Friday, May 5, 2017

SOSOK

Jadikan Hukum Dalam Sistem Kehidupan

H R Trisno Hardani SH MH.
ADVOKAT senior H R Trisno Hardani SH MH usai menjalani umroh sekeluarga, ingin berbagi nasehat tentang hidup yang tenang, tertib dan terarah (T3). “Kiatnya, jadikan hukum dalam sistem  kehidupan,” tegas Abah Tris, panggilan sehari-harinya, ketika sedang asyik mengelus-elus pohon sawo kesayangannya di halaman rumah, kawasan Darmo Permai Selatan, Surabaya.
Abah Tris lantas memberi contoh bahwa untuk mendapatkan suatu anak yang baik, pertama harus dilakukan perkawinan yang baik. Dalam perkawinan tadi, hukum perlu dijalankan, misalnya harus cukup umur, syarat formil dan materiilnya harus dipenuhi (Tertib). Usai menjalankan perkawinan tentunya dituntut adanya tanggung jawab. Suami harus bekerja dan mengayomi isteri.  Isteri harus mengurus rumah tangganya dengan baik agar tercipta ketenangan (Tenang).
Demikian pula kalau sudah lahir bayinya. Harus diurus Akte Kelahirannya ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, sehingga merupakan kehidupan yang tertib. Hukum agama harus dijalankan, di antaranya menjalankan sholat, bersedekah, berbakti kepada orangtua, saling menghormati dan sebagainya sehingga menjadi hidup yang terarah (Terarah).
Ikuti hukum, jangan menyimpang. Jika seorang suami mencoba menyimpang sedikit saja, apa yang terjadi tentulah keributan. Gaji tidak diberikan kepada isteri, tetapi diberikan kepada orang lain, sekali lagi yang terjadi ya keributan. Aturan lainnya mengenai lalu lintas. Anak di bawah umur, hukum tidak memperkenankan untuk menggunakan kendaraan bermotor. “Kalau menyimpang, resikonya besar. Berapa anak Es-El-Tepe (SLTP) yang mengalami kecelakaan bahkan meninggal karena kecelakaan ketika mencoba motor karena diijinkan orangtuanya. Sekali lagi, ikuti hukum, taati dan jalani. Jadikan hukum dalam sistem kehidupan”.
Di Jawa Timur dalam waktu dekat akan dilaksanakan pilkada (2018) yang tentunya tidak lepas dari sistem hukum dalam kehidupan. Hendaknya para calon yang akan jadi pemimpin nantinya, kata Abah Tris, harus memikirkan dan mengedepankan kepentingan masyarakat, bukan golongan tertentu. Bukan dari golongannya sendiri, tetapi semua golongan dari masyarakat harus dipikirkan.
Abah Tris sedang mengelus-elus pohon sawonya.
Saat ini pemimpin harus bisa menjaga keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan memprotek politik, sosial dan ekonomi. Contoh memprotek ekonomi, salah satunya adalah adanya larangan impor sapi. Dengan demikian dapat meningkatkan pendapatan petani dan terciptanya lapangan kerja.
Berbicara masalah terciptanya lapangan kerja, Abah Tris berterus terang, dirinya bersyukur ke hadirat Illahi, sebab lapangan kerja tercipta berkat idenya 5 tahun lalu, dan kini sudah terlihat hasilnya. Apa itu ? Pupuk organik yang unik.
Betapa tidak unik, salah satu bahan dasarnya adalah daun mangga kering. Dahulu dibiarkan berserakan, atau disapu dan dibakar oleh pemilik pohon mangga. Tetapi sekarang ada 18 kabupaten/kota, pengumpul daun mangga kering yang disetorkan ke Abah Tris dan diganti dengan rupiah.
Memang, bahan bakunya bukan hanya bubuk daun mangga kering, tetapi ada juga bahan mineral vulkanik dari Gunung Lokon, NTT, serta gunung-gunung tua di Jawa  dan bahan lainnya. “Yang jelas, semua bahan saya peroleh dalam negeri, tak satu pun impor,” tuturnya.
Pupuk organik berbahan unik tersebut sudah digunakan oleh para petani kelapa sawit di Kalimantan dan Sumatera, dan petani buah di Jawa Timur, dengan hasil memuaskan. Buktinya, kata Abah Tris, permintaan para petani terhadap pupuk organik hasil karyanya terus bertambah saja. Bisa dimaklumi, sebab harganya tidak menguras saku alias terjangkau namun hasilnya memukau.

Terganggukah profesinya sebagai advokat, ternyata tidak. Sebab urusan pupuk organik diserahkan pada ahlinya/karyawannya, sedangkan Abah Tris tetap menjalankan profesinya sebagai advokat. (F.302)

No comments:

Post a Comment