Tuesday, September 13, 2016

BERITA UTAMA

HEBOH KASUS SUMBER WARAS

BPK menyebut adanya perbedaan harga lahan yang mengindikasikan kerugian negara Rp 191,3 miliar. Sebaliknya, Ahok menganggap tidak ada pelanggaran.

Masalah itu tidak akan menghambat pembangunan rumah sakit 
kanker dan jantung di atas lahan RS Sumber Waras tersebut.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) RI akan mengundang ahli untuk memberikan keterangan seputar kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Saat ini, laporan kerugian dalam pembelian lahan Sumber Waras tersebut masih diselidiki oleh KPK.
"KPK memerlukan keterangan ahli untuk memperkuat hasil audit BPK, kami masih butuh keterangan ahli," ujar Pelaksana Harian (PLH) Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (29/4).
Rencananya, KPK akan mengundang ahli keuangan dan ahli pertanahan untuk memberikan keterangan. Keterangan para ahli itu nantinya akan dibandingkan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
"Audit BPK itu salah satu, tapi tidak hanya itu saja yang digunakan KPK," kata Yuyuk.
Menurut Yuyuk, saat ini penyelidik KPK telah meminta keterangan dari 50 orang terkait penyelidikan kasus Sumber Waras. Salah satu yang telah diundang untuk memberi keterangan adalah Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Pelaksana Harian (PLH) Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.
KPK tengah menyelidiki ada atau tidaknya tindak pidana korupsi dalam pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta tersebut. Penyelidik KPK masih melakukan investigasi terhadap hasil audit BPK. Salah satunya, KPK membandingkan hasil audit tersebut dengan keterangan yang diberikan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sebelumnya, Ahok sudah dimintai keterangan selama 12 jam terkait masalah itu.
BPK menyebut adanya perbedaan harga lahan yang mengindikasikan kerugian negara Rp 191,3 miliar. Sebaliknya, Ahok menganggap tidak ada pelanggaran. Ahok merasa senang KPK mengusut masalah lahan Sumber Waras sehingga akan ada kepastian hukum.
Memang, KPK akan memberikan kepastian hukum mengenai laporan kerugian negara dalam kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras tersebut.
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarief, memastikan bahwa hasil penyelidikan KPK akan diumumkan kepada publik. "Seandainya nanti hasil penyelidikan KPK dikatakan ini tidak ada tindak pidana korupsinya, pasti diumumkan. Dan kalau ada tindak pidana korupsinya juga pasti diumumkan," ujar Syarief di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/4).
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarief.

Menurut Syarief, hingga saat ini kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
Penyelidik KPK masih melakukan investigasi terhadap hasil audit BPK terkait pembelian lahan milik RS Sumber Waras tersebut. "Kalau fakta dan buktinya cukup, maka akan kami lanjutkan. Kalau tidak cukup, maka tidak akan kami lanjutkan," tandas Syarief.
Kasus Sumber Waras ini bermula dari temuan BPK Perwakilan Provinsi DKI Jakarta yang menyatakan terdapat pelanggaran prosedur dan kerugian negara dalam pembelian lahan RS Sumber Waras seluas 36.410 meter persegi oleh Pemprov DKI Jakarta itu. Kerugiannya mencapai Rp 191,3 miliar.
Atas temuan BPK Perwakilan DKI Jakarta itu, sejumlah pihak melapor ke KPK. KPK kemudian meminta BPK RI melakukan audit investigatif. Hasilnya sama dengan temuan BPK DKI Jakarta yaitu pembelian rumah sakit itu melanggar prosedur pengadaan tanah dan mengakibatkan kerugian negara Rp 191,3 miliar. Seiring dengan berlangsungnya penyelidikan KPK terhadap kasus Sumber Waras ini muncul pro dan kontra sehingga memicu kehebohan. Apalagi disebut-sebut melibatkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang pada Pilkada 2017 mendatang mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta melalui jalur independen.
Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas, menyarankan agar BPK melakukan peer review atau pengujian ulang terhadap hasil audit investigatif yang mereka lakukan terkait pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta. Sebab, ia menduga, ada kemungkinan bahwa audit tersebut dilakukan tidak sesuai dengan standar pemeriksaan. Dugaan ini berangkat dari analisis ICW terhadap laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK terhadap keuangan Pemprov DKI Jakarta. Berdasarkan LHP tersebut, ICW melihat adanya ketidaksesuaian antara kriteria yang ditetapkan BPK dan kondisi yang ditemukan.
"Dari laporan hasil pemeriksaan BPK, kami mengklasifikasikan tidak memenuhi standar-standar pemeriksaan, antara kriteria yang ditetapkan dan kondisi yang ditemukan," ujar Firdaus.
Firdaus mencontohkan penggunaan Perpres No.71 Tahun 2012 oleh BPK dalam menilai benar atau tidaknya dasar hukum pembelian lahan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Menurutnya, aturan tersebut sedianya tidak lagi menjadi acuan BPK karena sudah ada aturan yang baru terkait proses pembelian lahan, yakni Perpres No.40 Tahun 2014.
Berdasarkan Perpres No.40 Tahun 2014 tersebut pembelian lahan kurang dari 5 hektar dapat dilakukan melalui proses langsung tanpa harus mengikuti proses yang ada dalam aturan lama.
Hal kedua terkait cara BPK membandingkan pembelian lahan Sumber Waras pada 2014 dengan rencana pembelian lahan oleh PT Ciputra Karya Utama.
Firdaus mengatakan, tahun yang dibandingkan untuk menilai nilai jual obyek pajak (NJOP) jelas berbeda karena NJOP telah naik berdasarkan peraturan gubernur tahun 2013. Ketiga, persoalan bahwa sertifikat kepemilikan lahan dan hak guna bangunan (HGB) yang secara administratif tercatat beralamat di Jalan Kyai Tapa, bukan di Jalan Tomang Utara seperti yang diklaim oleh BPK.
Firdaus mengatakan, peer review yang disarankannya itu bisa dilakukan oleh Asian Organization of Supreme Audit Institution (Asosiasi BPK se-Asia) dan International Organization of Supreme Audit Institution (Asosiasi BPK sedunia). "Jadi, BPK seharusnya meminta peer review, khususnya terhadap audit investigasi Sumber Waras," ujar Firdaus.
Sedangkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menyampaikan bahwa pembangunan rumah sakit khusus kanker dan jantung di sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang telah dibeli Pemprov DKI Jakarta itu ditaksir memerlukan dana Rp 1 triliun. Menurut Ahok, rancangan rumah sakit yang akan dibangun tersebut sudah jadi. "Bisa hampir Rp 1 triliun karena ada apartemennya, 1.000 ranjang," kata Ahok di Balai Kota, Kamis (21/4).
Tapi, meskipun rancangannya sudah jadi, menurut Ahok, pembangunan rumah sakit itu tidak bisa segera dilaksanakan. Sebab, ada aturan dari Kementerian Dalam Negeri bahwa seorang kepala daerah tidak boleh mengeksekusi program tahun jamak pada dua tahun sisa masa jabatannya. Adapun masa jabatan Ahok akan berakhir pada Oktober 2017. "Makanya, saya lagi pikir bagaimana swasta; bisa bantu, enggak. Lagi nyari-nyari nih, KLB mana lagi yang bisa kami mintain karena bangunnya mahal," ujar Ahok.
Soal pembelian lahan Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta yang masih diselidiki KPK, Ahok memastikan bahwa masalah itu tidak menghambat pembangunan rumah sakit kanker dan jantung di atas lahan RS Sumber Waras tersebut. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment