Monday, September 1, 2014

LINGKUNGAN : PERAMBAHAN HUTAN LINDUNG DIDUGA LIBATKAN PEJABAT

Direktur LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh,
Muhammad Nur
FORUM Masyarakat Peduli Lingkungan Bener Meriah menerima laporan dari masyarakat soal terjadinya perambahan hutan secara masal di kawasan hutan lindung Kabupaten Bener Meriah, Propinsi Aceh. Praktek ini mulai berlangsung sejak 1 tahun terakhir yang diduga melibatkan oknum pejabat daerah, pihak keamanan dan pengusaha holtikultura.
              Direktur LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur, mengatakan, kegiatan pembalakan hutan juga terjadi di beberapa kecamatan di Kabupaten Bener Meriah, yaitu Kecamatan Mesidah, Syiah Utama, Pintu Rime Gayo, Gajah Putih dan Timang Gajah. Kegiatan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti pembukaan lahan baru dan illegal logging.
              “Ada wacana investor dari Malaysia menjalin kerja sama dengan pihak pemerintah Bener Meriah sebagai pasar kentang dan palawija. Komitmen inilah yang menjadi dasar pembukaan lahan secara masif ini. Luas lahan yang rusak diperkirakan mencapai ribuan hektar meliputi Kecamatan Permata, Bener Kelipah, Bukit dan Weh Pesam,” katanya.
              Menurutnya, informasi yang diperoleh Lsm Walhi Aceh dari pengakuan masyarakat setempat bahwa berbagai pihak terlibat dalam kegiatan ilegal ini, di antaranya oknum anggota DPRK Bener Meriah, oknum Dinas Kehutanan, Camat, pihak keamanan, mantan pejabat teras KIP Bener Meriah, aparat Gampong (Desa) dan pengusaha kayu dan pengusaha palawija dengan mengatasnamakan koperasi.
              “Apa yang terjadi selama ini merupakan kealpaan dan pembiaran oleh Pemerintah Kabupaten Bener Meriah serta merupakan tindakan serakah dari oknum pejabat di Bener Meriah, Propinsi Aceh. Kami juga melihat penegakan hukum sangat lemah dan terkesan dibiarkan sehingga kerusakan hutan menjadi sangat parah,” paparnya.
              Menurut Muhammad Nur, dalam situasi seperti ini, pihak kepolisian dan pihak terkait lainnya seharusnya bertindak tegas dan melakukan pencegahan sebelum kerusakan terjadi lebih parah lagi. “Kami melihat ini merupakan tindakan kejahatan terstruktur, sistematis dan masif, yang ikut melemahkan sekaligus mengangkangi supremasi hukum yang berlaku,” pungkasnya.
              “Masyarakat di Kecamatan Permata, Bandar, Bener Kelipah, Bukit dan Weh Pesam mulai resah dengan kegiatan ini, karena mereka sudah mengalami masalah terutama dengan menurunnya debit air secara signifikan,” jelasnya.
              Muhammad Nur juga menjelaskan, di beberapa desa, misalnya di Desa Gelampang, Weh, Tenang Uken, Bener Pepanyi, Sepakat dan beberapa desa lainnya sudah kehilangan sumber air. Pipa air yang dipasang ke sumber mata air di wilayah Rebol Linung Bulen sudah tidak lagi dialiri air. “Masyarakat juga mengkhawatirkan akan terjadi banjir bandang dan tanah longsor seperti yang pernah terjadi di kampung Pondok Keresek (sekarang Sedie Jadi), Kampung Owak Pondok Sayur, Burni Pase dan Kampung Seni Antara yang berbatasan dengan Aceh Utara tahun 2006 silam,” jelas Muhammad Nur.
              Hal di atas tidak mustahil terjadi karena ribuan hektar hutan di kawasan tersebut sudah luluh-lantak meninggalkan bongkahan kayu, jalan baru, kerusakan ini pasti akan berakibat buruk bagi warga apabila musim penghujan tiba. Mengingat kawasan ini merupakan kawasan tangkapan air dan memiliki curah hujan yang tinggi. Wilayah ini juga merupakan sumber bagi berbagai Daerah Aliran Sungai (DAS) di Aceh, seperti DAS Sungai Kreung Peusangan dan DAS Sungai Kreung Jambo Aye, yang menjadi sumber perairan dan air bersih bagi 7 kabupaten di Propinsi Aceh.
              Kerusakan hutan lindung di Kabupaten Bener Meriah juga akan berdampak pada kerusakan keanekaragaman hayati seperti terputusnya koridor satwa. Salah satunya mengganggu habitat harimau Sumatera dan gajah. Kondisi ini juga berefek pada peningkatan suhu dan penurunan cadangan air tanah pada dua cekungan Peudada dan Lampahan. Kehancuran hutan lindung juga telah sampai ke kaki Burnitelong yang merupakan wilayah
gunung berapi aktif.
              Ditemukan juga penggunaan pestisida, herbisida, fungisida berlebih yang dapat dilihat dari menurunnya kualitas air karena tercemar oleh zat-zat kimia tersebut. Hal ini di masa yang akan datang akan berpengaruh pada kesehatan masyarakat, misalnya gangguan kulit akut, kanker dan penyakit lainnya.
              Muhammad Nur juga mendesak kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Kehutanan, Menteri KPDT, Menteri Lingkungan Hidup, Badan Pemeriksa Keuangan RI, DPR RI komisi IV, Kapolri,  agar melakukan penertiban kawasan hutan lindung yang telah dirusak di Kabupaten Bener Meriah, Propinsi Aceh.    
          Selain itu juga meninjau kebijakan pemerintah daerah yang berhubungan dengan kerusakan yang terjadi di kawasan hutan lindung di Kabupaten Bener Meriah. Melakukan penegakan hukum dan penghentian segera praktek pembalakan hutan lindung dan menindak semua pihak yang terlibat dalam kejahatan lingkungan tersebut.
              “Kepada jaringan masyarakat internasional, nasional dan lokal yang memiliki fokus dan kepedulian terhadap keberlangsungan lingkungan hidup kami harapkan ikut menyuarakan dan terus menekan pemerintah agar segera menyelesaikan masalah perusakan hutan lindung ini,” harap Muhammad Nur.
              Ia juga menghimbau kepada masyarakat luas, terutama masyarakat Bener Meriah, untuk ikut melakukan pengawalan dalam rangka menyelesaikan kasus ini agar hak-hak ekonomi, sosial budaya, dan ekologis masyarakat Bener Meriah dapat terjamin di masa yang akan datang. (F.955) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment