Friday, February 3, 2017

UNTAIAN PERISTIWA

BUPATI BARRU DITUNTUT 4,5 TAHUN PENJARA

Andi Idris Syukur saat diadili.
JAKSA Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Barru, Sulsel, menuntut Bupati Barru, Andi Idris Syukur, dengan penjara selama empat tahun enam bulan dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tripikor) Makassar.
Selain hukuman badan, kepada terdakwa gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada proses pemberian izin eksplorasi tambang batu gamping dan tanah liat di Kabupaten Barru itu jaksa juga menuntutnya membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider enam bulan penjara. Tuntutan jaksa didasari perbuatan terdakwa yang dianggap melanggar dakwaan pertama pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor.
           Berdasarkan pasal itu, jaksa diberi kewenangan menuntut terdakwa paling sedikit empat tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta, sebagaimana unsur dalam pasal dianggap jaksa telah terpenuhi di antaranya terdakwa selaku pegawai negeri dan atau penyelenggara negara, terdakwa telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
            Sebagaimana yang terurai dari perbuatan terdakwa meminta mobil Mitsubishi Pajero Sport kepada Kepala Biro Direksi Group Bosowa, Muslim Salam. Permintaan mobil itu sesuai dengan fakta sidang kesaksian Muslim Salam yang mengatakan, terdakwa meminta mobil setelah menerima kunjungan Wakil Menteri Perhubungan ke Pelabuhan Garongkong yang dilanjutkan dengan jamuan makan di rujab.
            Terdakwa yang mengantar rombongan Bosowa dan menyampaikan kepada Muslim tentang keinginannya memiliki mobil Mitsubishi Pajero Sport seperti yang digunakan rombongan Bosowa, jaksa menilai, permintaan mobil yang dilakukan terdakwa dengan paksaan lantaran terdakwa seperti yang dikatakan Muslim terus menanyakan mobil Pajero tersebut. Kedekatan Muslim dan terdakwa sendiri terjalin saat perusahaannya, Bosowa Grup, bermaksud mendirikan pabrik semen di Kabupaten Barru. Proses awal dalam merealisasikan pendirian pabrik semen yakni PT Bosowa harus mengajukan permohonan izin eksplorasi tanah liat dan izin eksplorasi batu gamping kepada Bupati Barru.
Atas niat tersebut, April 2014 Group Bosowa mengutus Kepala Biro Direksi Group Bosowa, Muslim Salam, menemui Andi Syukur selaku  Bupati Barru. Muslim mengutarakan maksud dan tujuan Group Bosowa yang berencana untuk menanamkan investasinya di Kabupaten Barru yakni mendirikan pabrik semen. Kemudian tanggal 24 Juli 2012, pihak Group Bosowa telah melakukan kegiatan untuk melengkapi persyaratan dalam mengajukan izin eksplorasi di Kabupaten Barru. Pihak Bosowa berkoordinasi dengan Dinas Pertambangan dan semua dokumen dinyatakan lengkap.
Namun izin yang diinginkan tak kunjung terbit hingga mobil Mitsubishi Pajero Sport 2.5D GLX Nomor Rangka MMBGNKH40CF16410, Nomor Mesin 4D56UCDF8668, warna abu-abu perak methalik atas nama mobil Ahmad Manda diberikan oleh pihak Bosowa kepada terdakwa. Pemberian mobil itu dilakukan melalui orang suruhan terdakwa.
Jaksa menilai rangkaian perbuatan terdakwa itu telah memenuhi unsur yang didakwakan. “Semua unsur pidana telah terpenuhi dan teraplikasi dari perkataan terdakwa,” tegas Kasi Pidsus Kejari Barru, Amiruddin, selaku JPU.
Mobil itu diambil di dealer Mitsubishi Bosowa Berlian beserta STNK-nya. Kemudian terdakwa meminta agar STNK dengan nama Ahmad Manda dibalik nama menjadi atas nama istri terdakwa, Andi Citta Mariogi. Tak lama berselang tepatnya tanggal 9 Oktober 2012 izin yang diajukan PT Semen Bosowa diterbitkan.
Tidak sampai di situ, tuntutan jaksa juga berdasarkan pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang juga dinilai jaksa dilanggar oleh perbuatan terdakwa mengalihkan dan mengubah bentuk atas nama mobil Pajero menjadi atas nama istri terdakwa, Andi Citta, kemudian dipindahnamakan kepada anak terdakwa, Andi Mirza Riogi Idris.
Terkait tuntutan jaksa itu, Idris Syukur meminta waktu untuk melakukan pembelaan di sidang. Setelah itu mejelis hakim membacakan putusan yang diagendakan pertengahan bulan ini.
Usai sidang, tim penasehat hukum terdakwa terdiri dari M Aliyas Ismail, Mursalim R serta Ricard K Patandianan mengaku kaget dengan tuntutan jaksa yang terlampau tinggi. Tuntutan itu dianggap mereka asal dan mengada-ada sebab unsur pidana di setiap pasal dakwaan tidak ada yang terbukti sebagai fakta di persidangan. “Kami tegaskan lagi bahwa mobil itu diperoleh dari jual beli. Itu yang berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan,” tegas Aliyah Ismail.
Aliyas mengatakan, tidak ada perbuatan pidana yang dilanggar kliennya pada jual beli mobil itu. Apalagi kapasitasnya selaku kepala daerah. Sebab bukan sebagai obyek pembelian mobil. Proses jual beli Mitsubishi Pajero Sport itu dilakukan antara Ahmad Manda selaku penjual dengan Andi Citta Mariogi sebagai pembeli melalui perantara Jamhir Salahuddin.
Dalam hal ini, lanjut Aliyas, terdakwa bukan sebagai pihak dan tidak ada keterlibatan dalam proses jual beli mobil a quo. Adapun perbuatan transaksi keuangan yang dianggap menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan dari bentuk yang tidak sah seolah-olah sah pada proses balik nama dari Andi Citta Mariogi kepada Andi Mirxa Riogi Idris, tidak dapat dikualifikasikan perbuatan pidana karena mobil itu diperoleh dengan cara yang sah yakni dari proses jual beli.
Mereka menilai, tuntutan empat tahun enam bulan penjara terhadap Bupati Barru, Andi Idris Syukur, itu terkesan dipaksakan. Mengingat, tuntutan yang dibacakan JPU di sidang Pengadilan Tipikor Makassar itu jauh dari fakta persidangan selama ini. Penasehat Hukum Idris Syukur lainnya, Mursalim R mengatakan, tuntutan kepada kliennya tersebut cenderung mengada-ada karena mengabaikan fakta persidangan dan keterangan sejumlah saksi yang dihadirkan. “Tuntutan yang dibacakan oleh jaksa sama sekali tidak sesuai dengan fakta persidangan,” ungkap Ismail yang ditemui pasca sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Makassar.
Ismail menduga JPU hanya melakukan copy paste dari berita acara pemeriksaan (BAP) saat masih diperoses di tim penyidik. Itu seolah-olah hanya rekontruksi BAP dari keterangan yang di-BAP, bukan fakta yang terungkap di dalam persidangan karena tidak ada keterangan saksi yang menyatakan Idris Syukur menyalahgunakan kewenangannya, baik saksi yang memberikan keterangan maupun barang bukti selama persidangan tiga bulan terakhir. Sepanjang persidangan keterangan saksi dan bukti tertulis, tidak ada saksi ataupun alat bukti yang membuktikan delik penyalahgunaan wewenang.
Di luar persidangan, Hamka WP, Koordinator Anti Corruption Committe (ACC) selaku lembaga pemantau tindak pidana korupsi menyebutkan bahwa JPU tidak total dalam penerapan tuntutan yang hanya 4 tahun 6 bulan kemudian denda sebesar Rp 260 juta subsider 6 bulan kurungan. “JPU terkesan ragu dalam memberantas tindak pidana korupsi terkhusus tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan Bupati Barru, Idris Syukur. Pasalnya, dua bukti yang diajukan sudah cukup meyakinkan, namun atas dasar hal tersebut JPU malah menuntutnya hanya 4 tahun”.
Ia menjelaskan, dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU menyebutkan, setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, melanjutkan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, sebagaimana disebut dalam pengertian hasil tindak pidana (lihat pendahuluan), yang bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan, dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Namun, berbeda dari apa yang dilakukan JPU, seharusnya dalam perkara tindak pidana korupsi, penerapan tuntutan seharusnya adalah sanksi pidana maksimal yakni 20 tahun, dan denda berupa uang paling banyak Rp 10 milyar. “Kalau tuntutannya begini jaksa terlihat ragu, dan tentu ini bisa menjadi pertanyan bagi publik”.
          Sementara Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, membenarkan bahwa dirinya telah menandatangani surat pemberhentian Bupati Barru, Andi Idris Syukur (AIS), sesuai dengan surat dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Syahrul mengatakan, mutatis mutandis memang merupakan kewenangan Menteri Dalam Negeri, sehingga pihaknya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah tinggal menjalankan saja.
Sebenarnya itu kalau ada penetapan terdakwa dan lain-lain, mutatis mutandis undang-undang memberi ruang pada Mendagri untuk memutuskan. Pertimbangan kedua, kata Syahrul, adalah DPRD sendiri sudah langsung melaporkan hal itu ke Jakarta tanpa rekomendasi dari siapa pun.

           Syahrul menegaskan, dirinya sebagai penanggung jawab harus memberi pertimbangan dan cepat melihat kondisi lapangan yang ada, karena di sana ada kekuatan yang saling berhadapan. Ini juga awal anggaran yang harus dilaksanakan, nanti kalau ada tarik-menarik siapa yag harus bertanggung jawab ? “Saya bilang mutatis mutandis itu hak Menteri Dalam Negeri. Kalau sudah maunya Menteri Dalam Negeri seperti itu, ya kita tanda tangani”. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks

No comments:

Post a Comment