HEBOH KASUS SUMBER WARAS
BPK menyebut adanya
perbedaan harga lahan yang mengindikasikan kerugian negara Rp 191,3 miliar.
Sebaliknya, Ahok menganggap tidak ada pelanggaran.
Masalah itu tidak akan menghambat pembangunan
rumah sakit
kanker dan jantung di atas lahan RS Sumber Waras tersebut.
|
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) RI akan
mengundang ahli untuk memberikan keterangan seputar kasus pembelian lahan Rumah
Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Saat ini, laporan
kerugian dalam pembelian lahan Sumber Waras tersebut masih diselidiki oleh KPK.
"KPK
memerlukan keterangan ahli untuk memperkuat hasil audit BPK, kami masih butuh
keterangan ahli," ujar Pelaksana Harian (PLH) Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk
Andriati, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/4).
Rencananya,
KPK akan mengundang ahli keuangan dan ahli pertanahan untuk memberikan
keterangan. Keterangan para ahli itu nantinya akan dibandingkan dengan hasil
audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
"Audit
BPK itu salah satu, tapi tidak hanya itu saja yang digunakan KPK," kata
Yuyuk.
Menurut
Yuyuk, saat ini penyelidik KPK telah meminta keterangan dari 50 orang terkait
penyelidikan kasus Sumber Waras. Salah satu yang telah diundang untuk memberi
keterangan adalah Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Pelaksana Harian (PLH) Kepala Biro Humas KPK,
Yuyuk Andriati.
|
KPK
tengah menyelidiki ada atau tidaknya tindak pidana korupsi dalam pembelian
lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta tersebut. Penyelidik KPK masih
melakukan investigasi terhadap hasil audit BPK. Salah satunya, KPK
membandingkan hasil audit tersebut dengan keterangan yang diberikan Gubernur
DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sebelumnya, Ahok sudah dimintai
keterangan selama 12 jam terkait masalah itu.
BPK
menyebut adanya perbedaan harga lahan yang mengindikasikan kerugian negara Rp
191,3 miliar. Sebaliknya, Ahok menganggap tidak ada pelanggaran. Ahok merasa
senang KPK mengusut masalah lahan Sumber Waras sehingga akan ada kepastian
hukum.
Memang,
KPK akan memberikan kepastian hukum mengenai laporan kerugian negara dalam
kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras tersebut.
Wakil
Ketua KPK, Laode Muhammad Syarief, memastikan bahwa hasil penyelidikan KPK akan
diumumkan kepada publik. "Seandainya nanti hasil penyelidikan KPK
dikatakan ini tidak ada tindak pidana korupsinya, pasti diumumkan. Dan kalau
ada tindak pidana korupsinya juga pasti diumumkan," ujar Syarief di Gedung
KPK, Jakarta, Jumat (15/4).
Wakil
Ketua KPK, Laode Muhammad Syarief.
|
Menurut
Syarief, hingga saat ini kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
Penyelidik
KPK masih melakukan investigasi terhadap hasil audit BPK terkait pembelian
lahan milik RS Sumber Waras tersebut. "Kalau fakta dan buktinya cukup,
maka akan kami lanjutkan. Kalau tidak cukup, maka tidak akan kami
lanjutkan," tandas Syarief.
Kasus
Sumber Waras ini bermula dari temuan BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta yang
menyatakan terdapat pelanggaran prosedur dan kerugian negara dalam pembelian
lahan RS Sumber Waras seluas 36.410 meter persegi oleh Pemprov DKI Jakarta itu.
Kerugiannya mencapai Rp 191,3 miliar.
Atas
temuan BPK Perwakilan DKI Jakarta itu, sejumlah pihak melapor ke KPK. KPK kemudian
meminta BPK RI melakukan audit investigatif. Hasilnya sama dengan temuan BPK
DKI Jakarta yaitu pembelian rumah sakit itu melanggar prosedur pengadaan tanah
dan mengakibatkan kerugian negara Rp 191,3 miliar. Seiring dengan
berlangsungnya penyelidikan KPK terhadap kasus Sumber Waras ini muncul pro dan
kontra sehingga memicu kehebohan. Apalagi disebut-sebut melibatkan Gubernur DKI
Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang pada Pilkada 2017 mendatang
mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta melalui jalur independen.
Koordinator
Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, menyarankan agar
BPK melakukan peer review atau
pengujian ulang terhadap hasil audit investigatif yang mereka lakukan terkait
pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta. Sebab, ia
menduga, ada kemungkinan bahwa audit tersebut dilakukan tidak sesuai dengan
standar pemeriksaan. Dugaan ini berangkat dari analisis ICW terhadap laporan
hasil pemeriksaan (LHP) BPK terhadap keuangan Pemprov DKI Jakarta. Berdasarkan
LHP tersebut, ICW melihat adanya ketidaksesuaian antara kriteria yang
ditetapkan BPK dan kondisi yang ditemukan.
"Dari
laporan hasil pemeriksaan BPK, kami mengklasifikasikan tidak memenuhi
standar-standar pemeriksaan, antara kriteria yang ditetapkan dan kondisi yang
ditemukan," ujar Firdaus.
Firdaus
mencontohkan penggunaan Perpres No.71 Tahun 2012 oleh BPK dalam menilai benar
atau tidaknya dasar hukum pembelian lahan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Menurutnya,
aturan tersebut sedianya tidak lagi menjadi acuan BPK karena sudah ada aturan
yang baru terkait proses pembelian lahan, yakni Perpres No.40 Tahun 2014.
Berdasarkan
Perpres No.40 Tahun 2014 tersebut pembelian lahan kurang dari 5 hektar dapat
dilakukan melalui proses langsung tanpa harus mengikuti proses yang ada dalam
aturan lama.
Hal
kedua terkait cara BPK membandingkan pembelian lahan Sumber Waras pada 2014
dengan rencana pembelian lahan oleh PT Ciputra Karya Utama.
Firdaus
mengatakan, tahun yang dibandingkan untuk menilai nilai jual obyek pajak (NJOP)
jelas berbeda karena NJOP telah naik berdasarkan peraturan gubernur tahun 2013.
Ketiga, persoalan bahwa sertifikat kepemilikan lahan dan hak guna bangunan
(HGB) yang secara administratif tercatat beralamat di Jalan Kyai Tapa, bukan di
Jalan Tomang Utara seperti yang diklaim oleh BPK.
Firdaus
mengatakan, peer review yang
disarankannya itu bisa dilakukan oleh Asian
Organization of Supreme Audit Institution (Asosiasi BPK se-Asia) dan International Organization of Supreme Audit
Institution (Asosiasi BPK sedunia). "Jadi, BPK seharusnya meminta peer review, khususnya terhadap audit
investigasi Sumber Waras," ujar Firdaus.
Sedangkan
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menyampaikan bahwa
pembangunan rumah sakit khusus kanker dan jantung di sebagian lahan Rumah Sakit
Sumber Waras yang telah dibeli Pemprov DKI Jakarta itu ditaksir memerlukan dana
Rp 1 triliun. Menurut Ahok, rancangan rumah sakit yang akan dibangun tersebut
sudah jadi. "Bisa hampir Rp 1 triliun karena ada apartemennya, 1.000
ranjang," kata Ahok di Balai Kota, Kamis (21/4).
Tapi,
meskipun rancangannya sudah jadi, menurut Ahok, pembangunan rumah sakit itu
tidak bisa segera dilaksanakan. Sebab, ada aturan dari Kementerian Dalam Negeri
bahwa seorang kepala daerah tidak boleh mengeksekusi program tahun jamak pada
dua tahun sisa masa jabatannya. Adapun masa jabatan Ahok akan berakhir pada
Oktober 2017. "Makanya, saya lagi pikir bagaimana swasta; bisa bantu,
enggak. Lagi nyari-nyari nih, KLB mana lagi yang bisa kami mintain karena
bangunnya mahal," ujar Ahok.
Soal pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemprov
DKI Jakarta yang masih diselidiki KPK, Ahok memastikan bahwa masalah itu tidak
menghambat pembangunan rumah sakit kanker dan jantung di atas lahan RS Sumber
Waras tersebut. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment