MAKASSAR
PENGANGGURAN CAPAI 188.000 ORANG
DAMPAK perlambatan pertumbuhan ekonomi
terhadap kondisi ketenagakerjaan di Sulsel terlihat jelas. Hingga Februari
2015, jumlah angka pengangguran terbuka di daerah ini sekitar 188.000 orang
atau 5,1% dari total jumlah penduduk Sulsel.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigran (Disnakertrans) Provnsi Sulsel,
Simon S Lopang, mengatakan, pihaknya belum menerima data terbaru mengenai
jumlah pengangguran. “Data jumlah pengangguran yang saya terima dari BPS per
Februari 2015 di kisaran 5,1%. Untuk data terbaru belum terima dari BPS,”
ujarnya.
Data BPS Sulsel menunjukkan tingkat partisipasi angka kerja Sulsel
periode Agustus 2015 mengalami penurunan, sekitar 60,94%. Jumlah tersebut
menurun jika dibanding dengan periode yang sama pada 2014, sekitar 62,04%.
Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2015 mencapai 3.606.128 orang atau turun
10.000 angkatan kerja dibandingkan tahun lalu sebesar 3.715.801 orang.
Wakil Gubernur Sulsel, Agus Arifin Nu’mang, meyakini penurunan
partisipasi angkatan kerja tersebut disebabkan oleh kondisi ekonomi nasional
yang sedang mengalami tekanan sepanjanng tahun ini. Hal lain yang menyebabkan
turunnya angka angkatan kerja adalah fenomena El Nino yang menyebabkan
kekeringan panjang, sehingga berpengaruh pada beragam sektor, khususnya buruh
tani. “Saya rasa itu karena ekonomi yang sedang melambat. Termasuk kekeringan
juga berpengaruh pada sektor buruh tani”.
Meski partisipasi angkatan kerja menurun atau pengangguran meningkat,
namun wagub menyatakan optimismenya terkait peningkatan partisipasi angkatan
kerja pada akhir tahun. Apalagi saat ini disebutnya kondisi ekonomi mulai
membaik, dan musim hujan yang diprediksi mulai turun pada bulan ini. Hal itu
akan berpengaruh positif pada sektor buruh pertanian. “Intinya, perlambatan
ekonomi sudah mulai bisa diatasi. Makanya kita berharap semua sektor bisa
kembali normal”.
Kenaikan tingkat pengangguran terbuka selama periode Agustus 2014-Agustus
2015 menuntut pemerintah mewaspadainya sebagai pemicu kenaikan angka kemiskinan
bila tak segera diatasi. Beberapa program padat karya yang mampu menyerap
banyak tenaga kerja harus segera dijalankan. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Indonesia, Firmanzah, mengatakan, saat ini pertumbuhan
angkatan kerja baru belum bisa diimbangi oleh kemampuan daya serap lapangan
pekerjaan. “Dengan meningkatnya pengangguran, menurut saya, yang perlu manjadi
fokus pemerintah adalah angka kemiskinan bisa bertambah lagi,” ujar Firmanzah.
BPS merilis data kondisi ketenagakerjaan per Agustus 2015. Jumlah
pengangguran per Agustus 2015 mencapai 7,56 juta orang atau 6,18% dari total
angkatan kerja. Angka tersebut melonjak 320.00 orang bila dibandingkan dengan
Agustus 2014. Selain akibat banyaknya PHK oleh perusahaan, kenaikan jumlah
pengangguran juga disebabkan oleh lambatnya penciptaan lapangan kerja baru
akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi. “Program-program padat karya dan
program pengentasan kemiskinan harus segera disusun. Lalu penyerapan anggaran
pemerintah juga perlu dipercepat, baik dari pusat maupun daerah,” kata
Firmanzah.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance
(Indef), Eko Listiyanto, berpandangan, dalam jangka pendek, kementerian/lembaga
perlu menyelaraskan berbagai program yang bertujuan untuk mengatasi masalah
pengangguran di sektor formal. Masalah pengangguran ini karena pabrik tutup
karena permintaan sepi. Artinya, secara skill, mereka (korban PHK) masih
memiliki kemampuan kualifikasi tertentu,” kata Eko.
Dia mencontohkan, Kementetian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah memiliki
program pelatihan menjalankan usaha. Menurutnya, program itu bisa diselaraskan
dengan program Kementerian Perdagangan agar mendapatkan dukungan akses pasar seperti
melalui pameran. Di samping itu, mereka (pengangguran) juga butuh pinjaman. Ini
bisa didapat dari program KUR. Kemarin kan direlaksasi tuh. Ini semua harus
diintegrasikan”.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional mulai membawa dampak serius bagi
kehidupan masyarakat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut melemahnya
perekonomian berimbas pada melonjaknya angka pengangguran yang pada kuartal III
tahun 2015 ini mencapai 7,56 juta orang.
Karena itu, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla harus bekerja lebih keras lagi agar roda perekonomian
kembali bergerak cepat.
Percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut diperlukan untuk menciptakan
lapangan kerja baru, sebab saat ini banyak sektor lapangan kerja yang tersedia
turun daya serapnya. Salah satu yang terbesar adalah sektor pertanian yang
dalam setahun terakhir turun daya serapnya dari 38,97 juta orang menjadi 37,75
orang atau turun 1,2 juta orang.
Data-data BPS ini harus dijadikan acuan pemerintah untuk serius dalam
menangani masalah pengangguran. Karena kalau perlambatan pertumbuhan ekonomi
ini tidak segera diantisipasi dengan kebijakan yang tepat, jumlah angka
pengangguran dikhawatirkan akan terus bertambah. Kita juga tak bisa menyalahkan
industry-industri yang akhirnya melakukan PHK sebagai upaya efisiensi agar
tetap bisa bertahan (survive).
Pertumbuhan ekonomi di kuartal III sebanyak 4,73% ini memang membaik
dibandingkan sebelumnya yang mencapai 4,65%. Namun, kenaikannya belum cukup
tinggi untuk menciptakan tenaga kerja, sehingga pemerintah jangan terlalu
hanyut dengan kenaikan angka pertumbuhan ekonomi yang sedikit tersebut. Di
sinilah pemerintah harus hadir untuk menyelamatkan dan melindungi berbagai
bidang industri. Jangan sampai dibiarkan sendirian menyelesaikan masalahnya
tanpa ada bantuan dari pemerintah.
Pemerintah memang sudah mengeluarkan enam paket ekonomi sebagai upaya
untuk memulihkan perekonomian nasional dari keterpurukan. Namun, rata-rata
paket ekonomi yang dicanangkan pemerintah merupakan kebijakan yang berorientasi
jangka panjang. Hal inilah yang menyebabkan paket-paket kebijakan tersebut
belum banyak berperan dalam memperbaiki masalah ekonomi bangsa ini.
Paket kebijakan yang dikeluarkan sebenarnya cukup baik, Namun karena
perlambatan pertumbuhan ekonomi sudah berimplikasi serius pada kehidupan
masyarakat, yang diperlukan adalah kebijakan berorientasi jangka pendek
sehingga cepat menyelesaikan persoalan yang ada. Selain paket ekonomi belum
bisa bekerja optimal, terbatasnya kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional juga
disebabkan sejumlah faktor lain. Di antaranya, masih minimnya realisasi belanja
pemerintah dan menurunnya ekspor komoditas.
Faktor melambatnya ekonomi global memang ikut mempengaruhi ekonomi
nasional. Namun tidak bijaksana juga kalau pemerintah terus-terusan menjadikan
faktor eksternal sebagai kambing hitam permasalahan ekonomi bangsa ini. Sudah
saatnya pemerintah melakukan introspeksi dan segera merevisi
kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak tepat.
Intinya, pemerintah harus tetap optimistis untuk bisa menyelesaikan
masalah ini. Hal mendesak yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah
bagaimana menciptakan lapangan kerja yang padat karya. Hal ini bisa dilakukan
dengan memperbaiki sektor pertanian dan merealisasikan proyek-proyek pembangunan
infrastruktur. Pemerintah mungkin dulu masih bisa beralibi ada kendala
administrasi dalam pelaksanaan proyek infrastruktur tersebut. Hal ini penting
karena sektor pertanian dan infrastruktur bisa banyak menyerap tenaga kerja
yang kini sangat dibutuhkan.
Selain itu, realisasi belanja pemerintah harus didorong secepat mungkin
termasuk pemerintah daerah Sulsel, yang selama ini sangat rendah penyerapan
anggarannya. Belanja pemerintah terutama belanja barang sangat diperlukan untuk
menggerakkan roda perekonomian.
Akhirnya, kita tunggu gebrakan pemerintah untuk menangani membludaknya
angka pengangguran tersebut. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment