Bupati
Buleleng "Terseret" Kasus Dugaan Korupsi PD Swatantra
Anggota Komisi I DPRD Bali, Nyoman Tirtawan |
PERUSAHAAN Daerah (PD)
Swatantra milik Pemerintah Kabupaten Buleleng diduga melakukan penyelewengan
dana. LSM Forum Peduli Masyarakat Kecil (FPMK) Buleleng telah melaporkan kasus dugaan
korupsi tersebut ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali dan Polda Bali beberapa
bulan lalu. Rabu (18/11) FPMK Buleleng kembali mendatangi Kejati Bali untuk menanyakan
penanganan hukum kasus tersebut.
Kasus itu pun mendapat perhatian DPRD Provinsi
Bali. Anggota Komisi I DPRD Bali, Nyoman Tirtawan, mendesak pihak kejaksaan
untuk memproses laporan FPMK Buleleng tersebut sebab kuat dugaan ada korupsi
dan kolusi dalam pengelolaan keuangan PD Swatantra.
Menurut politisi Partai Nasdem asal Buleleng
itu, sesungguhnya skandal PD Swatantra di Buleleng ini sudah dibuka oleh LSM
FPMK Buleleng pada Maret 2015. Sayangnya hingga saat ini tak ada tindak lanjut
dari pihak kejaksaan serta kepolisian atas laporan tersebut. "Kami
mendesak kejaksaan dan kepolisian agar membuka kasus tersebut. Jangan sampai
didiamkan," tegas Tirtawan saat ditemui FAKTA di gedung DPRD Bali, Kamis
(19/11).
Ia menegaskan, jika ternyata aparat penegak
hukum bungkam dan mendiamkan kasus ini maka patut diduga telah terjadi
permainan di sana. "Apalagi dari data yang ada, kasus ini cukup seksi.
Jangan sampai ada kecurigaan kasus ini sengaja didiamkan aparat hukum lantaran selama
ini sudah menjadi 'ATM'-nya aparat hukum," katanya.
Ia menjelaskan, sesuai pengaduan FPMK Buleleng
ke Kejati Bali dan Polda Balk ada dugaan penyelewengan pengelolaan aset Pemkab
Buleleng berupa kebun kopi dan cengkeh. Selain itu ada pula dugaan pelanggaran
aturan dalam penyertaan modal serta dugaan korupsi sewa mobil untuk Pemkab
Buleleng oleh PD Swatantra.
"Ini memang sifatnya barulah dugaan.
Tetapi patut diingat, dugaan ini harus ditelusuri, jangan malah dianggap
sebagai aduan biasa. Atau, jangan-jangan ada permainan sedemikian rupa sehingga
aparat kejaksaan dan kepolisian malah sengaja mendiamkan kasus ini,"
ujarnya.
Khusus terkait dugaan penyelewengan
pengelolaan aset Pemkab Buleleng berupa kebun kopi dan cengkeh oleh PD
Swatantra, Tirtawan mendesak agar segera dilakukan audit secara transparan.
Menurutnya, audit sangat penting, tidak saja dalam rangka transparansi tapi
juga pertanggungjawaban ke publik. Pasalnya, lahan yang dikelola PD Swatantra seluas
87 hektar untuk perkebunan kopi, cengkeh dan lain-lain itu hanya bisa
memberikan sekitar Rp 200 juta ke kas daerah setiap tahun.
"Ini tidak masuk akal. Kalau lahannya
hanya 2 hektar mungkin hasil tersebut wajar. Tetapi luas perkebunan itu
mencapai 87 hektar. Apa benar, perkebunan seluas puluhan hektar hanya
menghasilkan Rp 200 juta ? Ini tidak masuk akal. Jangan-jangan itu malah
dijadikan lahan mencari makan oleh oknum pejabat. Jadi ini harus diaudit, biar
jelas, dan hasilnya diumumkan ke publik," tegas Tirtawan.
Data yang dihimpun, dalam laporan LSM FPMK
Buleleng kepada Kejati Bali dan Polda Bali pada bulan Maret 2015, mereka
melaporkan adanya dugaan penyelewengan pengelolaan aset Pemkab Buleleng oleh PD
Swatantra berupa kebun kopi dan cengkeh karena hasil pengelolaan aset tersebut
yang disetor ke kas Pemkab Buleleng sangat kecil dari luas aset yang
dikelolanya, yakni hanya Rp 200 juta per tahun dari hasil kopi dan cengkeh
seluas 87 hektar. Diduga kuat ada penyelewengan, sebab pendapatan untuk 1
hektar cengkeh yang digarap oleh petani di Buleleng saja sekitar Rp 100 juta
per tahun.
Selain itu, LSM FPMK juga mempersoalkan
penyertaan modal Pemkab Buleleng sebesar Rp 1,2 miliar kepada PD Swatantra pada
tahun 2013 tanpa melalui Peraturan Daerah (Perda). Payung hukum penyertaan
modal itu hanya dengan Surat Keputusan Bupati Buleleng No.560/33/HK/2013.
Padahal Perda Buleleng No.8 Tahun 1998 Tentang Penyertaan Modal Kepada PD
Swatantra hanya tercantum sebesar Rp 75 juta. Bupati Buleleng seharusnya membuat
perda baru jika ada perubahan jumlah penyertaan modal ke PD Swatantra.
Persoalan penyertaan modal ini sudah menjadi temuan BPK RI Perwakilan Provinsi
Bali No.02.C/LHP/XIX.DPS/05/2014.
Persoalan lainnya yang disodok LSM FPMK
Buleleng, usai mendapat penyertaan modal itu PD Swatantra ternyata meminjam
uang kepada BPD Buleleng sebesar Rp 12 miliar untuk membeli mobil yang
selanjutnya disewakan kembali kepada Pemkab Buleleng. LSM FPMK Buleleng menduga
ada kongkalikong antara PD Swatantra
dan Bupati Buleleng dalam pengadaan dan sewa mobil itu, dan ada dugaan korupsi.
Pasalnya, PD Swatantra tidak memiliki izin sebagai perusahaan angkutan sewa dan
tidak memakai kartu pengawasan angkutan sewa sesuai Peraturan Menteri
Perhubungan, serta kendaraan yang disewakan PD Swatantra itu tak satu pun yang
melakukan uji kelayakan jalan.
Terkait laporan LSM FPMK, Dirut PD Swatantra,
Ketut Siwa, sudah memberi klarifikasi ke media di Denpasar, Rabu (18/11). Ia
mengakui adanya laporan itu beberapa bulan lalu. Namun, Polda Bali menghentikan
penyelidikannya karena tidak cukup bukti. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment