POLDA SULSELBAR DIANGGAP TAK MAMPU
BUKTIKAN KORUPSI IRIGASI ISMUNANDAR
POLDA Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) dianggap tidak mampu
membuktikan apalagi melanjutkan kasus dugaan korupsi sebesar Rp 15,2 miliar ke
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Padahal kasus dugaan korupsi ini sudah cukup
lama, bahkan sudah 4 kapolda terlewatkan. Ada pula yang mengatakan bahwa setiap
kapolda baru menyatakan akan membuka kembali kasusnya. Namun kasus tersebut
bukan untuk dilanjutkan prosesnya hingga ke Pengadilan Tipikor.
Seperti
terakhir ini bahwa penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat (Kejati
Sulselbar) kembali menolak berkas perkara dugaan korupsi proyek pembangunan
Irigrasi di Tombolo, Kabupaten Pangkep, tersebut. “Bukti perbuatan melawan
hukumnya masih kurang,” kata juru bicara Kejati Sulselbar, Abdul Rahman Morra,
kepada FAKTA.
Kasus
dugaan korupsi ini menyeret bekas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pangkep,
Ismunandar. Namun saat ini Ismunandar tetap aman-aman saja karena belum
terbukti dan belum dijerat dengan undang-undang tipikor. Bahkan selama ini ia menjabat
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Makassar dan akhir bulan Mei
2016 dipercaya sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar.
Kasus
dugaan korupsi proyek Irigasi Tombolo di Kabupaten Pangkep ini juga melibatkan
salah satu pegawai Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pangkep, Zainuddin Nur.
Dan, semuanya masih bisa tetap tersenyum karena Polda Sulselbar belum mampu
menunjukkan bukti-bukti yang diinginkan oleh penyidik Kejati Sulselbar.
Saat
FAKTA konfirmasi kepada Rahman di kantornya mengatakan bahwa untuk saat ini belum
bisa menyebutkan alias menolak secara rinci bukti yang belum dipenuhi oleh
penyidik Polda Sulselbar yang mengusut kasus ini. Menurutnya bahwa itu menyangkut materi pokok perkara untuk
pembuktian di pengadilan tipikor. Sebab dana proyek pembangunan Irigrasi
Tombolo nilainya sangat besar, sekitar Rp 15,2 miliar, yang berasal dari APBN dan
APBD. Penggunaan dana itu diduga disalahgunakan
Ismunandar. Penyidik kepolisian menemukan item pekerjaan proyek yang dikerjakan
di luar kontrak. Bahkan masih ada sebagian lokasi belum dibebaskan sehingga
penggarap tetap melakukan penggarapan seperti sebelumnya.
Rahman
menambahkan bahwa jauh sebelumnya ada 8 rekanan yang mengambil uang muka
sebesar 30 persen dari nilai proyek Rp 15, 2 milyar. Tapi sebagian tidak
melaksanakan kegiatan fisiknya. Bahkan yang berjalan juga tidak ada hasilnya
yang maksimal. Sehingga dikategorikan menyalahgunakan anggaran alias merugikan
negara secara bersama-sama, Selain itu lokasi
pembangunan irigrasinya tidak memilikki status kepemilikan yang jelas. Berdasarkan
hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel, kerugian negara
yang timbul akibat kasus ini sebesar Rp 1 miliar.
Usut
punya usut kasus ini sudah bertahun-tahun lamanya jalan di tempat. Bahkan
terjadi penolakan berkas yang keempat kalinya, yang seakan-akan penyidik Polda
Sulselbar belum profesional.
Juru
bicara Polda Sulselbar, Komisaris Besar Polisi (KBP) Endi Sutendi, mengatakan
kepada wartawan bahwa penyidik kembali mengkaji berkas perkara tersebut. Penyidik
akan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi petunjuk Jaksa Peneliti yang
disarankan. Menurut dia, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan kejaksaan
guna melengkapi bukti-bukti yang masih diperlukan agar kasus dugaan korupsi ini
tetap lanjut sampai ke pengadilan tipikor. Apalagi kasus ini berkelanjutan sebab
berkas yang diusut sejak 2011, 2014 dan 2016 kembali diproses karena adanya
bukti tambahan yang temukan. “Kasus dugaan korupsi ini nilainya Rp 15,2 miliar
cukup fantastik sehingga merupakan salah satu kasus yang paling dipriotasikan untuk
dituntaskan tahun 2016”. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
No comments:
Post a Comment