Tuesday, February 7, 2017

OPINI

KENAPA PDIP PILIH AHOK ?


DR Ir Tri Risma Harini MT alias Bu Risma santer didengung-dengungkan oleh PDIP akan dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta. PDIP waktu itu bertekad akan mengusung kader partainya sendiri, tidak mau mendukung kader parpol lain karena PDIP memenuhi syarat untuk mengusung dan mencalonkan sendiri. Di DPRD DKI Jakarta, PDIP dapat 28 kursi.
Pada saat Ahok menyatakan mencalonkan diri lewat jalur independen kelihatannya Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, kebingungan. Siapa yang layak untuk dicalonkan jadi Gubernur DKI menghadapi Ahok ? Hingga sempat dipilih dua nama kader PDIP, yaitu Ridwan Kamil yang sekarang menjadi Walikota Bandung dan Tri Risma Harini yang sekarang menjadi Walikota Surabaya. Namun, Ridwan Kamil belakangan disebut-sebut dipanggil oleh Jokowi agar tetap menjadi Walikota Bandung saja dan nantinya akan dicalonkan menjadi Gubernur Jawa Barat. Nyatanya, Ridwan Kamil menyatakan tidak bersedia untuk dicalonkan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Walhasil tinggal Bu Risma yang saat itu bisa diandalkan PDIP untuk menandingi Ahok.
Bu Risma sudah tidak diragukan lagi kualitas, kredibilitas, popularitas dan kemampuannya untuk memimpin. Hal itu dibuktikan dengan berbagai penghargaan yang diraihnya dari berbagai negara. Bahkan, dunia mengakuinya sebagai walikota terbaik sedunia. Jadi, sudah tidak diragukan lagi untuk dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Namun, Bu Risma selalu menolak dengan alasan sudah telanjur berjani pada warga Surabaya untuk menjadi walikota sampai masa akhir jabatannya tahun 2020. Megawati Soerkarno Putri sebagai Ketua Umum PDIP nampak sudah berusaha merayu, mendorong, mendesak, memaksa sampai berkali-kali. Toh Bu Risma tetap enggan untuk dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Akhirnya, Bu Risma dipaksa para elit politik PDIP yang mengatakan bahwa kader PDIP tidak bisa menolak penugasan partai, mau tidak mau harus mau. Kader partai harus taat dan patuh pada partai, tidak bisa menolak. Hingga Bu Risma memberikan lampu kuning dengan menyatakan bahwa tentang semua itu diserahkannya pada Allah/Tuhan dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri.
Adanya lampu kuning dari Bu Risma tersebut spontan didukung oleh 7 partai politik yaitu PDIP, Gerindra, PKS, PKB, PAN, PPP dan Partai Demokrat dengan membentuk koalisi kekeluargaan. Mereka sepakat mencalonkan Bu Risma sebagai Gubernur DKI Jakarta dan Sandiaga Uno sebagai Wakilnya. Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, pada saat jumpa pers untuk pencalonan Gubernur DKI Jakarta selalu memuji Bu Risma dan menyindir Ahok yang sepertinya tidak cocok menjadi Gubernur DKI Jakarta dan kelihatannya tidak akan mencalonkan Ahok lagi untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Tetapi sepertinya Presiden Jokowi menginginkan Ahok tetap menjadi Gubernur DKI Jakarta sehngga dapat melaksanakan program-programnya saat Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta, termasuk proyek reklamasi pantai utara Jakarta. Keinginan Presiden Jokowi itu sepertinya didukung pula oleh Wiranto yang juga Ketua Umum DPP Partai Hanura yang sekarang menjadi Menko Polhukam. Terbukti Hanura bersama-sama Nasdem dan Golkar telah terlebih dahulu mendukung pencalonan Ahok. Dan belakangan ketiga parpol yang mendukung pemerintahan Presiden Jokowi itu disebut-sebut “telah berhasil mempengaruhi” Megawati Soekarno Putri untuk mencalonkan lagi Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Terbukti apa yang terjadi kemudian benar-benar sangat mengejutkan sebagian besar kalangan di Tanah Air. Pada tanggal 20 September 2016, pukul 20.00 WIB, Sekjen DPP PDIP mengumumkan bahwa DR Ir Tri Risma Harini MT tidak jadi dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta oleh Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarno Putri, dan yang jadi dicalonkan adalah Ahok, yang bukan kader partainya sendiri.
Pada saat diumumkan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta oleh PDIP, hanya Ahok yang tidak memakai jas warna merah khas PDIP. Padahal Ahok sudah mengetahui kalau dirinya akan diumumkan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta oleh PDIP. Tapi Ahok tidak mau memakai jas merah dan memakai atribut khas PDIP. Itu sudah merupakan tanda-tanda Ahok mbalelo, tidak patuh dan taat pada PDIP karena merasa yang mencalonkannya bukan elit PDIP tetapi pihak lain atau dapat dikatakan penguasa negeri dan tiga partai lainnya. Begitu juga saat akan didaftarkan di KPU, lagi-lagi hanya Ahok yang tidak memakai jas merah khas PDIP. Disebut-sebut pada saat pertemuan Ahok sudah diberi jas merah khas PDIP oleh Ketua DPD PDIP DKI Jakarta untuk dipakainya, tapi Ahok menolak. Selanjutnya Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarno Putri, langsung memakaikannya di badan Ahok usai pendaftaran di KPU.
Ahok sendiri mengatakan bahwa dirinya bukanlah seorang kader partai politik mana pun melainkan seorang profesional. Itu artinya ia tidak mau dikendalikan oleh partai politik mana pun, termasuk oleh PDIP. Dapat dipastikan Ahok tidak akan peduli pada PDIP. Hingga penulis menganggap PDIP telah salah memilih orang. Buktikan saja nanti kebenarannya. web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
Oleh :
Imam Djasmani.

Pengamat Sosial Politik

No comments:

Post a Comment