bersikukuh bahwa sumber daya laut di wilayah sembilan garis demarkasi (nine
dash line) itu telah ditemukan sejak 1940-an lalu pada peta wilayah Cina.
Hasil
temuan pengadilan berisikan serangkaian klaim dan kritik atas aksi yang
dilakukan Cina. Meskipun navigator dan nelayan Cina pernah memanfaatkan
pulau-pulau di Laut Cina Selatan, Cina dianggap tak punya bukti telah memberi
pengawasan eksklusif di perairan Laut Cina Selatan.
Tidak
hanya itu, Cina juga telah melanggar kedaulatan Filipina, di antaranya
mengganggu Filipina ihwal penangkapan ikan dan eksplorasi minyak bumi,
membangun pulau buatan, dan gagal mencegah nelayan Cina yang menangkap ikan di
Zona Ekonomi Eksklusif Filipina.
Selain
itu, pembatasan akses terhadap nelayan Filipina dilakukan Cina. Padahal
Filipina memiliki hak nelayan tradisional di Scarborough Shoal.
AS : Keputusan Den Haag Mengikat
Pemerintah Amerika
Serikat (AS) mengomentari keputusan Mahkamah Arbitrase Internasional di Den
Haag 12/7/2016 terkait sengketa wilayah di Laut Cina Selatan, yang diajukan
Filipina menggugat Klaim Cina, yang menyebut Cina tidak memiliki hak historis
atas seluruh kawasan Laut Cina Selatan bersifat mengikat secara hukum.
Selama
ini, Washington sangat berhati-hati dalam menempatkan diri dalam hal gugatan
Filipina terhadap klaim maritim Cina. Namun, setelah Mahkamah Arbitrase Internasional
di Den Haag menjatuhkan keputusannya, Washington meminta Filipina dan Cina
mematuhi keputusan tersebut.
“Pemerintah
AS meminta kedua pihak memenuhi kewajiban mereka,” ujar juru bicara Kementerian
Luar Negeri AS, John Kirby.
Sebelumnya,
pengadilan arbitrase internasional di Den Haag, Belanda, memutuskan, Cina tidak
memiliki hak historis untuk menguasai seluruh kawasan Laut Cina Selatan di
bawah klaim “nine-dashed line”.
Amerika
Serikat tidak memiliki klaim wilayah di perairan seluas tiga juta kilometer
persegi itu, tetapi Washington menekankan semua kapal dagang berhak melintasi
wilayah yang selama ini sebagai perairan internasional itu.
Di
sisi lain, AS merupakan sekutu dari beberapa negara Asia Tenggara yang
bersengketa dengan Cina terkait LCS. Salah satunya, Filipina, yang mengajukan
gugatan ke mahkamah arbitrase internasional.
“Keputusan
yang ditetapkan mahkamah arbitrase terkait sengketa Filipina-Cina merupakan
kontribusi penting dalam mencapai penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan
secara damai,” ujar Kirby.
Menurut
Kirby, pemerintah AS kini sedang mempelajari keputusan itu dan belum memiliki
komentar lebih jauh terkait sengketa ini. Namun, pemerintah AS menekankan,
keputusan mahkamah arbitrase harus dihormati.
“Pemerintah
Amerika Serikat sangat mendukung penegakan hukum. Kami mendukung upaya
penyelesaian sengketa wilayah dan maritim di Laut Cina Selatan secara damai,
termasuk melalui sidang arbitrase,” ujar Kirby.
“Seperti
yang tertuang dalam konvensi, keputusan mahkamah arbitrase adalah final dan
mengikat secara hukum, baik untuk Cina dan Filipina. Kami mendesak kedua pihak
tidak mengeluarkan pernyataan provokatif,” Kirby mengingatkan. (Ist) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
No comments:
Post a Comment