PERATURAN Pemerintah (PP) mengenai
masa bhakti kepala sekolah negeri yang dibatasi hingga maksimal tiga kali
periode atau periodeisasi, menuai dilema. Di satu sisi pembatasan masa bhakti
itu memberi peluang regenerasi yang lebih luas. Di sisi lain, pembatasan ini
sekaligus membatasi keuntungan yang diperoleh lembaga pendidikan terutama
lembaga yang memiliki kepala sekolah yang cakap, cerdas, berdedikasi tinggi,
dan terbukti bisa lebih memajukan anak didik sekaligus dunia pendidikan di
negeri ini.
"Saya lihat ada semacam
kelesuan, atau lemahnya semangat, karena ada pemikiran yang mengarah pada
pesimisme. Seperti ada yang berpikir untuk apa bersusah-payah membangun sekolah
tapi ketika sampai pada batas periodeisasi otomatis jabatannya terlepas,"
kata Ketua MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMP di Kabupaten Sumenep,
Pardi Sukisno, kepada RB Ainurrrahman dan RM Farhan Muzammily dari FAKTA.
Pardi mengaku sudah sering sharing
dengan berbagai pihak terkait, bahkan menurutnya pihak pemda sendiri sempat
memberikan solusi ekstrem mengenai masalah tersebut. "Ya, salah satu dasar
dari penilaian kerja kepala sekolah ini kan Perbup Sumenep nomor 45 tahun 2012.
Menurut orang pemda sendiri ya solusinya pencabutan perbup tersebut,"
tambah Kepala SMP Negeri 2 Saronggi ini.
Perbup yang lahir dua tahun lalu itu
pun baru diaplikasikan tahun ini. Penilaian kinerja kepala sekolah tersebut
juga dianggap oleh beberapa kepala sekolah di Sumenep tidak memberikan
perubahan besar dalam periodeisasi kepala sekolah. Karena kenyataan di
lapangan, periodeisasi itu tak lebih sekedar mekanisme perubahan pimpinan bukan
semata berdasarkan kemampuan belaka, melainkan karena juga merupakan upaya
regenerasi. Sehingga hal tersebut terkesan bersifat spekulatif, karena belum
tentu kepala sekolah yang baru lebih memiliki kompetensi dibanding yang lama.
"Ya, penilaian itu mungkin
bermanfaat bagi kepala sekolah yang baru menjabat atau pertama kali diangkat.
Tapi bagi kepala sekolah yang sudah lama menjabat tidak berpengaruh, karena
meski hasil penilaiannya bagus namun ketika sudah waktunya turun jabatan, ya
tetap turun," kata Kustamaji, salah seorang kepala SMP pada majalah ini.
Menurut Kepala SMP Negeri 1 Gayam
ini kondisi tersebut mesti segera diberikan solusi, karena dikhawatirkan kepala
sekolah yang memiliki kemampuan memajukan dunia pendidikan malah tidak maksimal
kinerjanya hanya gara-gara adanya periodeisasi. "Hal ini penting, karena
kepala sekolah itu ujung tombak. Jangan sampai periodeisasi itu malah
menghantui kinerja mereka," tambahnya.
Majalah FAKTA selanjutnya mencoba menghubungi pihak Dinas
Pendidikan Kabupaten Sumenep terkait masalah tersebut. Namun hingga berita ini
diturunkan, baik kepala Dinas, Moh Shadik, maupun Sekretaris Dinas, Kadarisman,
belum bisa dimintai komentarnya. Bahkan dihubungi via ponselnya juga awalnya
tidak ditanggapi. Terakhir telepon majalah ini kepada Moh Shadik diterima,
namun saat tahu kalau yang menelepon itu wartawan FAKTA, ia buru-buru menjawab
kalau dirinya sedang sibuk. "Saya sedang ada acara ini," tambahnya
sambil menutup telepon selularnya. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment