BUPATI BARRU DITUNTUT 4,5 TAHUN PENJARA
Andi Idris Syukur
saat diadili.
|
JAKSA Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Barru, Sulsel, menuntut
Bupati Barru, Andi Idris Syukur, dengan penjara selama empat tahun enam bulan
dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tripikor)
Makassar.
Selain hukuman badan, kepada terdakwa gratifikasi dan
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada proses pemberian izin eksplorasi
tambang batu gamping dan tanah liat di Kabupaten Barru itu jaksa juga
menuntutnya membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.
Tuntutan jaksa didasari perbuatan terdakwa yang dianggap melanggar dakwaan
pertama pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor.
Berdasarkan pasal itu, jaksa diberi kewenangan menuntut terdakwa paling
sedikit empat tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta, sebagaimana unsur
dalam pasal dianggap jaksa telah terpenuhi di antaranya terdakwa selaku pegawai
negeri dan atau penyelenggara negara, terdakwa telah menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Sebagaimana yang terurai dari perbuatan terdakwa meminta mobil Mitsubishi
Pajero Sport kepada Kepala Biro Direksi Group Bosowa, Muslim Salam. Permintaan
mobil itu sesuai dengan fakta sidang kesaksian Muslim Salam yang mengatakan,
terdakwa meminta mobil setelah menerima kunjungan Wakil Menteri Perhubungan ke
Pelabuhan Garongkong yang dilanjutkan dengan jamuan makan di rujab.
Terdakwa yang mengantar rombongan Bosowa dan menyampaikan kepada Muslim
tentang keinginannya memiliki mobil Mitsubishi Pajero Sport seperti yang
digunakan rombongan Bosowa, jaksa menilai, permintaan mobil yang dilakukan
terdakwa dengan paksaan lantaran terdakwa seperti yang dikatakan Muslim terus menanyakan
mobil Pajero tersebut. Kedekatan Muslim dan terdakwa sendiri terjalin saat
perusahaannya, Bosowa Grup, bermaksud mendirikan pabrik semen di Kabupaten
Barru. Proses awal dalam merealisasikan pendirian pabrik semen yakni PT Bosowa
harus mengajukan permohonan izin eksplorasi tanah liat dan izin eksplorasi batu
gamping kepada Bupati Barru.
Atas niat tersebut, April 2014 Group Bosowa mengutus
Kepala Biro Direksi Group Bosowa, Muslim Salam, menemui Andi Syukur selaku Bupati Barru. Muslim mengutarakan maksud dan
tujuan Group Bosowa yang berencana untuk menanamkan investasinya di Kabupaten
Barru yakni mendirikan pabrik semen. Kemudian tanggal 24 Juli 2012, pihak Group
Bosowa telah melakukan kegiatan untuk melengkapi persyaratan dalam mengajukan izin
eksplorasi di Kabupaten Barru. Pihak Bosowa berkoordinasi dengan Dinas
Pertambangan dan semua dokumen dinyatakan lengkap.
Namun izin yang diinginkan tak kunjung terbit hingga
mobil Mitsubishi Pajero Sport 2.5D GLX Nomor Rangka MMBGNKH40CF16410, Nomor Mesin
4D56UCDF8668, warna abu-abu perak methalik atas nama mobil Ahmad Manda
diberikan oleh pihak Bosowa kepada terdakwa. Pemberian mobil itu dilakukan
melalui orang suruhan terdakwa.
Jaksa menilai rangkaian perbuatan terdakwa itu telah
memenuhi unsur yang didakwakan. “Semua unsur pidana telah terpenuhi dan
teraplikasi dari perkataan terdakwa,” tegas Kasi Pidsus Kejari Barru, Amiruddin,
selaku JPU.
Mobil itu diambil di dealer Mitsubishi Bosowa Berlian
beserta STNK-nya. Kemudian terdakwa meminta agar STNK dengan nama Ahmad Manda
dibalik nama menjadi atas nama istri terdakwa, Andi Citta Mariogi. Tak lama
berselang tepatnya tanggal 9 Oktober 2012 izin yang diajukan PT Semen Bosowa
diterbitkan.
Tidak sampai di situ, tuntutan jaksa juga berdasarkan
pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) yang juga dinilai jaksa dilanggar oleh perbuatan terdakwa
mengalihkan dan mengubah bentuk atas nama mobil Pajero menjadi atas nama istri
terdakwa, Andi Citta, kemudian dipindahnamakan kepada anak terdakwa, Andi Mirza
Riogi Idris.
Terkait tuntutan jaksa itu, Idris Syukur meminta waktu
untuk melakukan pembelaan di sidang. Setelah itu mejelis hakim membacakan
putusan yang diagendakan pertengahan bulan ini.
Usai sidang, tim penasehat hukum terdakwa terdiri dari
M Aliyas Ismail, Mursalim R serta Ricard K Patandianan mengaku kaget dengan
tuntutan jaksa yang terlampau tinggi. Tuntutan itu dianggap mereka asal dan
mengada-ada sebab unsur pidana di setiap pasal dakwaan tidak ada yang terbukti
sebagai fakta di persidangan. “Kami tegaskan lagi bahwa mobil itu diperoleh
dari jual beli. Itu yang berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan,”
tegas Aliyah Ismail.
Aliyas mengatakan, tidak ada perbuatan pidana yang
dilanggar kliennya pada jual beli mobil itu. Apalagi kapasitasnya selaku kepala
daerah. Sebab bukan sebagai obyek pembelian mobil. Proses jual beli Mitsubishi
Pajero Sport itu dilakukan antara Ahmad Manda selaku penjual dengan Andi Citta
Mariogi sebagai pembeli melalui perantara Jamhir Salahuddin.
Dalam hal ini, lanjut Aliyas, terdakwa bukan sebagai
pihak dan tidak ada keterlibatan dalam proses jual beli mobil a quo. Adapun
perbuatan transaksi keuangan yang dianggap menyembunyikan atau menyamarkan
asal-usul harta kekayaan dari bentuk yang tidak sah seolah-olah sah pada proses
balik nama dari Andi Citta Mariogi kepada Andi Mirxa Riogi Idris, tidak dapat
dikualifikasikan perbuatan pidana karena mobil itu diperoleh dengan cara yang
sah yakni dari proses jual beli.
Mereka menilai, tuntutan empat tahun enam bulan
penjara terhadap Bupati Barru, Andi Idris Syukur, itu terkesan dipaksakan.
Mengingat, tuntutan yang dibacakan JPU di sidang Pengadilan Tipikor Makassar itu
jauh dari fakta persidangan selama ini. Penasehat Hukum Idris Syukur lainnya,
Mursalim R mengatakan, tuntutan kepada kliennya tersebut cenderung mengada-ada
karena mengabaikan fakta persidangan dan keterangan sejumlah saksi yang
dihadirkan. “Tuntutan yang dibacakan oleh jaksa sama sekali tidak sesuai dengan
fakta persidangan,” ungkap Ismail yang ditemui pasca sidang pembacaan tuntutan
di Pengadilan Tipikor Makassar.
Ismail menduga JPU hanya melakukan copy paste dari
berita acara pemeriksaan (BAP) saat masih diperoses di tim penyidik. Itu
seolah-olah hanya rekontruksi BAP dari keterangan yang di-BAP, bukan fakta yang
terungkap di dalam persidangan karena tidak ada keterangan saksi yang
menyatakan Idris Syukur menyalahgunakan kewenangannya, baik saksi yang
memberikan keterangan maupun barang bukti selama persidangan tiga bulan
terakhir. Sepanjang persidangan keterangan saksi dan bukti tertulis, tidak ada
saksi ataupun alat bukti yang membuktikan delik penyalahgunaan wewenang.
Di luar persidangan, Hamka WP, Koordinator Anti
Corruption Committe (ACC) selaku lembaga pemantau tindak pidana korupsi
menyebutkan bahwa JPU tidak total dalam penerapan tuntutan yang hanya 4 tahun 6
bulan kemudian denda sebesar Rp 260 juta subsider 6 bulan kurungan. “JPU
terkesan ragu dalam memberantas tindak pidana korupsi terkhusus tindak pidana
pencucian uang yang diduga dilakukan Bupati Barru, Idris Syukur. Pasalnya, dua
bukti yang diajukan sudah cukup meyakinkan, namun atas dasar hal tersebut JPU
malah menuntutnya hanya 4 tahun”.
Ia menjelaskan, dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan TPPU menyebutkan, setiap orang yang menempatkan,
mentransfer, mengalihkan, melanjutkan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan mata uang atau surat
berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana, sebagaimana disebut dalam pengertian
hasil tindak pidana (lihat pendahuluan), yang bertujuan menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan, dipidana karena tindak pidana Pencucian
Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Namun, berbeda dari apa yang dilakukan JPU, seharusnya
dalam perkara tindak pidana korupsi, penerapan tuntutan seharusnya adalah
sanksi pidana maksimal yakni 20 tahun, dan denda berupa uang paling banyak Rp
10 milyar. “Kalau tuntutannya begini jaksa terlihat ragu, dan tentu ini bisa
menjadi pertanyan bagi publik”.
Sementara
Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, membenarkan bahwa dirinya telah
menandatangani surat pemberhentian Bupati Barru, Andi Idris Syukur (AIS),
sesuai dengan surat dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Syahrul mengatakan,
mutatis mutandis memang merupakan kewenangan Menteri Dalam Negeri, sehingga
pihaknya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah tinggal
menjalankan saja.
Sebenarnya itu kalau ada penetapan terdakwa dan
lain-lain, mutatis mutandis undang-undang memberi ruang pada Mendagri untuk
memutuskan. Pertimbangan kedua, kata Syahrul, adalah DPRD sendiri sudah
langsung melaporkan hal itu ke Jakarta tanpa rekomendasi dari siapa pun.
Syahrul menegaskan, dirinya sebagai penanggung jawab harus memberi
pertimbangan dan cepat melihat kondisi lapangan yang ada, karena di sana ada
kekuatan yang saling berhadapan. Ini juga awal anggaran yang harus
dilaksanakan, nanti kalau ada tarik-menarik siapa yag harus bertanggung jawab ?
“Saya bilang mutatis mutandis itu hak Menteri Dalam Negeri. Kalau sudah maunya
Menteri Dalam Negeri seperti itu, ya kita tanda tangani”. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
No comments:
Post a Comment