Thursday, October 2, 2014

SURABAYA RAYA : BAYAR PAJAK BPHTB DIHAMBAT DAN DIPERSULIT

Persyaratan mengurus salinan SPPT PBB merumitkan warga
MUHAMMAD Husah, warga Asemrowo, Kota Surabaya, merasa kesal. Pasalnya, saat mengurus SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) PBB-nya yang akan digunakan untuk menentukan besarnya pajak jual-beli tanah atau yang disebut BPHTP, dipersulit dan diombang-ambingkan oleh para petugas pajak, termasuk pejabat pajak PBB di Kota Surabaya.
Banyak warga yang menganggap SPPT PBB tersebut hanya sekedar surat pemberitahuan pajak yang tidak memiliki fungsi atau manfaat, bila sudah membayar PBB ya dianggap sudah selesai, sudah tidak ada gunanya lagi. Namun nyatanya SPPT sepertinya surat berharga dan melebihi sertifikat tanah sebagai hak pemilikan tanah bagi warga yang akan melakukan pengurusan sertifikat atau balik nama sertifikat. Pasalnya, sebelum mengajukan permohonan sertifikat pada BPN terlebih dahulu harus dilakukan transaksi jual beli atau hibah. Untuk melakukan ini semua harus membayar pajak jual-beli atau hibah. Dan untuk pembayaran besarnya pajak harus mengetahui berapa besar NJOP yang tercantum dalam SPPT PBB. Inilah yang menjadi pokok permasalahan. Para petugas dan pejabat kantor pajak Kota Surabaya menghambat dan mempersulit warga untuk mendapatkan salinan atau turunan SPPT PBB yang hilang atau belum pernah diberikan pada yang bersangkutan, termasuk untuk membayar PBB-nya pun juga kesulitan.
Husah akan mengurus sertifikat pada BPN Surabaya namun harus melakukan transaksi jaul-beli terlebih dahulu melalui notaris. Namun Husah dimintai SPPT PBB tanahnya tahun 2014 oleh notaris, tidak bisa menunjukkan. Lalu Husah menanyakan pada RT dan RW Simorejo, katanya juga tidak ada. Lalu ia menanyakan ke Kantor Kelurahan, juga dibilang tidak ada. Kemudian menanyakan pada UPTD Pajak di Dukuh Kupang, katanya sudah diserahkan pada RW. Selanjutnya ia mengurus pada Dinas Pajak Kota Surabaya di Jalan Jimerto. Jawabannya sangat menyedihkan dan menjengkelkan, sampai-sampai Husah akan mengobrak-abrik Kantor Pajak tersebut karena sangat kesal.
Ini semua dilakukan Husah sampai berulang–ulang bolak-balik ke RT, RW, Lurah lagi dan ke UPTD toh tidak ada hasilnya. Petugas pajak yang ada di loket No.12 mengatakan untuk mendapatkan turunan atau salinan SPPT yang hilang atau belum menerima harus melengkapi surat-surat sebagai berikut :
1. Foto copy surat kepemilikan tanah, antara lain : Sertifikat, Petok D/letter C, SIPT, 
    Surat tanah lainnya
2. Foto copy tanda bukti pembayaran /SSPD PBB tahun yang bersangkutan
3. Foto copy KTP yang masih berlaku
4. Foto copy KK
5. Surat Kepolisian apabila kehilangan/Surat Keterangan dari Lurah atau UPTD
    apabila tidak menerima
6. Surat Kuasa bermaterai Rp 6.000 dan foto copy KTP Kuasa yang masih berlaku
    apabila pemohon bukan pemiliknya
Semua foto copy kelengkapan tersebut harus dilegalisir oleh Notaris.
Hanya minta turunan SPPT saja harus melengkapi persyaratan yang sebegitu rumitnya, melebihi kehilangan sertifikat tanah atau surat berharga lainnya. Toh Husah telah melengkapi semua persyaratan yang diperlukan dan telah dilegalisir notaris kecuali surat dari Lurah atau UPTD. Itu pun masih ditolak oleh petugas pajak loket No.12. Para pejabat pajak Kota Surabaya mengetahui bahwa SPPT sangat diperlukan pada saat terjadi transaksi jual-beli tanah dan pengurusan sertifikat makanya dihambat dan dipersulit untuk mendapatkan salinan atau turunan SPPT. Bila tidak ada SPPT maka tidak akan bisa melakukan transaksi jual-beli tanah dan pengurusan sertifikat. Hingga timbul kecurigaan, jangan-jangan petugas pajak ada maunya dengan menghambat dan mempersulit warga yang membutuhkan SPPT.
Salah satu pejabat Dinas Pajak Pemkot Surabaya mengatakan untuk pengurusan SPPT biayanya sampai ratusan ribu rupiah tetapi dana itu untuk orang yang mengurusnya bukan untuk orang pajak. Nah, sudah tahu seperti itu, mengapa tidak dievaluasi dan disederhanakan prosesnya untuk mendapatkan salinan SPPT ?
 Saat FAKTA konfirmasi pada Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Kota Surabaya, yang bersangkutan tidak mau menemuinya dengan alasan pejabat baru tidak tahu permasalahan tersebut. Kemudian ia pesan pada Sekretaris Dispenda, Yuniarto Herlambang SSi MSi, agar FAKTA konfirmasi pada Kabid Pendapatan Pajak, Agung Supriyo Wibowo SE.
Dan, Agung Supriyo Wibowo SE pun menjelaskan bahwa SPPT apabila hilang atau belum terima ya aturannya seperti itu. Alasannya, karena ada beberapa orang yang komplin bukan haknya tetapi diberikan SPPT Turunan sehingga pihaknya sering dipanggil kepolisian.
Apabila terjadi seperti itu apakah harus digebyah uyah (disamakan dengan kebanyakan orang) yang akhirnya malah merugikan masyarakat banyak. Apabila ada kekhawatiran seperti itu seharusnya cukup melengkapi dengan pembayaran PBB tahun lalu, KTP/KK. Bila pihak lain yang mengurus disertai surat kuasa saja kan sudah cukup.
Agung berjanji akan melakukan evaluasi proses pengurusan salinan SPPT untuk lebih disederhanakan karena aturan tersebut merupakan produk lama sedangkan Agung sebagai pejabat baru. Agung pun berterima kasih atas informasi dari FAKTA tersebut sehingga pihaknya akan dapat mengambil langkah-langkah yang lebih baik agar masyarakat tidak merasa dipersulit dan tidak resah serta dipermudah untuk mendapatkan SPPT. (F.809) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment