Sunday, April 10, 2016

MAKASSAR RAYA

2015, 168 Kasus Korupsi Belum Tuntas Ditangani

KASUS dugaan korupsi yang belum dilanjutkan penanganan hukumnya secara serius alias mandeg di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulselbar, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Makassar dan Kepolisian Daerah (Polda) Sulselbar seperti yang dirilis oleh ACC (Anti Corruption Committee) ada 168 kasus.
Data dari ACC, dugaan korupsi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi ada 64 kasus, di sektor infrastruktur dan pelayanan publik ada 27 kasus, serta di sektor pendidikan ada 12 kasus. Sedangkan dalam lingkup Kejati Sulselbar terdapat 65 kasus korupsi yang mandek, di antaranya 50 kasus masih dalam tahap penyelidikan dan 15 kasus masih dalam tahap penyidikan. Kemudian di Kejari Kota Makassar terdapat 84 kasus, yakni 52 kasus masih dalam penyelidikan dan 32 kasus tahap penyidikan. Di Polda Sulselbar terdapat  19 kasus masih lidik dan 9 kasus tahap penyidikan.
           Wadir ACC, Kadir Wakanungun, mengatakan, sejumlah kasus korupsi di Sulselbar yang masih belum diselesaikan alias mandek tersebut telah membunuh semangat pemberantasan korupsi. “Mengapa ketiga lembaga penegak hukum itu sangat lamban atau personilnya tidak mampu atau sengaja disimpan sebagai kado untuk pejabat berikutnya ?”
            Menurut Kadir bahwa setiap sektor memiliki potensi korupsi bagi oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Untuk mengantisipasi perilaku korupsi itu maka pencairan dana harus segera dilakukan sebab jika tersimpan lebih lama  maka riba (bunga bank) dari dana tersebut sudah termasuk korupsi. Untuk meminimalisir perilaku korupsi, setiap dana proyek harus segera dicairkan jangan dibiarkan tersimpan berlama-lama hingga berbunga dan berbuah untuk dikorupsi.
Soal konsep smart city yang brilian dan luar biasa oleh Pemerintah Kota Makassar, menurut Kadir, justru memiliki banyak celah dalam meloloskan praktek korupsi. Terutama dengan tidak adanya indikasi bottom up yang terdapat pada konsep smart city itu, di mana semua konsep itu berasal dari pejabat pemkot sendiri bukan berasal dari masyarakat atau hasil dari musyawarah rencana pembangunan (musrenbang).

“Apakah smart city menjawab kebutuhan publik ? Karena kalau bicara itu, model pendekatannya seharusnya bottom up yaitu berasal dari masyarakat kelurahan dan kecamatan yang dihasilkan melalui musrenbang”. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment