DPRD Surabaya Larang Miras Dijual Di Minimarket
Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Achmad Zakaria |
PENJUALAN miras makin menjadi-jadi
hingga DPRD Kota Surabaya mengakomodasi Permendag 06-/M-DAG/PER/1/2015 tentang
pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman
beralkohol. Poin-poin yang diakomodasi menyangkut larangan bagi minimarket dan
pengecer menjual minuman keras (miras) berkadar alkohol di bawah 5 persen atau
jenis bir.
"Mihol (minuman beralkohol) tetap
dilarang dijual di toko swalayan, termasuk juga dilarang di toko pengecer
lainnya di Surabaya," kata Anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya, Achmad
Zakaria.
Setahun lalu, draf Perda Mihol yang dikirim
ke Gubernur Jawa Timur belum mengakomodasi Permendag 06/2015 yang melarang
minuman beralkohol dijual di toko swalayan. Raperda tersebut ditolak Gubernur
Jatim, dan dikembalikan ke Pemkot Surabaya.
Saat ini, DPRD Surabaya sudah membentuk
panitia khusus untuk membahas ulang Perda Mihol. Pembahasan revisi raperda itu
dilakukan panitia khusus (pansus) dipimpin Edi Rachmat, Sekretaris Komisi B
DPRD Surabaya.
Setelah pansus konsultasi ke Biro Hukum
Kemendagri, tambah Zakaria, pansus harus memasukkan Permendag No.06/2015, baik
dalam diktum mengingat maupun dalam pasal-pasal.
Di periode lalu, jelas Zakaria, penyusunan
perda mihol masih mendasarkan Perpres 74/2013 dan Permendag lama. Sekarang,
pansus harus memasukkan poin-poin Permendag No.06 Tahun 2015 itu.
"Kami juga akan mendesak pemkot
memasukkan raperda retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol (ITP-MB),
karena retribusi ini sudah amanat UU 28/2009," ujarnya.
Selain larangan menjual miras di toko
swalayan dan toko pengecer, pansus akan mencermati pasal-pasal lainnya. Dari
draf penyempurnaan perda dari pemkot yang diterima pansus, belum memasukkan
pasal 14, 15 dan 28 permendag terbaru tentang larangan-larangan. Seperti larangan
memperdagangkan minuman beralkohol di lokasi yang berdekatan dengan gelanggang
remaja, kaki lima, terminal, stasiun, kios-kios, tempat ibadah, sekolah, rumah
sakit dan tempat-tempat tertentu yang dilarang.
"Sebagai anggota pansus, saya akan minta
kepada pansus untuk memasukkan larangan-larangan ini ke perda. Ini demi untuk
menyelamatkan warga Kota Surabaya, khususnya
anak-anak muda, generasi yang akan datang dari penyalahgunaan minuman
beralkohol," katanya.
Ketua Pansus Perda Mihol, Edi Rachmat |
Sebelumnya, Ketua Pansus Perda Mihol, Edi
Rachmat, menjelaskan, isi perda pada prinsipnya mengatur peredarannya, untuk
meminimalisir dampak negatif dari dampak minuman beralkohol yang didapatkan
secara mudah. "Akan kita ubah poin yang dilarang gubernur, karena waktu
itu kita terkesan menghilangkan bukan mengatur peredarannya," jelas Edi
Rachmat.
Dia menegaskan, penjualan minuman beralkohol
harus di tempat yang semestinya, agar tidak bisa dilihat semua orang, terutama
anak-anak kecil. Pihaknya yakin pengaturan peredaran mihol bisa diterapkan di
Kota Pahlawan.
Dia
mencontohkan Provinsi Bali yang berhasil membatasi peredaran minuman
beralkohol. Hal itu diketahui saat Komisi B melakukan kunjungan kerja ke Bali. "Sebagai
kawasan wisata, Bali identik dengan minuman keras, tapi justru bisa menerapkan
peraturan perdagangannya. Bahkan sebelum Nyepi, pemerintah daerah setempat
menarik minuman beralkohol dari toko modern dan warung-warung. Masak kita tidak bisa seperti Bali ?"
ungkapnya. (F.809) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment