PEMBANGUNAN jalan di Kabupaten
Mamasa terbilang tertinggal dibandingkan dengan kabupaten lainnya yang ada di Provinsi
Sulbar. Pasalnya, hampir seluruh pekerjaan fisik mulai dari perbaikan jalan
hingga proyek peningkatan irigasi dikerjakan asal-asalan. Sehingga proyek itu
banyak merugikan keuangan nagara dengan jumlah milyaran rupiah dan tidak
memberikan manfaat kepada masyarakat setempat.
Hal tersebut diungkapkan Ketua DPW Komite
Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Sulbar, Darman, kepada wartawan bahwa dari hasil
investigasi yang dilakukan di beberapa tempat lokasi pekerjaan jalan di desa-desa
Kabupaten Mamasa ditemukan adanya sejumlah proyek baik yang dibiayai melalui
APBD Provinsi, Kabupaten hingga Dana Hibah sangat mengecewakan masyarakat. Itu
karena ulah kontraktor nakal dan sebaiknya Kejari Sulselbar turun tanga
secepatnya sebelum kontrakor nakalnya kabur.
“Beberapa hari lalu saya telah berkunjung ke desa-desa
di Kecamatan Tabang, Pana dan Nosu. Di tiga kecamatan ini saya menemukan
beberapa proyek bernilai miliaran rupiah yang dianggarkan melalui APBD Provinsi
Sulbar tahun 2009 tidak dapat dinikmati masyarakat setempat,” ucap Darman.
Jadi di Kabupaten Mamasa sejumlah proyeknya
gagal, seperti proyek rehabilitasi jalan Mamasa-Tabang atau persis dengan perbatasan
Tator, Sulsel, untuk Kelas B Ruas I dengan anggaran Rp 2.237.504.000,- yang
dikerjakan oleh PT Jaya Graha. Proyek ini hancur total. Kemudian proyek rehabilitasi
jalan Mamasa-Tabang (perbatasan Tator, Sulsel, Kelas B Ruas II dengan anggaran
Rp 2.166.548.000,- yang dikerjakan PT Rama Sarana Persada juga asal jadi dan
belum difungsikan sudah hancur.
Begitu juga dengan proyek rehabilitasi
jalan Mamasa-Tabang (Batas Tator) Kelas B Ruas III dengan anggaran Rp
2.192.846.000,- yang dikerjakan oleh PT Anugrah Surya Cemerlang dengan tiga
paket proyek melalui APBD SKPD Provinsi Sulbar pada tahun 2009, tidak tepat
sasaran dan sarat mark up dan pekerjaannya asal jadi. “PPTK dari ketiga proyek
rehabilitasi jalan Mamasa-Tabang ini adalah Ir Ramli Majid,” kata Darman.
Di Kecamatan Pana juga ditemukan beberapa
pekerjaan fisik yang dikerjakan asal jadi dengan anggaran sebesar Rp
576.121.000,- yang dikerjakan CV Chossy Perdana Abadi. Proyek ini mendapat
sorotan masyarakat Kecamatan Pana karena diperuntukkan tidak sesuai dengan yang
sebenarnya, bahkan belum difungsikan sudah rusak parah. “KPK atau Kejaksaan
Tinggi Sulselbar seharusnya segera turun tangan dan jangan hanya berpangku
tangan menunggu adanya laporan resmi saja. Terbitnya berita ini sebagai
informasi, baik kepada pejabat setempat maupun masyarakat Mamasa, maka semua
penegak hukum yang terkait harus jemput bola sebelum terlalu banyak kerugian
negaranya,” ujar Darman.
Begitu pula di Kecamatan Nosu, tepatnya di
Desa Minanga, ditemukan adanya proyek peningkatan irigasi yang tidak dapat dinikmati
masyarakat. Padahal proyek ini
menghabiskan anggaran sebesar Rp 766.162.000. “Ini baru sebagian kecil
temuan yang kami dapatkan dari hasil Investigasi di lapangan selama kurang
lebih sebulan. Kalau kami optimalkan waktunya sampai dua atau tiga bulan maka
akan lebih banyak lagi proyek pekerjaan jalan terbengkalai terutama di Kecamatan Pana dan Tabang yang
dikerjakan asal-asalan oleh pihak kontraktor, kita temukan. Karena kedua
wilayah ini jauh dari pemeriksaan alias pemantauan sehingga pimpro mengambil
kesempatan untuk mengerjakannya dengan asal jadi dan memperkaya diri sendiri”.
Dengan adanya temuan ini diduga
kuat telah terjadi tindak pidana korupsi yang besar. “Oleh karenanya dalam
waktu dekat ini kami akan melaporkan secara resmi beberapa rekanan proyek yang diduga
mengerjakan proyek jalan dengan asal jadi tersebut ke Kejaksaan Tinggi
Sulselbar atau langsung ke KPK supaya dapat ditindaklanjuti. Sebab KPK akan
menetapkan seseorang sebagai tersangka bilamana ditemukan dua alat bukti yang
kuat. Dan kami telah memiliki kedua alat bukti yang kuat itu yaitu administrasi
dan bukti fisik di lapangan,” tegasnya.
Sementara itu Ambe Lince, salah
seorang tokoh masyarakat Kecamatan Nosu yang ditemui FAKTA di rumahnya beberapa
hari lalu mengatakan bahwa ia sangat mendukung upaya LSM KAKI dan wartawan yang
datang ke Nosu untuk memantau atau melihat langsung hasil pekerjaan para kontraktor
yang mengerjakan proyek jalan asal jadi saja.
“Misalnya paket proyek Normalisasi Sungai Nosu yang dibiayai melalui
Program Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) yang anggarannya
mencapai Rp 4.306.500.000,- lebih dan ini tidak dapat dinikmati masyarakat
justru malah membawa bencana bagi warga Nosu, puluhan hektar sawah warga hancur
karena tidak efektif lagi dikerjakan termasuk air irigasinya tidak lancar lagi,”
katanya. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment