KENAPA PDIP PILIH AHOK ?
DR Ir Tri
Risma Harini MT alias Bu Risma santer didengung-dengungkan
oleh PDIP akan dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta. PDIP
waktu itu bertekad akan mengusung kader partainya sendiri,
tidak mau mendukung kader parpol lain karena PDIP
memenuhi syarat untuk mengusung dan mencalonkan sendiri.
Di DPRD DKI Jakarta, PDIP
dapat 28
kursi.
Pada saat Ahok menyatakan mencalonkan diri lewat jalur independen kelihatannya Ketua Umum PDIP,
Megawati Soekarno Putri, kebingungan. Siapa yang
layak untuk dicalonkan jadi Gubernur DKI menghadapi Ahok ? Hingga sempat dipilih dua nama kader PDIP, yaitu Ridwan Kamil yang sekarang menjadi Walikota Bandung dan Tri Risma Harini yang sekarang menjadi Walikota Surabaya. Namun, Ridwan
Kamil belakangan disebut-sebut dipanggil oleh Jokowi
agar tetap menjadi Walikota Bandung saja dan
nantinya akan dicalonkan
menjadi Gubernur Jawa Barat. Nyatanya, Ridwan Kamil menyatakan tidak bersedia untuk dicalonkan sebagai Gubernur
DKI Jakarta. Walhasil tinggal Bu Risma yang
saat itu bisa diandalkan PDIP untuk
menandingi Ahok.
Bu Risma sudah tidak diragukan lagi kualitas,
kredibilitas, popularitas dan kemampuannya untuk memimpin. Hal itu
dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang diraihnya
dari
berbagai negara. Bahkan, dunia mengakuinya sebagai walikota
terbaik sedunia. Jadi, sudah tidak diragukan lagi untuk dicalonkan
menjadi Gubernur DKI Jakarta. Namun, Bu Risma selalu menolak dengan
alasan sudah telanjur berjani pada warga Surabaya untuk
menjadi walikota sampai masa akhir jabatannya tahun
2020. Megawati Soerkarno Putri sebagai Ketua Umum PDIP
nampak sudah berusaha merayu, mendorong, mendesak,
memaksa sampai berkali-kali. Toh Bu Risma tetap enggan
untuk dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Akhirnya, Bu Risma dipaksa para
elit politik PDIP yang mengatakan bahwa kader PDIP
tidak bisa menolak penugasan partai, mau tidak
mau harus mau. Kader partai harus taat dan patuh pada partai,
tidak bisa menolak. Hingga Bu Risma memberikan lampu kuning dengan menyatakan bahwa tentang semua itu diserahkannya
pada Allah/Tuhan dan Ketua Umum PDIP, Megawati
Soekarno Putri.
Adanya lampu kuning dari Bu Risma tersebut spontan didukung oleh 7 partai
politik yaitu PDIP, Gerindra, PKS, PKB, PAN, PPP
dan Partai Demokrat dengan membentuk koalisi
kekeluargaan. Mereka sepakat mencalonkan Bu Risma sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Sandiaga
Uno sebagai Wakilnya. Ketua Umum PDIP,
Megawati Soekarno Putri, pada saat jumpa pers untuk pencalonan
Gubernur DKI Jakarta selalu memuji Bu Risma dan
menyindir Ahok yang sepertinya tidak cocok menjadi Gubernur DKI
Jakarta dan kelihatannya
tidak akan mencalonkan Ahok lagi untuk menjadi
Gubernur DKI Jakarta.
Tetapi sepertinya Presiden Jokowi
menginginkan Ahok tetap menjadi Gubernur DKI Jakarta sehngga dapat melaksanakan
program-programnya saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, termasuk proyek
reklamasi pantai utara Jakarta. Keinginan Presiden Jokowi itu sepertinya
didukung pula oleh Wiranto yang juga Ketua Umum DPP Partai Hanura yang sekarang
menjadi Menko Polhukam. Terbukti Hanura bersama-sama Nasdem
dan Golkar telah terlebih dahulu mendukung pencalonan Ahok. Dan belakangan ketiga parpol yang mendukung pemerintahan Presiden Jokowi
itu disebut-sebut “telah berhasil mempengaruhi” Megawati Soekarno Putri untuk mencalonkan
lagi Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Terbukti apa yang terjadi kemudian benar-benar sangat mengejutkan sebagian besar kalangan di Tanah Air. Pada tanggal
20 September 2016, pukul 20.00 WIB, Sekjen DPP PDIP
mengumumkan bahwa DR Ir Tri Risma Harini MT tidak jadi
dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta oleh Ketua Umum DPP
PDIP, Megawati Soekarno Putri, dan yang jadi dicalonkan adalah Ahok, yang bukan kader partainya sendiri.
Pada saat diumumkan sebagai calon
Gubernur DKI Jakarta oleh PDIP, hanya Ahok yang tidak memakai
jas warna merah khas PDIP. Padahal Ahok sudah
mengetahui kalau dirinya akan diumumkan sebagai calon
Gubernur DKI Jakarta oleh PDIP. Tapi Ahok tidak mau memakai
jas merah dan memakai atribut khas PDIP. Itu
sudah merupakan tanda-tanda Ahok mbalelo,
tidak patuh dan taat pada PDIP karena merasa yang mencalonkannya bukan elit
PDIP tetapi pihak lain atau dapat dikatakan penguasa negeri dan tiga partai lainnya. Begitu juga
saat akan didaftarkan di KPU,
lagi-lagi hanya Ahok yang tidak memakai
jas merah khas PDIP. Disebut-sebut pada saat pertemuan
Ahok sudah diberi jas merah khas PDIP oleh
Ketua DPD PDIP DKI Jakarta untuk dipakainya, tapi Ahok
menolak. Selanjutnya Ketua Umum DPP PDIP,
Megawati Soekarno Putri, langsung memakaikannya di
badan Ahok usai pendaftaran di KPU.
Ahok sendiri mengatakan bahwa dirinya bukanlah
seorang kader partai politik mana pun
melainkan seorang profesional. Itu artinya ia
tidak mau dikendalikan oleh partai politik mana pun,
termasuk oleh PDIP. Dapat
dipastikan Ahok tidak akan peduli pada
PDIP. Hingga penulis menganggap PDIP telah salah
memilih orang. Buktikan saja nanti kebenarannya. web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
Oleh :
Imam Djasmani.
Pengamat Sosial Politik
No comments:
Post a Comment