DIDUGA GELAPKAN UANG PBB, NOTARIS DIPOLISIKAN
Perkara tersebut
displit atau tidak displit,
itu adalah wewenang pihak polisi/penyidik, bukan
kehendak pelapor.
|
NOTARIS yang berkantor di kawasan Darmopark Mayjen Sungkono berinisial APW SH belum
lama ini dipanggil dan disidik kembali di Polrestabes Surabaya. Hal itu terkait
dengan laporan Handoko Mintoyo Rahardjo, seorang pengusaha yang pernah melaporkannya
di Polrestabes Surabaya tahun 2012 silam.
Sambil
menunjukkan Laporan Polisi nomor STTLP/1061/B/VIII/2012/JATIM/RESTABES.SBY tanggal 25 Agustus 2012, pelapor sempat bersungut-sungut
terhadap penanganan aparat penegak hukum yang terkesan lambat karena selalu
mengulur-ngulur waktu. “Waktu kejadian penipuan dan penggelapan pada 25 Oktober
2011. Saya memberi tenggang waktu 6 bulan untuk mengembalikan uang PBB sebesar
Rp 710.000.000,- (tujuh ratus sepuluh juta rupiah). Ternyata dia tidak ada
itikad baik untuk mengembalikan uang tersebut, sehingga terpaksa saya laporkan
ke polisi pada 25 Agustus 2012,” tuturnya.
Keterangan yang berhasil dihimpun, Polrestabes
Surabaya telah memanggil dan memeriksa Notaris APW SH. Beberapa bulan kemudian,
berita acara pemeriksaan (BAP)-nya dilimpahkan ke Kejari Tanjung Perak, yang
ditangani oleh Jaksa Eko SH. Dan,
diperoleh kabar, selain Notaris APW SH ditetapkan sebagai tersangka I, dalam penanganan
kasus tersebut ditetapkan juga HR sebagai tersangka II yang dijadikan satu berkas.
Istilahnya tidak displit.
Namun sudah hampir dua tahun perkara tersebut bolak-balik
dari Polrestabes ke Kejari Tanjung Perak alias tidak pernah dinyatakan sempurna
(P21). Kesal dengan penanganan tersebut, pelapor enggan menanyakan lagi perkara
yang selalu P-19 tersebut.
Tetapi, entah mengapa, pekan lalu ia mendapat panggilan
dari Polrestabes Surabaya bahwa perkara yang telah dilaporkannya dan telah
disidik itu kini telah berubah. Maksudnya, dua tersangka dijadikan dua berkas
alias displit. Tidak seperti penanganan sebelumnya, yakni dua tarsangka dijadikan
satu berkas alias tidak displit.
Selain itu perkara tersebut beralih ditangani dan
dilimpahkan ke Kejari Surabaya. Pelapor pun bingung dengan penanganan seperti
itu. Pertama, perkara tersebut displit atau tidak displit, itu adalah wewenang
pihak polisi/penyidik, bukan kehendak pelapor. Kedua, mengapa setelah hampir dua
tahun perkaranya mandeg di Kejari Tanjung Perak, kini dialihkan penanganannya
di Kejari Surabaya.
Dan, yang perlu dicatat, meski pasal 372 dan 378 (penipuan
dan penggelapan) tersebut ancaman hukumannya di atas 5 tahun sehingga kedua
tersangkanya bisa ditahan, akan tetapi kedua tersangkanya sampai sekarang masih
menghirup udara bebas.
Seperti diketahui bahwa pelapor telah membeli sebidang
tambak yang diikat dengan sertifikat hak milik yang masih atas nama orang lain.
Pelapor pergi ke Notaris APW SH untuk mengurus balik nama di BPN Surabaya
Barat. Dituturkan bahwa SHM bisa dibalik nama dengan salah satu syarat harus
menyetor PBB sebesar Rp 710.000.000.
Pelapor pun oke-oke saja dan telah dibayar lunas. Perkembangannya, SHM
itu tidak bisa dibalik nama karena uang PBB tersebut tidak disetorkan oleh
Notaris APW SH ke Kas Negara.
Karena jalan musyawarah buntu, tak ada jalan lain bagi
pelapor kecuali harus melapor ke Polrestabes Surabaya. Ternyata hingga sekarang
ini perkaranya masih jalan di tempat, yang membuat pelapor sangat kecewa dan
penuh tanda tanya,“Ada apa gerangan wahai bapak polisi dan bapak jaksa?” (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment