Friday, February 3, 2017

UNTAIAN PERISTIWA

MENGAKU ISTRI ADVOKAT, INDRAWATI MENGGUGAT

Dari kiri : Indrawati, Maghfiroh dan Burhanuddin.
SAAT ini majelsis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Jawa Timur, sedang menyidangkan perkara unik dan langka. Betapa tidak, dua remaja kakak-beradik digugat seorang janda cantik bersama anak kandungnya bernama Indrianto, karena merasa tanahnya diserobot dan dihaki oleh Maghfiroh dan Burhanuddin yang notabene masih remaja dan jomblo.
Dan, tak tanggung-tanggung, luas tanah yang digugat itu 3.740 m2 yang di atasnya berdiri sederet rumah lengkap dengan para penghuninya. Rumah pertama dihuni oleh Burhanuddin dan Maghfiroh (para tergugat) dan rumah kedua dan seterusnya dihuni oleh Rochim, Petekul/Fatchul, Wito dan Riyan (para turut tergugat).
Para tergugat dan turut tergugat tersebut digugat oleh Indrawati bersama anak kandungnya, yang dikuasakan kepada Advokat Nurlailah SH berkantor di kawasan Jalan Duran Karangpuri, Sidoarjo.
Disebutkan dalam gugatan setebal 7 halaman bahwa para penggugat sebagai ahli waris H Mustofa Sutopo SH, advokat yang wafat tahun 1994.  Dengan sendirinya tanah seluas 3.740 m2 milik alm H Mustofa Sutopo itu jatuh ke tangan Indrawati dan Indrianto. Sebab, kata Nurlailah dalam gugatannya, Indrawati pernah menikah dengan H Mustofa Sutopo pada tahun 1977 di Pacitan, akte nikahnya nomor 163/I A/I.1/1977.
Usai menikah keduanya hidup dan tinggal di Surabaya, sementara tanah di Sidoarjo itu dibiarkan kosong bertahun-tahun. Namun, pada tahun 1984, tanah tersebut sebagian didirikan sebuah bangunan untuk kegiatan keagamaan yang ditempati dan dirawat oleh Hajjah Maimunah, nenek Burhanuddin dan Maghfiroh (para tergugat) atas seijin alm H Mustofa Sutopo.
Penguasaan tanah tesebut, kata Nurlailah lebih lanjut, merupakan penghunian yang tidak berdasar, karena tidak pernah ada hubungan hukum apa pun. Apalagi berkilah dari nenek, seterusnya dari alm Safaah, kemudian ke para tergugat. “Penghunian rumah oleh yang bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau ijin dari pemilik,” kata Nurlailah yang mohon kepada hakim agar tergugat dihukum ganti rugi sebesar Rp 660.000.000,- serta tergugat wajib meninggalkan dan mengosongkan rumah  di atas tanah tersebut.  Begitu juga para turut tergugat yang mengaku menyewa rumah yang berdiri di atas obyek sengketa dari para tergugat.
Adanya gugatan tersebut, muncullah Nursyam BS sebagai penggugat intervensi. Yakni, pihak yang berkepentingan dengan tanah obyek sengketa tersebut. Dijelaskan oleh Teguh B Cahyono SH MH, kuasa hukum dari penggugat intervensi, bahwa Nursyam BS berhak atas tanah seluas 3.740 m2.  Dasarnya adalah Nursyam BS membeli dari Sunardi dan dibuatkan akte oleh Notaris di Kabupaten Sidoarjo. Ditegaskan Teguh dalam kesimpulannya bahwa sesuai pasal 285 Rbg jo pasal 1868 BW, akte merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut dan para ahli warisnya serta orang-orang yang mendapatkan hak darinya.

Dan, perlu diketahui, kata Teguh, bahwa Indrawati juga mengaku bernama Sendang Ngawiti. Penggantian nama yang dilakukan oleh penggugat dalam perkara perdata nomor 76/Pdt.G/2016/PN.Sda tersebut belum dilegalkan dengan Penetapan dari pengadilan negeri tempat tinggalnya. Sehingga, katanya lebih lanjut, belum memenuhi ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang Administrasi Kependudukan yang telah disahkan oleh pemerintah pada tahun 2006. Sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya. “Karena kekuatan pembuktian akta otentik itu berhubungan dengan sifat publik dari jabatan notaries”. (F.302) web majalah fakta /majalah fakta online / mdsnacks

No comments:

Post a Comment