Pemkab HSU Tekankan
Keadilan Akses Ekonomi Bagi Perempuan
Bupati
HSU, H Abdul Wahid, dan Ketua TP PKK HSU, Hj Anisah Rasyidah Wahid,
di tengah
kaum perempuan HSU.
|
BUPATI Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Provinsi
Kalimantan Selatan, Drs H Abdul Wahid HK MM MSi, mengingatkan, meskipun di
Indonesia wanita telah memperoleh hak-haknya sebagaimana hak-hak kaum lelaki
yang diberikan oleh Allah SWT yang tidak dibeda-bedakan, namun tetap harus
menjaga diri jangan sampai kebablasan dalam menuntut kesamaan gender, apalagi
sampai berani melanggar aturan agama.
Kesalahan
dalam pemaknaan dan penerapan gender bisa menjadikan wanita justru tidak
dihargai dan dihormati serta diperlakukan tidak wajar bahkan dilecehkan. Kaum
perempuan hendaknya melanjutkan perjuangan dan cita-cita luhur Kartini, karena
masih banyak wanita Indonesia yang perlu kita perjuangkan nasibnya, yang
memerlukan uluran tangan kita demi meningkatkan kesejahteraan, kesehatan,
pendapatan, perekonomian, pendidikan serta derajatnya.
Bupati
HSU juga menyampaikan bahwa sering diekspose di media massa berita tentang
kekerasan terhadap perempuan, pelecehan perempuan dan perdagangan perempuan di
negara kita. Hal ini merupakan PR besar bagi kita untuk menghapuskan dan
menjauhkan kaum perempuan dari tindakan yang tidak terpuji dan melanggar hukum
tersebut.
Untuk
itu, bupati mengimbau untuk memberdayakan dan memberi kesempatan bagi kaum
perempuan untuk berperan dan berkiprah dalam membangun bangsa ini sesuai dengan
bidangnya masing-masing, karena wanita juga berperan besar dan starategis untuk
mendukung kelancaran dan keberhasilan dari suatu pembangunan. Sehingga bisa dan
dapat mengakhiri kekerasan, perdagangan perempuan, dan ketidakadilan akses
ekonomi bagi kaum perempuan.
Seperti
diketahui Kementerian Pemberdayaan Perempuan (PP) dan Perlindungan Anak (PA)
melalui Deputi Bidang Kesetaraan Gender belum lama ini melaksanakan piloting
pengembangan industri rumahan. Industri rumahan adalah suatu kegiatan produksi
yang menghasilkan nilai tambah dan dilakukan di rumah dan sekitar rumah. Hasil
keuntungan produksi industri rumahan akan kembali lagi ke rumah.
Pengembangan
program ini sebagai salah satu implementasi dari program unggulan Kementerian
PP dan PA Three (3) Ends, yaitu 3 (tiga) Akhiri di antaranya, Akhiri Kekerasan
terhadap Perempuan, Akhiri Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Akhiri
Ketidakadilan Akses Peluang Ekonomi bagi Perempuan.
Para
perempuan sebenarnya lebih memilih bekerja dekat dengan keluarganya daripada
harus bekerja ke luar negeri yang belum tentu setiap tahun bisa kembali ke
Indonesia. Mekanisme pengembangan industri rumahan dengan melibatkan seluruh
SKPD terkait dan sumber daya lokal yang tersedia.
Sesuai
dengan program pemerintah tentang revolusi mental di mana kita harus dapat
bekerja sama lintas sektor untuk dapat menurunkan angka kemiskinan. Dengan
pengembangan industri rumahan diharapkan dapat mengatasi masalah kemiskinan dan
meningkatkan ketahanan keluarga.
Senada
dengan Bupati HSU, Ketua TP PKK HSU, Dra Hj Anisah Rasyidah Wahid MAP, mengajak
semua kaum wanita agar bisa meneladani kiprah dan perjuangan Kartini dengan
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan agar wanita
mampu maju dan sejajar dengan kaum laki-laki dalam membangun dan
mensejahterakan masyarakat.
Mewujudkan
kehidupan perempuan yang lebih maju dan berkualitas telah menjadi harapan yang
selalu dinantikan, maka kita wujudkan emansipasi dan kesetaraan gender, di mana
seluruh perempuan dapat lebih maju baik dalam bidang pendidikan, kesehatan
maupun bidang lain yang berkembang ke arah persamaan nilai-nilai yang bersifat
positif.
Semua
harus menyadari bahwa tantangan yang dihadapi saat ini semakin berat, bahkan
tantangan tersebut mempengaruhi berbagai upaya meningkatkan harkat dan martabat
wanita. Dengan membangun keadilan dan kesetaraan gender, kesempatan membangun
dirinya sendiri dan meningkatkan kemandirian, maka kaum wanita dapat memberikan
kontribusi dalam membangun daerah.
Pemerintah
daerah terus berupaya menggali dukungan sosial apa saja yang dibutuhkan
perempuan dalam mengembangkan usahanya dan berusaha menyusun definisi formal
usaha dan perusahaan milik perempuan, juga merekomendasikan mengenai akses
perempuan kepada sektor jasa dan pasar. Tujuannya adalah pengentasan kemiskinan
dan pemerataan kesejahteraan bagi perempuan.
Karena
terdapat upaya regulasi yang melibatkan beberapa stake holder, seperti Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan
Badan Pusat Statistik (BPS).
Kewirausahaan
perempuan memang menjadi topik menarik belakangan ini. Untuk itu pemerintah
terus berusaha menggenjot perekonomian melalui kewirausahaan.
Bagi
perempuan wirausaha mikro khususnya, subordinasi yang terjadi pada tataran
rumah tangga berakibat pada pembatasan gerak mereka. Artinya, selama aktivitas
usaha tidak banyak dilakukan di luar rumah, mereka dapat terus melanjutkan
usahanya. Dari sinilah, etos kerja dan integritas perempuan sebagai pribadi
yang mandiri tidak dapat terbentuk.
Dijelaskan
pula bahwa perlu adanya perubahan mindset
dan kultur yang dibangun dalam mendorong pemberdayaan perempuan. Karena itu,
perubahan ini seharusnya menjadi bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental
(GNRM) yang dikampanyekan Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan
Kebudayaan (Kemenko PMK). Hal utama yang harus diubah adalah bagaimana menghancurkan
maskulinitas yang telanjur tumbuh di masyarakat.
Dapat
dicontohkan seperti pada kasus pendidikan dan pengasuhan anak, penekanan peran
pengasuhan hanya pada perempuan justru akan melanggengkan maskulinitas.
Akibatnya, laki-laki tidak merasa perlu terlibat secara maksimal dalam pengasuhan
anak sehingga daya asuh dan asih mereka pun tidak berkembang. Dengan kata lain,
falsafah bangsa kita akan pentingnya silih asuh dan silih asih terancam pudar.
Adanya
peran yang berimbang antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga otomatis
akan mendorong pemberdayaan perempuan dalam pembangunan. Dalam keluarga
khususnya, semangat gotong royong akan tumbuh. Hal ini beriringan dengan
kuatnya integritas dan etos kerja perempuan. Dengan demikian, profesionalitas
perempuan dalam bekerja dan berwirausaha tidak perlu diragukan lagi.
Tetapi
ada satu hal yang perlu diperhatikan, gerakan ini harus membumi dan
berkelanjutan agar mudah dipahami dan diterima masyarakat. Karena itu,
sosialisasi GNRM melalui metode swakelola pihak ketiga harus dilakukan pemerintah
secara selektif dan diukur efektifitasnya. (Tim)
No comments:
Post a Comment