Di Balik Tudingan Memeras Ratusan Juta Rupiah,
JPU Jamin Proses Hukum Korupsi Bedah Rumah Fair
Agus Budiarto SH.
|
DI tengah pergunjingan
pemerasan dengan berbagai modus dan dalih dalam penanganan korupsi bedah rumah,
ketua tim jaksa penuntut umum (JPU) kasus tersebut memastikan proses hukum
kasus tersebut akan berjalan sesuai semangat dan harapan tujuan pemberantasan
korupsi.
Proses lanjutan kasus dugaan korupsi bedah rumah di Banyuwangi
ditandai dengan penahanan kepada tersangkanya ketika pelimpahan BAP dari
penyidik kepada penuntut. Penahanan kepada tersangkanya dilakukan pada
pertengahan April 2016. Namun hingga kini masih menyisakan pergunjingan upaya deal-deal dana pemerasan.
Awalnya jaksa di Kejari Banyuwangi berulah dengan mulai melakukan penawaran
kasus tersebut tidak dilanjutkan. Modus pemerasan dengan beralibi pinjam dana
kepada pihak yang terkait kasus tersebut hingga dana jaminan penahanan.
Dalam catatan FAKTA, awal ramainya kasus tersebut terkait beberapa
jaksa sempat rnendatangi Anggrid di Kantor Badan Pemberdayaan Masyarakat
(BPM) Banyuwangi. Tim jaksa yang mengatasnamakan menangani kasus tersebut
menawarkan kepada Anggrid yang menjabat Kabid BPM-PEMDES agar kasus tersebut
ditutup, tidak diproses hukum. Nilai sejumlah dana tak jadi disepakati karena
program yang didanai APBN 2013 senilai Rp 945 juta untuk 146 unit rumah di Kelurahan
Banjarsari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, tersebut
saat itu belum rampung.
“Penawaran dari angka Rp 900
juta turun hingga Rp 200 juta, namun tak jadi karena memang waktu itu programnya
belum mencapai 50%. Bukti percakapannya ada,” kata sumber kepada Hayatul Makin
dari FAKTA.
Kontroversi terus bergulir ketika dua tersangka, Anggrid dan Suliyono,
selaku pendampingan masyarakat Kelurahan Banjarsari tak segera ditangani.
Mereka menyandang status tersangka hampir 2 tahun tapi proses hukum mereka tak
jelas kelanjutannya.
Perlu diketahui bahwa kasus bedah rumah di Kelurahan Banjarsari
tersebut ditangani Kejari Banyuwangi sejak Kasipidsusnya dijabat Paulus Agung
Widaryanto SH. Selanjutya dijabat Arief Abdillah SH dan kini dijabat Adi
Palebangan SH.
Belakangan terungkap salah satu tersangka mengaku telah membayar
dana jaminan tidak ditahan atas permintaan Jaksa Elsius Saklori sebesar Rp 50
juta. “Jaksanya minta dana sejumlah itu dan uangnya sudah
diserahkan langsung kepada jaksanya. Apakah uang itu oleh jaksanya disetorkan
kepada bank sesuai prosedurnya, saya nggak tahu, itu urusan jaksanya,” kata
Ribut Puryadi SH, salah satu kuasa hukum tersangka korupsi bedah rumah di Kelurahan
Banjarsari.
Modus pemerasan oleh jaksa disebut-sebut juga dilakukan kepada
Misri selaku penyedia bahan material program bedah rumah yang takut dijadikan
tersangka dan ditahan oleh kejaksaan. Misri mengklaim telah
diperas oleh Jaksa Elsius Sakalori dan Ari Dewanto. Jaksa Elsius Sakalory
meminta dan sudah diberi masing-masing Rp 80 juta dan Rp 40 juta yang dibayarkan
di rumah dinas, berlanjut permintaan dana Rp 25 juta yang dibayarkan di tempat yang
sama rumah dinas Kejari Banyuwangi. Misri kembali dipanggil
ke Kantor Kejari Banyuwangi untuk menyerahkan dana Rp 15 juta.
Selain itu, masih menurut pengakuan Misri, satu jaksa yang pernah
ikut dalam Tim Penyelidikan, Ari Dewanto, meminta sejumlah dana
kepadanya senilai Rp 20 juta dengan alibi pinjam untuk urusan mobil. Menurut
Misri, dana tersebut diberikannya juga di rumah dinas Kejari Banyuwangi.
“Nggak, Mas, nggak ada dana itu,” bantah Ari Dewanto ketika
dikonfirmasi FAKTA beberapa waktu lalu.
Kronologinya, program bedah rumah di Kelurahan Banjarsari yang didanai
APBN tahun 2013 senilai Rp 945 juta itu mestinya digunakan untuk
membangun 146 unit rumah. Pencairan dananya ditransfer langsung ke
rekening masing-masing KK penerima dan dibagi dalam 2 tahap termyn. Dana tersebut mestinya harus langsung diteruskan kepada Misri,
pemilik toko (UD) Pondok Tresno, selaku penyedia bahan material bangunannya. Ternyata
tersangka Suliyono hanya membayarnya dengan rekening koran sekitar Rp 162 juta.
Dalam pelaksanaannya pun masyarakat hanya menerima semen 3 sak,
pasir 1 pick up dan batako 50 biji.
Keuntungan dari korupsi program itu selain diduga dilakukan
Suliyono juga menjerat Anggrid yang dijuga menerima dana sekitar Rp 200 juta
dari hasil korupsi tersebut. Namun, informasi yang diterima FAKTA, Anggrid segera menyerahkan kembali dana
tersebut ketika program bedah rumah diproses hukum oleh Kejari Banyuwangi.
Ketua Tim JPU kasus korupsi bedah rumah, Agus Budiarto SH, mengaku
tidak tahu-menahu soal dana pemerasan dan jaminan penahanan tersebut. Agus
berjanji kasus korupsi yang ditanganinya bersama tim itu bersih dari upaya apa pun. ”Tulis itu, saya tidak akan main-main menangani kasus ini, kalau
sebelumnya informasinya seperti itu, wah itu saya nggak tahu, saya juga baru
mendengar itu sekarang. Yang perlu diketahui, saya kan baru menangani kasus ini
terkait penuntutan,” katanya. (F.512) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment