Saturday, September 2, 2017

ADVETORIAL PEMKOT SURABAYA

Bu Risma Ingin Angka Kemiskinan Di Surabaya Turun Hingga 2 Persen

Walikota Surabaya, Ir Tri Rismaharini (Bu Risma).
WALIKOTA Surabaya, Tri Rismaharini, punya strategi khusus untuk menekan angka kemiskinan di ibu kota Provinsi Jawa Timur tersebut. Meskipun angka kemiskinan sudah berhasil turun dari kisaran 7 persen di 2010 menjadi 4,6 persen di 2016, Bu Risma masih ingin menurunkannya hingga menyentuh 2 persen tahun ini.
Salah satu cara meningkatkan pendapatan masyarakat Surabaya adalah mempekerjakan sekitar 600 tukang becak di Kota Surabaya menjadi petugas kebersihan. Kenapa hal ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat ? Menurut Bu Risma, saat ini kondisi tukang becak di Kota Surabaya sangat memprihatinkan. Jika dihitung-hitung pendapatan mereka per bulan hanya di bawah Rp 1,4 juta. "Kita akan mempekerjakan sekitar 600 tukang becak di Surabaya menjadi petugas kebersihan kita. Pendapatan mereka menjadi tukang becak itu rata-rata Rp 1,4 juta nyatanya tidak mampu memenuhi kebutuhannya dan keluarganya sehari-hari," terang Bu Risma saat menghadiri acara peresmian Kongres IQRA (Indonesian Qualitative Researcher Association) yang pertama, di Graha Wiyata, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Dengan menjadi petugas kebersihan Kota Surabaya, menurut Bu Risma, para tukang becak tersebut akan digaji dengan besaran UMK (Upah Minimum Kota) Surabaya saat ini, sekitar Rp 3,3 juta. "Nantinya (setelah menjadi petugas kebersihan) bayarannya itu UMK," kata Bu Risma.
Jika mendapatkan pendapatan per bulan sekitar Rp 3,3 juta dengan menjadi petugas kebersihan, maka para tukang becak mendapatkan pendapatan lebih besar hampir dua kali lipatnya ketimbang menjadi tukang becak.
Seperti diketahui, kemiskinan di Indonesia merupakan persoalan mendesak yang membutuhkan penanganan segera, tidak hanya di pedesaan tetapi juga di wilayah perkotaan. Satu ciri menonjol masyarakat miskin adalah tidak adanya akses ke sarana dan prasarana dasar lingkungan yang ditandai dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh di bawah standar kelayakan, seperti buruknya sanitasi dan akses kesehatan. Kondisi ini selain merupakan implikasi dari ketidakpastian pendapatan dari mata pencaharian mereka, juga diakibatkan oleh minimnya lapangan kerja dan rendahnya tingkat pendidikan.

Melihat permasalahan kemiskinan tidak cukup pada gejala-gejala fisik yang tampak dari luar dan satu sektor saja. Persoalan kemiskinan harus ditinjau secara utuh dan multidimensi baik dimensi politik, sosial, ekonomi, dan aset. Berbekal cara pandang demikian diharapkan kemiskinan tertangani lebih mendalam dan menyeluruh. Pemerintah melalui dinas-dinas bersama dunia usaha, perguruan tinggi, pers dan LSM harus bergerak bahu-membahu mengupayakan penanggulangan kemiskinan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif sebagai subyek pembangunan. (F.809)

No comments:

Post a Comment