Persyaratan mengurus salinan SPPT PBB merumitkan warga |
MUHAMMAD Husah, warga Asemrowo, Kota Surabaya,
merasa kesal. Pasalnya, saat mengurus SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang)
PBB-nya yang akan digunakan untuk menentukan besarnya pajak jual-beli tanah atau
yang disebut BPHTP, dipersulit dan diombang-ambingkan oleh para petugas pajak,
termasuk pejabat pajak PBB di Kota Surabaya.
Banyak
warga yang menganggap SPPT PBB tersebut hanya sekedar surat pemberitahuan pajak
yang tidak memiliki fungsi atau manfaat, bila sudah membayar PBB ya dianggap
sudah selesai, sudah tidak ada gunanya lagi. Namun nyatanya SPPT sepertinya surat berharga dan melebihi
sertifikat tanah sebagai hak pemilikan tanah bagi warga yang akan melakukan
pengurusan sertifikat atau balik nama sertifikat. Pasalnya, sebelum mengajukan
permohonan sertifikat pada BPN terlebih dahulu harus dilakukan transaksi jual
beli atau hibah. Untuk melakukan ini semua harus membayar pajak jual-beli atau
hibah. Dan untuk pembayaran besarnya pajak harus mengetahui berapa besar NJOP
yang tercantum dalam SPPT PBB. Inilah yang menjadi pokok permasalahan. Para
petugas dan pejabat kantor pajak Kota Surabaya menghambat dan mempersulit warga
untuk mendapatkan salinan atau turunan SPPT PBB yang hilang atau belum pernah
diberikan pada yang bersangkutan, termasuk untuk membayar PBB-nya pun juga
kesulitan.
Husah
akan mengurus sertifikat pada BPN Surabaya namun harus melakukan transaksi
jaul-beli terlebih dahulu melalui notaris. Namun Husah dimintai SPPT PBB
tanahnya tahun 2014 oleh notaris, tidak bisa menunjukkan. Lalu Husah menanyakan
pada RT dan RW Simorejo, katanya juga tidak ada. Lalu ia menanyakan ke Kantor
Kelurahan, juga dibilang tidak ada. Kemudian menanyakan pada UPTD Pajak di
Dukuh Kupang, katanya sudah diserahkan pada RW. Selanjutnya ia mengurus pada
Dinas Pajak Kota Surabaya di Jalan Jimerto. Jawabannya sangat menyedihkan dan
menjengkelkan, sampai-sampai Husah akan mengobrak-abrik Kantor Pajak tersebut
karena sangat kesal.
Ini
semua dilakukan Husah sampai berulang–ulang bolak-balik ke RT, RW, Lurah lagi
dan ke UPTD toh tidak ada hasilnya. Petugas pajak yang ada di loket No.12
mengatakan untuk mendapatkan turunan atau salinan SPPT yang hilang atau belum
menerima harus melengkapi surat-surat sebagai berikut :
1.
Foto copy surat kepemilikan tanah, antara lain : Sertifikat, Petok D/letter C,
SIPT,
Surat
tanah lainnya
2.
Foto copy tanda bukti pembayaran /SSPD PBB tahun yang bersangkutan
3.
Foto copy KTP yang masih berlaku
4.
Foto copy KK
5.
Surat Kepolisian apabila kehilangan/Surat Keterangan dari Lurah atau UPTD
apabila tidak menerima
6.
Surat Kuasa bermaterai Rp 6.000 dan foto copy KTP Kuasa yang masih berlaku
apabila pemohon bukan pemiliknya
Semua
foto copy kelengkapan tersebut harus dilegalisir oleh Notaris.
Hanya
minta turunan SPPT saja harus melengkapi persyaratan yang sebegitu rumitnya, melebihi
kehilangan sertifikat tanah atau surat berharga lainnya. Toh Husah telah
melengkapi semua persyaratan yang diperlukan dan telah dilegalisir notaris
kecuali surat dari Lurah atau UPTD. Itu pun masih ditolak oleh petugas pajak loket
No.12. Para pejabat pajak Kota Surabaya mengetahui bahwa SPPT sangat diperlukan
pada saat terjadi transaksi jual-beli tanah dan pengurusan sertifikat makanya
dihambat dan dipersulit untuk mendapatkan salinan atau turunan SPPT. Bila tidak
ada SPPT maka tidak akan bisa melakukan transaksi jual-beli tanah dan
pengurusan sertifikat. Hingga timbul kecurigaan, jangan-jangan petugas pajak
ada maunya dengan menghambat dan mempersulit warga yang membutuhkan SPPT.
Salah
satu pejabat Dinas Pajak Pemkot Surabaya mengatakan untuk pengurusan SPPT biayanya
sampai ratusan ribu rupiah tetapi dana itu untuk orang yang mengurusnya bukan
untuk orang pajak. Nah, sudah tahu seperti itu, mengapa tidak dievaluasi dan disederhanakan
prosesnya untuk mendapatkan salinan SPPT ?
Saat FAKTA konfirmasi pada Kepala Dinas
Pendapatan Daerah (Kadispenda) Kota Surabaya, yang bersangkutan tidak mau
menemuinya dengan alasan pejabat baru tidak tahu permasalahan tersebut.
Kemudian ia pesan pada Sekretaris Dispenda, Yuniarto Herlambang SSi MSi, agar FAKTA
konfirmasi pada Kabid Pendapatan Pajak, Agung Supriyo Wibowo SE.
Dan,
Agung Supriyo Wibowo SE pun menjelaskan bahwa SPPT apabila hilang atau belum
terima ya aturannya seperti itu. Alasannya, karena ada beberapa orang yang
komplin bukan haknya tetapi diberikan SPPT Turunan sehingga pihaknya sering
dipanggil kepolisian.
Apabila
terjadi seperti itu apakah harus digebyah
uyah (disamakan dengan kebanyakan orang) yang akhirnya malah merugikan
masyarakat banyak. Apabila ada kekhawatiran seperti itu seharusnya cukup
melengkapi dengan pembayaran PBB tahun lalu, KTP/KK. Bila pihak lain yang
mengurus disertai surat kuasa saja kan sudah cukup.
Agung berjanji akan melakukan evaluasi proses
pengurusan salinan SPPT untuk lebih disederhanakan karena aturan tersebut
merupakan produk lama sedangkan Agung sebagai pejabat baru. Agung pun berterima
kasih atas informasi dari FAKTA tersebut sehingga pihaknya akan dapat mengambil
langkah-langkah yang lebih baik agar masyarakat tidak merasa dipersulit dan
tidak resah serta dipermudah untuk mendapatkan SPPT. (F.809) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment