Direktur Utama RSU Dr Soetomo, Dr Dodo Anondo |
KEBERHASILAN Tim Dokter RSU Dr Soetomo Surabaya memisahkan
bayi kembar siam kembali terukir. Direktur Utama (Dirut) RSU Dr Soetomo, Dr
Dodo Anondo, merasa bersyukur melihat bayi kembar siam itu bisa terselamatkan.
“Meski tim dokter memerlukan waktu delapan jam untuk memisahkan bayi kembar
siam asal Banyuwangi, Nurul-Rahma, itu Rabu (13/8), namun hasil kerja keras
mereka layak diacungi jempol,” ujarnya.
Dodo
menambahkan, operasi mulai dilakukan pada pukul 10.15 WIB. Selang tiga jam
kemudian, 13.44 WIB, anak pasangan Sika Jayanti dan Yuda Winarno ini sudah
terpisah.
Tim
bedah yang memimpin pemisahan liver Nurul-Rahma, dr Purwadi SpP SUB SpBA,
menerangkan tahap pertama operasi adalah melakukan pemisahan liver.
"Kami memulai
dari yang paling sulit, yaitu memisahkan liver," kata Purwadi, Rabu
(13/8).
Setelah
memisahkan liver, tim dokter yang berjunlah 125 orang ini langsung memulai
prosedur pemotongan bagian dada dan perut Nurul-Rahma. Begitu kedua bayi ini terpisah,
tim dokter langsung melakukan pembedahan plastik untuk menutup luka keduanya.
Purwadi
menjelaskan, pemisahan liver sangat sulit karena pembatas liver antara keduanya
sangat tebal. Selain itu, tim dokter pun kesulitan menemukan pembuluh darah
vena hepatika yang merupakan penyambung hidup Rahma yang mengalami kelainan
jantung akut. "Pembuluh darah ini membuat oksigen dan darah bersih bisa
mengalir di jantung Rahma”.
Kepala
Neonatologi RSU Dr Soetomo, Dr dr Agus Harianto SpA(K), menambahkan, tim dokter
memutuskan untuk tidak mengutak-atik jantung Rahma yang memiliki kelainan
jantung reverse diferensiasi sianosis (RDS) atau terbaliknya aliran darah.
Menurut Agus, kelainan jantung Rahma inilah yang juga menyelamatkannya.
"Kami
pertimbangkan untuk membiarkan kelainan jantung Rahma, karena ternyata itu
karunia Tuhan yang membuat Rahma tetap hidup," tandas Agus.
Tim
bedah plastik, Prof Dr dr Sjaifuddin Noer, menambahkan, ada kendala saat akan
menutup luka Rahma. Pada bagian dada ada tulang yang menonjol yang
mengakibatkan luka tubuh Rahma tidak tertutup sempurna. Luka tersebut membentuk
lubang menganga yang tembus ke bagian organ dalam.
"Jaringan
kulit Rahma tidak bisa kami paksakan untuk disambung. Kalau dipaksakan jaringan
kulitnya malah bisa mati dan rusak. Kalau Nurul tak ada masalah," tukas
Saifuddin.
Untuk
menutupi lubang yang menganga tersebut, tim dokter menambalnya dengan alat
vacum assisted closure (VAC). Alat ini nantinya merangsang pertumbuhan jaringan
granular agar lubang menganga sekitar diameter 5 cm ini semakin mengecil.
"Alat ini hampa
udara. Selain menutup lubang menganga tersebut, juga berfungsi untuk menyedot
cairan dan bakteri dari dalam tubuh. Untuk sementara, prosedur inilah yang kami
lakukan," ujarnya.
Selesai
menjalani operasi pemisahan, Nurul-Rahma langsung dimasukkan di ruang ICU GBPT.
Orangtua Nurul-Rahma, Sika Jayanti, tak henti-hentinya meneteskan air mata
ketika melihat pemisahan kedua putrinya ini. Jalannya operasi memang bisa
dilihat langsung. Ketika jaringan terakhir berhasil dipotong, Sika langsung
menangis terharu sembari mengucapkan rasa syukur. "Alhamdulillah. Terima kasih,
saya bahagia operasi berhasil. Saya tidak bisa bilang apa-apa selain terima
kasih kepada semua pihak," ucap Sika sembari sesegukan.
Seperti
diketahui, kembar siam adalah keadaan anak kembar yang tubuh keduanya bersatu.
Hal ini terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara
sempurna. Kemunculan kasus kembar siam diperkirakan adalah satu dalam 200.000
kelahiran. Yang bisa bertahan hidup berkisar antara 5% dan 25%, dan kebanyakan
(75%) berjenis kelamin perempuan.
Berikut
beberapa penanganan bayi kembar siam di RSU Dr Soetomo :
Nugroho Yuliana dan
Nugroho Yuliani
Kembar
siam Nugroho Yuliana dan Nugroho Yuliani merupakan anak pasangan Suyono dan Sri
Mariyati asal Desa Balerejo, Madiun, Jawa Timur. Keduanya lahir melalui operasi
caesar di RSUD dr Soedono Madiun pada 3 Maret 2003. Pihak RSUD dr Soedono
Madiun merujuk bayi kembar siam tersebut ke RSU Dr Soetomo Surabaya karena
tidak mampu menanganinya.
Prof
Soegeng Soekamto Martoprawiro, seorang ahli patologi, turut serta memisahkan
Yuliana dan Yuliani pada Minggu, 21 Maret 2003, beberapa jam sesudah kembar
siam itu meninggal dunia sekitar pukul 04.50 Wib. Pemisahan tetap dilakukan
atas permintaan orangtua si kembar siam, lantas dimasukkan dalam peti dan
dimakamkan secara terpisah di desanya.
Tim
dokter menyatakan Yuliana dan Yuliani meninggal akibat thorako ompalo fagus
atau mengalami kegagalan bawaan fungsi-fungsi organ secara multiple. Kelainan
itu antara lain otak bayi mengalami pembengkakan karena kekurangan oksigen.
Selain itu, tulang dada dan leher keduanya saling menarik. Kedua bayi ini pun
hanya memiliki satu kantung jantung, sementara paru-parunya mengembang tidak
sempurna.
Faktor
inilah yang antara lain membuat dokter sejak awal berkesimpulan bayi ini tak
mungkin dipisahkan. Kalaupun dipaksa dipisahkan bayi kembar ini akan meninggal
di meja operasi. Saat meninggal berat kedua bayi 5,5 kg dan mereka merupakan
bayi kembar siam ke-16 yang pernah ditangani RSU Dr Soetomo.
Manna dan Salwa
Ketika
melahirkan prematur pada 25 Juli 2003 Ani Aristin, warga Desa Gladak Kembar,
Purwoasri, Banyuwangi, Jawa Timur, mendapatkan tiga bayi kembar. Namun dua di
antaranya dempet. Kembar siam yang belakangan diberi nama Manna dan Salwa,
langsung dibawa sang suami, Muhammad Hakim Firman, ke RSU Dr Soetomo Surabaya.
Sementara Salma, kembar satu lagi yang tidak dempet seperti dua saudara
kembarnya, tetap bersama sang ibu di RS Perkebunan Bhakti Husada, Desa Krikilan,
Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, Jawa Timur.
Manna
dan Salwa dempet dada hingga pinggang, dengan hanya memiliki sepasang kaki dan
dua pasang tangan. Tim dokter RSU Dr Soetomo yang diketuai Prof dr Silvy
Damanik SpA telah memutuskan untuk tidak melakukan operasi pemisahan pada
keduanya, karena risiko kematian yang dihadapi cukup besar
Dwipayani dan
Dwipayanti
Kembar
siam Dwipayani dan Dwipayanti merupakan putri pasangan I Gusti Ayu Ketut
Sriyani dan Gusti Eka Laya Kunta, seorang anggota polisi berpangkat Ajun
Inspektur Polisi Dua (Aipda) yang tinggal di Desa Mengwi, Denpasar,Bali. Kembar
siam ini lahir pada 1 Mei 2004, dengan kondisi dempet pada bagian dada hingga
perut.
Operasi pemisahannya
berbiaya Rp 532 juta, dilakukan di RSU Dr Soetomo Surabaya.
Sebelum
menjalani pemisahan, kembar siam ini terlebih dahulu menjalani operasi tissue
expander, memasukkan sebuah alat untuk pengembangan jaringan kulit sebelum
operasi pemisahan. Pada Sabtu, 29 Januari2005, sekitar pukul 15.50 Wita,
sebanyak 42 anggota tim dokter yang menangani operasi berhasil memisahkan
keduanya. Ini merupakan pasien kembar siam ke 17 yang ditangani RSU Dr Soetomo.
Sayangnya,
pada 3 Februari, atau lima hari pasca operasi, Dwipayani meninggal dunia saat
dalam perawatan di rumah sakit karena kebocoran di jantungnya. Dia dikuburkan
di Setra Kekeran, Mengwi, Bali. Sedangkan Dwipayanti dalam keadaan sehat hingga
kini.
Ahmad Mukti Abadi dan
Amir Machmud
Setelah
menjalani operasi selama lebih dari lima jam, akhirnya tim dokter dari RSU Dr
Soetomo Surabaya berhasil memisahkan bayi kembar siam tidak sempurna
(incomplete conjoined twin), Ahmad Mukti Abadi dan Amir Machmud, putra M Rizqon
dan Munatin.
Dr
Teguh Sylvaranto SpAn KIC memimpin operasi pemisahan yang melibatkan 25 orang
dokter itu pada 2 Juni 2005, ketika kembar siam itu masih berusia 104 hari.
Saat lahir pada 15
Februari 2005, kondisi normal terlihat pada tubuh Abadi. Sementara kondisi
kembarannya, Machmud, tumbuh tidak lengkap. Amir disebut sebagai bayi parasit
karena menempel pada tubuh Abadi. Machmud hanya mempunyai liver, limpa,
sepasang ginjal. Namun belakangan Mahmud ternyata mengalami perkembangan pesat.
Rochman dan Rochim
Rochman
dan Rochim, bayi kembar siam dengan nama asli Abdurrohman dan Abdurrohim, dilahirkan
di RSU Swadana, Jombang, pada 4 September 2009 dengan berat 5,1 kilogram dan
panjang 39 centimeter. Kedua anak pasangan Anis Mulyo dan Supinah ini berjenis
kelamin laki-laki dan dempet pada bagian pinggul.
Seperti
kembar siam lainnya, Rochman dan Rochim mempunyai kelainan fisik saat
dilahirkan. Selain dempet di bagian pinggul, mereka berdua hanya memiliki satu
alat kelamin laki-laki.
Operasi pemisahan dilakukan di Gedung Bedah
Pusat Terpadu (GBPT) RSU Dr Soetomo Surabaya pada tanggal 9 April 2011. Operasi
pemisahan ini melibatkan 100 dokter dari berbagai bidang keahlian. Ketua Pusat
Pelayanan Kembar Siam Terpadu (PPKST), dr Agus Harianto SpA(K), kepada wartawan
menjelaskan bahwa pemisahan keduanya akan memakan waktu selama 27 jam. Sehari
menjelang operasi, pihaknya sempat menemukan adanya infeksi di daerah anus bayi
berusia 19 bulan tersebut. Namun dokter telah memberikan obat antibiotik
profilaksis. (F.835) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment