Friday, July 1, 2016

OPINI

KPK BUBARKAN SAJA
PRESIDEN DAN DPR TETAP SEPAKAT MEREVISI UU KPK
DPR berinisiatif mengusulkan pada Presiden untuk merevisi UU KPK. Presiden pun menyetujuinya dengan catatan revisi tersebut untuk memperkuat KPK. Namun, nyatanya, draf revisi UU KPK menunjukkan adanya pasal-pasal yang justru melemahkan KPK.
Kelihatannya Presiden dan DPR sudah muak melihat kinerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di negeri ini karena KPK selalu menangkap para pejabat negara termasuk anggota DPR. Sehingga para koruptor merasa ketakutan maka kewenangan KPK sebagai lembaga superbodi akan dilumpuhkan dengan cara merevisi UU KPK utamanya ada 4 komponen yang akan dipreteli,yaitu :
1.    Penyadapan
2.    Penyidikan dan Penuntutan
3.    Penerbitan SP3
4.    KPK dibatasi keberadaannya sampai 12 tahun
Penyadapan :
KPK tidak diperbolehkan menyadap secara langsung harus terlebih dahulu minta ijin Dewan Pengawas atau Pengadilan Negeri
Penyidikan dan Penuntutan :
KPK tidak boleh melakukan penyidikan sendiri, penyidikan diserahkan Polri, penuntutan diserahkan Kejaksaan
Diterbitkan SP3 oleh KPK :
KPK diberi wewenang untuk menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)
KPK dibatasi keberadaannya hanya sampai 12 tahun saja :
Lembaga KPK masa keberadaannya hanya 12 tahun saja setelah itu KPK dibubarkan.
Bila 4 komponen itu benar-benar diberlakukan setelah merevisi UU KPK maka habislah kewenangan KPK. Ibaratnya, KPK akan menjadi macan ompong, artinya harimau yang tidak memiliki taring dan bila melihat mangsanya hanya meraung-raung dan komat-kamit, nyengar-nyengir saja, tidak bisa menerkam untuk digigit karena sudah tidak punya gigi lagi.
Seperti penyadapan harus minta ijin terlebih dahulu, bagaimana akan menangkap tangan waktunya sudah terlambat, pelakunya sudah kabur, menghilangkan jejak, apa yang akan disadap dan ditangkap, hanya mlongo saja tanpa menghasilkan apa-apa. Sedangkan penyadapan harus bersifat rahasia, cepat dan tepat.
Penyidikan dan penuntutan diserahkan ke polisi dan kejaksaaan, perlu diketahui bahwa polisi dan kejaksaaan dalam penanganan pemberantasan korupsi belum mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Banyak kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan kejaksaan yang bermasalah dan tidak ditangani secara tuntas.
KPK diberi wewenang untuk menerbitkan SP3, ini tidak ada bedanya dengan kepolisian dan kejaksaan. Bahkan adanya SP3 akan berpeluang disalahgunakan dan diperjualbelikan, direkayasa.
Kelihatannya para pejabat negara dan anggota DPR sudah tidak ingin lagi adanya KPK yang superbodi, mempunyai kewenangan yang luar biasa, dan sering menangkap para pejabat negara dan anggota DPR. Kalau memang KPK sudah tidak dikehendaki lagi keberadaannya oleh Presiden dan DPR ya dibubarkan saja, untuk apa dibentuk lembaga KPK kalau hanya nama saja tapi tidak memiliki kewenangan yang signifikan ? Gembar-gembor bicara di masyarkat bahwa revisi UU KPK itu untuk memperkuat KPK, apanya yang diperkuat ? Rakyat sekarang ini sudah pintar, jangan bodohi rakyat lagi.
Menurut penulis, Presiden Joko Widodo seharusnya menunjukkan kewenangan dan kekuasaannya untuk melindungi kepentingan rakyat. Jangan hanya basa-basi saja ingin memperkuat KPK. Bila benar-benar ingin memperkuat KPK maka seharusnya Presiden Jokowi langsung menolak revisi UU KPK yang diusulkan oleh DPR. Jika Presiden Jokowi memiliki keberanian untuk menolak revisi UU KPK, dapat dipastikan Presiden Jokowi akan terpilih kembali menjadi presiden yang kedua kalinya nanti pada Pilpres 2019. Karena Presiden Jokowi terbukti memihak pada kepentingan rakyat yaitu melawan koruptor yang merusak seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tapi, faktanya, Presiden Jokowi dan Pimpinan DPR hanya sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK dalam waktu yang cukup untuk lebih mematangkan dan mensosialisasikan revisi UU KPK tersebut kepada rakyat. web majalah fakta / majalah fakta online 
Oleh :
Imam Djasmani
Kepala Perwakilan Majalah FAKTA Jawa Timur

No comments:

Post a Comment