Gonjang-Ganjing
Dana Hibah Terjawab
Dewan sambut gembira
turunnya Permendagri No.41/2016 tentang Dana Hibah.
|
DANA hibah yang semestinya
diperuntukkan buat badan usaha yang berbadan hukum yang
disahkan Kemenkum dan HAM telah diubah. Turunnya Permendagri No.41/2016 menjawab
gonjang-ganjing peruntukan dana hibah tersebut. Anggota DPRD Provinsi
Jatim,
Abdul Halim, menyambut gembira turunnya Permendagri No.41/2016 tentang
Dana Hibah sebagai revisi dari Permendagri No.52/2015
tersebut. Karena dengan begitu program
pembangunan yang digagas pemerintah yang selama ini sulit menembus
hingga wilayah pelosok tetap akan bisa berjalan. Apalagi
permintaan mereka tidaklah berlebihan. Paling tidak
untuk pavingisasi, pembangunan masjid/mushola hingga perbaikan
irigasi.
“Jujur saya lega
dengan keluarnya permendagri tersebut. Paling tidak masyarakat
khususnya yang berada di pelosok desa bisa menerima akses pembangunan yang
diambilkan dari APBD. Dan saya optimis alokasi dana hibah yang masuk dalam APBD
Provinsi Jatim 2016 akan terserap secara optimal,’’
papar politisi asal
Partai Gerindra ini, Minggu (3/4).
Keluarnya
Permendagri No.41/2016 sebagai revisi dari Permendagri No.52/2015 sebagai
turunan dari UU No.23/2014 tentang Penerima
Dana Bansos atau yang lebih dikenal dengan dana hibah tersebut
disambut
baik oleh semua anggota dewan. Namun demikian ada catatan jika
pemberian dana hibah dapat langsung diberikan dengan nilai sebesar Rp 20 juta. Dipastikan alokasi dana hibah yang tercantum dalam APBD
Provinsi Jatim 2016 sebesar Rp 5,1 triliun dapat terserap optimal di
masyarakat.
Secara
terpisah,
Anggota DPRD Jatim lainnya, Hamy Wahjunianto, tak terlalu
risau dengan munculnya revisi permendagri
itu.
Pasalnya, mereka yang mendapatkan dana hibah itu rata-rata yayasan, di mana mereka sudah memiliki Badan Hukum
dari Kemenkum dan HAM RI. “Sebenarnya masalah tersebut sudah dipikirkan sejak
2011 lalu. Dan untuk tahun 2016 ini yang saya usulkan adalah yayasan yang
memiliki usia minimal 3 tahun. Jadi saya pribadi tidak ada masalah dengan
Permendagri yang lama No.52/2015,’’ tegas politikus asal PKS ini.
Demikian halnya
dengan
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim, Achmad Iskandar,
yang
mengaku jika untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang kecil-kecil untuk dana
hibahnya diserahkan oleh Satuan Kerja (Satker) di masing-masing SKPD. Dan
rata-rata mereka menerima dana hibah maksimal Rp 20 juta. Sementara untuk yang
menerima Rp 50 juta ke
atas
syaratnya harus memiliki Badan Hukum yang dikeluarkan oleh Depkum
dan HAM.
Anggota Fraksi Partai
Demokrat,
Hartoyo, mengaku, revisi dana hibah yang saat ini berada di Kementerian Dalam
Negeri (Kemendagri) itu tinggal
ditandatangani oleh Presiden. Diharapkan masyarakat atau pokmas yang akan
menerima dana hibah tersebut juga dipermudah atau tidak dipersulit.
Pria yang juga anggota Komisi A
DPRD Provinsi Jatim ini telah mendatangi Kemendagri di
Jakarta
beberapa waktu lalu. Dalam kunjungan ke Jakarta tersebut DPRD Provinsi
Jatim
meminta kepada pemerintah agar mempermudah bagi kelompok pengajian, perkumpulan lansia, masjid untuk
dapat
menerima dana hibah secara langsung tanpa harus
berbadan
hukum. "Permintaan kelompok kecil penerima dana hibah seperti
perkumpulan pengajian, masjid, dan lansia ini langsung
direspon positif oleh mendagri dan sekarang tinggal menunggu tanda
tangan dari presiden saja," ujarnya.
Hartoyo pun
menghimbau
kepada para konstituennya untuk bersabar, karena sejak adanya perubahan
regulasi terhadap UU No.23 Tahun 2014 tentang penerima
bantuan
dana hibah harus memiliki legalitas hukum secara sah. “Saya harap
masyarakat sabar, sebab kenyataannya sekarang penerima bantuan dana
hibah
itu harus berbadan hukum. Akan tetapi sebagai wakil
rakyat saya akan terus memperjuangkan bagaimana kelompok
kecil masyarakat bisa menerima bantuan dana hibah
tanpa harus berbadan hukum,” ujar Hartoyo.
Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi
Jatim,
Abdul Halim Iskandar, mengatakan, dewan segera membahas dengan eksekutif terkait dana hibah jika Permendagri No.41/2016 itu
resmi
telah diterima. Halim beralasan
bahwa
sebagai dasar DPRD meminta kepada Gubernur Jatim untuk melakukan revisi terhadap
pergub (peraturan gubernur) soal penerimaan
dana hibah sudah ada.
Anggota Komisi D
DPRD Provinsi Jatim, Hamy Wahyunianto, mengaku bingung dengan kebijakan yang
dibuat Presiden RI terkait penerimaan dana hibah.
Menurutnya, pemerintah hanya cari sensasi saja dan ingin membuat kebijakan baru meski
dianggap tak populis dan merugikan rakyat.
Hamy pun menuding pemerintah menghilangkan hak masyarakat. Sebab,
selama ini yang membutuhkan dana hibah adalah
kelompok masyarakat yang selama ini tidak terjangkau pembangunan dan menjadi
program pemerintah. "Saya melihat pemerintah gegabah dalam mengambil
kebijakan. Lihat saja pada Permendagri No.52/2015 tentang Dana Hibah, di mana aturan sebelumnya sangat membantu masyarakat yang ada di lapisan bawah untuk mendapatkan
program pembangunan dari pemerintah. Tapi dalam perjalanannya, setelah muncul banyak
protes, tiba-tiba permendagri yang ada itu direvisi. Ini kan
namanya plin-plan,” tambahnya.
Di lain pihak, Gubernur Jatim, Soekarwo, mengatakan, pihaknya menunggu keputusan resmi Presiden Joko
Widodo untuk mengesahkan Permendagri No.41/2016. "Memang saya
mendengar jika mendagri telah merevisi Permendagri No.52/2015 menjadi Permendagri No.41/2016 terkait dana hibah,”
terang Soekarwo. Tapi, Pemprov Jatim tetap menunggu hingga revisi permendagri itu ditandatangani Presiden Jokowi untuk dijadikan landasan hukum
dalam melakukan revisi pergub tentang penerimaan dana hibah. (F.809) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment