Dewan Soroti Tiang Micro
Cellular Tak Berijin
Ir H Sudirjo,
Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya.
|
DIDUGA tak berijin, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Kota Surabaya terus soroti berdirinya tower-tower selular yang marak di Surabaya. Saat hearing terkait pemasangan fiber optik
dan tower di ruang Komisi C, Senin (11/4), terungkap setidaknya ada 19 titik
tiang mikrosel (MCP/microcell pole)
yang tidak berizin.
Komisi
C DPRD Kota Surabaya minta Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyiapkan data
lengkap. Komisi yang membidangi pembangunan itu menduga masih banyak tower
maupun MCP yang dipasang tanpa dilengkapi izin.
Menurut
Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya, Ir H Sudirdjo, tanpa adanya tindakan tegas
hal itu sama saja pemkot maupun DPRD Surabaya dilecehkan. Apalagi, tambah dia,
pengusaha-pengusaha terkait dengan pemasangan tower maupun kabel optik yang
diundang hearing di Komisi C tidak
datang.
"Bagaimana
bisa, sudah berdiri kok izinnya
diketahui tidak ada. Apa perlu kita nanti bareng-bareng menyaksikan perobohan tower-tower itu," ujarnya.
Komisi
C DPRD Kota Surabaya minta pemerintah kota transparan dan lebih tegas dalam
penertiban utilitas pemancar telekomunikasi, baik macrocell maupun microcell,
yang tak berizin. Komisi bidang pembangunan ini menilai, pembiaran terhadap
pelanggaran perizinan bisa merendahkan martabat Pemkot Surabaya.
"Jangan
setengah-setengah kalau mau menertibkan, karena kewibawaan pemkot tergantung
dari tindakan. Wong sudah jelas-jelas
tidak ada izinnya kok masih
dipertimbangkan. Ini kan sudah ada pelanggaran,"
tandas Sudirdjo, Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya.
Hasil
penelusuran dewan, ada indikasi perusahaan-perusahaan terkait pemasangan fiber
optik dan tower seluler tersebut mendapatkan izin yang janggal dari pemangku
regulasi penggalian kabel fiber optik maupun perizinan tower. Kedua proyek
tersebut berdiri secara terpisah, namun harus memenuhi proses perizinan.
Dewan minta
Pemkot Surabaya tegas.
|
Menurut
Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Syaifuddin Zuhri, hearing digelar terkait proyek pemasangan utilitas fiber optik di
jalan-jalan Kota Pahlawan, serta pemasangan tower
macrocell maupun microcell.
Hearing ini digelar menyusul revisi Perwali
Surabaya No.49 Tahun 2015 menjadi Perwali No.8 Tahun 2016 tentang Pemasangan Utilitas.
Pasalnya, pemasangan kabel bawah tanah itu dinilai tak sejalan dengan kebijakan
Walikota Surabaya. Perwali 49/2015 diterbitkan akhir September 2015, tiga hari
jelang berakhirnya masa jabatan periode pertama Tri Rismaharini sebagai Walikota
Surabaya. Sedang Perwali 8/2016, disosialisasikan jajaran Pemkot Surabaya di
Gedung Wanita, Jalan Kalibokor, pada Rabu (30/3).
Pada
kesempatan itu, Syaifuddin memberi catatan khusus bagi PLN. Dia berpendapat,
PLN punya andil dalam keruwetan pemasangan tower-tower
selular, sebab memberi aliran listrik tanpa koordinasi dengan jajaran terkait
di Pemkot Surabaya. Menurut Ipuk, sapaan akrabnya, seharusnya PLN memeriksa
lebih dulu kelengkapan izin tower-tower
yang minta pemasangan aliran litrik. "Aliran listrik dari PLN memang
kebutuhan dasar. Tapi tetap harus koordinasi dengan pemkot. Kita minta PLN kaji
ulang seluruh permohonan, sebelum memutuskan pemasangan aliran listrik,"
tandasnya.
Sedang Vinsensius, Anggota Komisi C lainnya, tak hanya
menyoroti masalah pemasangan kabel fiber optik maupun MCP. Dia minta pemerintah
kota juga transparan terkait pemasangan pemancar microcell di papan-papan reklame, khususnya soal berapa titik yang
sudah dipasang dan masalah perizinannya. (F.809) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment