Friday, September 5, 2014

MADURA RAYA : GEJOLAK PEMBANGUNAN PASAR ANOM BARU SUMENEP

Lokasi Pasar Anom Baru Sumenep yang mangkrak pembangunannya
PEMBANGUNAN Pasar Anom Baru Kabupaten Sumenep berbuntut gejolak dan terindikasi rawan pengkhianatan. Hal ini dipicu dengan merebaknya jumlah toko, stan dan kios di lantai satu, yang selayaknya 165 buah, dengan rincian/jenis dagangan : 93 bh/pecah belah; 34 bh/elektronik; 16 bh/asesoris atau mainan; 14 bh/sepatu dan sandal; 3 bh/buku; 3 bh/warung nasi; 2 bh/karpet dan spon, sesuai  dengan data              jumlah korban kebakaran tahun 2007 yang dirilis oleh Abd Hamid SSos MSi, Kepala UPT Pasar Kota Sumenep, dan telah dinyatakan oleh Bupati Sumenep (baca Majalah FAKTA No. 604  Edisi Juli 2014).
Namun, tidak dinyana, ternyata menjadi 249 buah, sesuai dengan denah yang diedarkan oleh  pihak  investor, dengan rincian : 165 bh/para pedagang korban kebakaran 2007;  47bh/tidak diketahui; 37 bh/hak investor.
Brosur  dan jumlah lokasi pada denah yang disebarkan oleh investor PT Mitra Abadi Sidoarjo menimbulkan ketertarikan para pedagang pasar di luar korban kebakaran tahun 2007 untuk mendaftar dan yang diincar adalah hak investor yang lokasinya cukup strategis sesuai dengan denah yang ada.
Menurut   Hidayat, Pengurus Paguyuban Pasar Anom lama (ini merupakan ralat, berita pada Majalah FAKTA No.604 Edisi Juli 2014 yang tertulis  Pengurus Paguyuban Pasar Anom baru), bahwa terdapat sekitar 18 orang pendaftar dan informasinya sudah membayar uang muka kisaran Rp 5 juta sampai dengan Rp 50 juta.
Telusuran lebih lanjut Tim Majalah FAKTA kepada Ketua Paguyuban Pasar Anom Baru, Moh Anwar, informasi yang diterima dari pihak investor bahwa ada sekitar 56 orang yang mendaftar namun yang positif  baru 15 orang. “Dan yang mengetahui orang-orangnya adalah Bapak Hamid (Kepala UPT Pasar Kota),” katanya.
Tersingkap data bukti setoran pembayaran tanda jadi via BPRS dilampiri Surat Keterangan dengan lokasi yang sangat strategis dari Abd Hamid dan ketika dihubungi via telepon menyatakan bahwa Hamid hanya memberikan Surat Keterangan, bukan Rekomendasi.   
“Kebutuhan pembangunan areal pasar yang permanen sangat didambakan oleh para pedagang korban kebakaran tahun 2007. Mereka sudah tujuh tahun menempati  petak-petak, jika musim kemarau kepanasan, jika musim hujan kehujanan karena atap bocor, itu pun dinyatakan sebagai toko penampungan sementara  yang disiapkan oleh Pemda Kabupaten Sumenep. Kami mencoba mengedarkan surat pernyataan tentang  setuju/tidaksetuju terhadap harga dan pembangunan pasar kepada pedagang korban kebakaran. Namun yang masuk cuma beberapa orang, mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh Kepala UPT Pasar Kota dan seorang pejabat pemda. Yang hadir cuma 30 orang,” ungkap Anwar lebih lanjut.
Sementara Dwita Andriyani, Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Sumenep, saat dihubungi melalui ponselnya mengatakan bahwa terjadi pelanggaran kesepakatan mengenai fenomena Pasar Anom Baru saat ini. “Ini suatu pengkhianatan dari kesepakatan,” tandasnya tanpa menjelaskan lebih lanjut dari kesepakatan yang dimaksud.
Kabiro Majalah FAKTA Madura nampak lelah lama menunggu konfirmasi
dengan Bupati Sumenep
Selanjutnya FAKTA bergegas menemui orang nomor satu di Sumenep saat ini, Abuya Busyro Karim, di rumah dinasnya. Namun meski oleh protokoler dinyatakan ada, sampai berjam-jam FAKTA menunggu, Bupati Sumenep yang periodenya berakhir tahun depan ini tak bisa ditemui. Justru yang dipersilakan masuk terlebih dulu ialah beberapa pimpinan satker yang kebetulan menghadap bupati hari itu.
Meski dipilih oleh rakyat, tentu tak ada jaminan merakyat. Contohnya Bupati Sumenep, Abuya Busyro Karim. Selasa (08/07) lalu, saat Tim Majalah FAKTA mencoba menemui orang nomor satu di Sumenep saat ini terkait konfirmasi masalah pemberitaan, hingga berjam-jam tak kunjung dipersilakan menghadap. Padahal saat itu bulan Ramadhan, bulan puasa, tentunya menunggu menjadi aktivitas yang super membosankan.
Tak ayal lagi, Tim Majalah Fakta (terdiri dari RB Ainurrahman, H Amin Djakfar, dan RM Farhan Muzammily) yang saat itu tengah menunggu di ruang tamu rumah dinas bupati hanya bisa gigit jari sebelum akhirnya angkat kaki. Ironisnya, ketika ada tamu lain yang datang lebih akhir, yang notabene beberapa pimpinan SKPD malah tanpa harus menunggu langsung bisa menghadap bupati.
            Tentu hal ini menjadi catatan khusus bagi kalangan birokrasi bahwa ada pembatas yang tak kasat mata antara rakyat dengan pemimpinnya yang hingga kini masih belum dirobohkan. Apalagi bagi kalangan insan pers yang notabene merupakan penyambung lidah rakyat, akses informasi yang seharusnya dipermudah masih belum maksimal didapatkan. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment