Jadikan Hukum Dalam Sistem Kehidupan
H R Trisno Hardani SH MH.
|
ADVOKAT senior H R Trisno
Hardani SH MH usai menjalani umroh sekeluarga, ingin berbagi nasehat tentang hidup yang
tenang, tertib dan terarah (T3). “Kiatnya, jadikan hukum dalam sistem kehidupan,” tegas Abah Tris, panggilan
sehari-harinya, ketika sedang asyik mengelus-elus pohon sawo kesayangannya di halaman
rumah, kawasan Darmo Permai Selatan, Surabaya.
Abah Tris lantas memberi contoh bahwa
untuk mendapatkan suatu anak yang baik, pertama harus dilakukan perkawinan yang
baik. Dalam perkawinan tadi, hukum perlu dijalankan, misalnya harus cukup umur,
syarat formil dan materiilnya harus dipenuhi (Tertib).
Usai menjalankan perkawinan tentunya dituntut adanya tanggung jawab. Suami
harus bekerja dan mengayomi isteri. Isteri
harus mengurus rumah tangganya dengan baik agar tercipta ketenangan (Tenang).
Demikian pula kalau sudah lahir bayinya. Harus
diurus Akte Kelahirannya ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, sehingga
merupakan kehidupan yang tertib. Hukum agama harus dijalankan, di antaranya
menjalankan sholat, bersedekah, berbakti kepada orangtua, saling menghormati
dan sebagainya sehingga menjadi hidup yang terarah (Terarah).
Ikuti hukum, jangan menyimpang. Jika seorang
suami mencoba menyimpang sedikit saja, apa yang terjadi tentulah keributan.
Gaji tidak diberikan kepada isteri, tetapi diberikan kepada orang lain, sekali
lagi yang terjadi ya keributan. Aturan lainnya mengenai lalu lintas. Anak
di bawah umur, hukum tidak memperkenankan untuk menggunakan
kendaraan bermotor. “Kalau menyimpang, resikonya besar. Berapa anak Es-El-Tepe (SLTP) yang
mengalami kecelakaan bahkan meninggal karena kecelakaan ketika mencoba motor
karena diijinkan orangtuanya. Sekali lagi, ikuti hukum, taati dan jalani.
Jadikan hukum dalam sistem kehidupan”.
Di Jawa Timur dalam
waktu dekat akan dilaksanakan pilkada (2018) yang tentunya tidak lepas dari
sistem hukum dalam kehidupan. Hendaknya para calon yang akan jadi
pemimpin nantinya, kata Abah Tris, harus memikirkan dan mengedepankan kepentingan masyarakat,
bukan golongan tertentu. Bukan dari golongannya sendiri, tetapi semua golongan
dari masyarakat harus dipikirkan.
Abah Tris sedang mengelus-elus pohon sawonya.
|
Saat ini pemimpin harus bisa menjaga
keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan
memprotek politik, sosial dan ekonomi. Contoh memprotek ekonomi, salah
satunya adalah adanya larangan impor sapi. Dengan demikian dapat meningkatkan
pendapatan petani dan terciptanya lapangan kerja.
Berbicara masalah terciptanya
lapangan kerja, Abah Tris berterus terang, dirinya bersyukur ke hadirat
Illahi, sebab lapangan kerja tercipta berkat idenya 5 tahun lalu, dan kini sudah
terlihat hasilnya. Apa itu ? Pupuk organik yang unik.
Betapa tidak unik, salah satu bahan
dasarnya adalah daun mangga kering. Dahulu dibiarkan berserakan, atau disapu
dan dibakar oleh pemilik pohon mangga. Tetapi sekarang ada 18 kabupaten/kota,
pengumpul daun mangga kering yang disetorkan ke Abah Tris dan diganti dengan
rupiah.
Memang, bahan bakunya
bukan hanya bubuk daun mangga kering, tetapi ada juga bahan mineral vulkanik dari Gunung Lokon, NTT, serta
gunung-gunung tua di Jawa dan bahan lainnya. “Yang
jelas, semua bahan saya peroleh dalam negeri, tak satu pun impor,”
tuturnya.
Pupuk organik berbahan unik tersebut sudah
digunakan oleh para petani kelapa sawit di Kalimantan dan Sumatera, dan petani
buah di Jawa Timur, dengan hasil memuaskan. Buktinya, kata Abah Tris,
permintaan para petani terhadap pupuk organik hasil karyanya terus bertambah
saja. Bisa dimaklumi, sebab harganya tidak menguras saku alias terjangkau namun
hasilnya memukau.
Terganggukah profesinya sebagai advokat, ternyata
tidak. Sebab urusan pupuk organik diserahkan pada ahlinya/karyawannya,
sedangkan Abah Tris tetap menjalankan profesinya sebagai advokat. (F.302)
No comments:
Post a Comment