HSU Siapkan Perda Perlindungan Perempuan Dan Anak
Wabup HSU, Husairi Abdi
|
PEMERINTAH Kabupaten Hulu Sungai Utara
(HSU) bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) HSU dan
instansi terkait lainnya terus berupaya untuk memberikan perlindungan terhadap
perempuan dan anak-anak. Apalagi beberapa waktu lalu ada kasus penganiayaan,
penelantaran, pengusiran dan perlakuan yang salah oleh orangtua atau orang lain
terhadap anak-anak, sehingga perlu adanya upaya legal dalam hal untuk memberi
perlindungan.
Untuk itulah
Panitia Khusus (Pansus) I DPRD Kabupaten HSU menyelesaikan pembahasan dua dari tiga Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) Inisiatif DPRD yang salah satu Raperda itu membahas tentang Penyelenggaraan
Perlindungan Perempuan dan Anak, serta menerbitkannya untuk mengantisipasi
terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak yang lemah secara fisik dan memang rentan mendapat perlakuan
kekerasan sehingga perlu mendapat perlindungan.
Pansus I
mengusulkan agar Raperda perlindungan terhadap perempuan dan anak disetujui dan
ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda), sehingga penanganan dan
perlindungan perempuan dan anak khususnya di Kabupaten HSU mendapat payung hukum dan penganggaran.
Diharapkan
melalui Perda bisa mengurangi bahkan menghapus kekerasan dan eksploitasi
terhadap perempuan dan anak, memberikan rasa aman, pelayanan, pemberdayaan dan
pemenuhan hak-hak mereka.
Selain
membentuk Pansus I yang membahas Raperda perlindungan anak, Raperda tentang
kota layak anak dan Raperda pemberian Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif juga dibentuk
Pansus II untuk membahas Raperda tentang jam kerja dan keprotokolan di lingkungan Pemda HSU.
Seperti yang
dikatakan Wakil Bupati HSU, Husairi Abdi, bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten HSU menyetujui Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak untuk disahkan
menjadi Perda dan berharap tidak terdapat kendala dalam penerapannya sehingga
bisa diimplementasikan dan disosialisasikan.
Raperda itu diajukan sebagai pemenuhan atas
amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti UU No.7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Raperda yang nantinya disahkan
menjadi Perda untuk perlindungan perempuan dan anak itu selain
bertujuan mencegah terjadinya tindak kekerasan juga memberdayakan korban
kekerasan.
Wabup Husairi
juga mengatakan, guna mengurangi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, pemda melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak sudah membentuk Pusat Informasi dan Komunikasi (PIK) Keluarga
di semua desa dan kelurahan.
Bersama raperda perlindungan perempuan dan anak ini, imbuhnya, pemda juga menyetujui dua raperda inisitif DPRD lainnya yakni raperda tentang pemberian air susu ibu (ASI) dan raperda tentang jam kerja dan keprotokolan di lingkungan Pemkab HSU.
Seperti diketahui dasar hukum perlindungan
terhadap perempuan dan anak termaktub dalam Undang-Undang (UU) No.32 Tahun 2002
yang diubah menjadi UU No.35 Tahun 2014. Melalui UU tersebut, pemerintah
mengakui hak anak, hak azasi yang melekat pada anak seperti hak hidup, hak
tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak partisipasi.
Dengan perda yang telah disiapkan DPRD HSU, secara fisik Pemerintah
Daerah HSU perlu menyediakan rumah aman (Children
Protection Home) dan pusat pelayanan terpadu (PPT) bagi perempuan dan anak
korban tindak kekerasan.
Rumah aman akan dilengkapi tenaga
pendamping dari unsur pendidik, dokter, psikolog, ulama serta berjaringan
dengan pengacara perempuan dan anak, termasuk unit RKP di kepolisian.
Bupati HSU, Abdul Wahid, di tengah anak-anak.
|
Selain itu, hal yang tidak
boleh dibiarkan begitu saja
adalah perlindungan anak dari terpaan media informasi dan tontonan yang tidak
mendidik, sehingga bisa berdampak buruk mengubah watak dan perilaku anak ke
arah yang negatif. Untuk itu sangat penting dilakukan pengawasan dan pengaturan jam
kunjungan anak di warung internet atau warnet, karena dampak buruk informasi dan
tontonan di media bisa berdampak memicu perilaku anak menjadi negatif.
Meskipun perda baru diajukan namun
pihak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Kabupaten HSU selaku
instansi terkait
sudah membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (P2TP2A) sebagai pusat pemberdayaan.
Bahkan P2TP2A ini bersinergi dengan
unit pelayanan lainnya seperti
Pusat Informasi dan Konseling (PIK) keluarga hingga ke tingkat
kelurahan dan desa. Melalui PIK Keluarga membantu fasilitasi dan mediasi bagi
sengketa rumah tangga agar kembali menjadi keluarga yang utuh, karena rumah
tangga yang retak bisa menyisakan masalah baru terkait perempuan dan anak.
Sebagai upaya menekan angka
kekerasan terhadap anak, Pemkab
HSU segera mewujudkan Program Kabupaten Layak Anak (KLA). Terwujudnya KLA akan
membuat seorang anak dapat bertumbuh-kembang secara sehat, terhindar dari aksi
kekerasan dan berbagai pengaruh lingkungan negatif.
Sebenarnya sudah banyak upaya Pemkab
HSU yang bertujuan untuk pemenuhan hak anak, namun belum terintegrasi, sehingga
perlu dipadukan
dan terus dikawal untuk menuju kabupaten layak
anak.
Diharapkan program KLA tidak hanya mencakup Kota
Amuntai saja namun juga wilayah kecamatan, sehingga pemerintah kecamatan juga
diminta bisa menyediakan lahan untuk membangun ruang terbuka hijau sebagai
sarana tempat bermain anak dan keluarga. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment