I Wayan Candra |
KASUS dugaan korupsi pengadaan lahan Dermaga
Gunaksa Kabupaten Klungkung, Bali, terus bergulir. Para pihak terkait, termasuk
perannya masing-masing, terus didalami pihak Kejaksaan Negeri Klungkung diback up
Kejati Bali, guna mengungkap dan melengkapi berkas perkara hingga siap dibawa
ke ranah persidangan.
Sejauh
ini, terdapat 16 tersangka telah ditetapkan pihak kejaksaan. Inisial 16
tersangka itu, dikatakan Suhadi, Kepala Seksi Intelijen Kejari Klungkung, di antaranya
IWC yang ditetapkan tersangka sejak 17 Agustus 2014. Sementara 15 tersangka lainnya
masing-masing berinsial KJP, MNG, ASM, GGN, GGW, ANA, NYR, MDS, NYS, NGM, LNH,
IBS, GAA, MDA dan DAB, ditetapkan sebagai tersangka sejak 3 Juli 2014.
Kasi
Penkum Kejaksaan Tinggi Bali, Ashari Kurniawan SH MH, ditemui Rabu (13/8), menyebutkan
bahwa dari 15 tersangka itu termasuk Tim Sembilan atau Panitia Pengadaan Tanah
yang di antaranya pejabat eksekutif, aktif dan telah pensiun saat ini. Dan dari
unsur masyarakat sebagai perantara jual beli atau makelar pengadaan lahan
seluas 12 hektar lebih untuk akses menuju dermaga dan bangunan fisik Dermaga
Gunaksa.
Dugaan
sementara yang disangkakan, ganti rugi kemahalan. Harga jual lahan di areal itu
jauh lebih rendah dari uang ganti rugi sebesar Rp 14 juta per are yang diberikan
pemerintah. Total ganti rugi lahan tersebut telah menelan duit rakyat sebanyak
Rp 17 milyar lebih.
Disebutkan
Ashari, proses pelimpahan kasus pada ranah Pengadilan Tipikor menjadi target
segera pihak kejaksaan. Namun mengingat kasus ini terbilang besar, kata Ashari,
pengungkapan atau proses hukum yang dilakukan harus benar-benar cermat dan
teliti. “Kasus ini dalam tahap penyidikan, untuk nantinya masuk ke masa
penuntutan. Saat ini masih proses pemberkasan. Belum masuk tahap P21,” ujar
Ashari.
Ungkapan
senada dilontarkan Suhadi, Kepala Seksi Intelijen Kejari Klungkung. Dihubungi
via ponselnya, ia menyebutkan bahwa kasus Dermaga Gunaksa tersebut tergolong
besar dan tergolong banyak saksi yang diperiksa mengingat terkait pengadaan
tanah. “Setiap kasus kan dilihat dari besar dan kecilnya. Serta dilihat dari
banyak dan sedikitnya saksi yang diperiksa. Butuh waktu juga dalam pengungkapannya.
Apalagi ini tergolong masih banyak saksi lain yang diperiksa, mengingat terkait
pengadaan tanah,” ujar Suhadi dari ponselnya.
Penelusuran
FAKTA di lapangan bahwa Panitia Pengadaan Tanah atau dikenal sebagai Tim
Sembilan itu diketuai oleh Sekda Klungkung, Ketut Janapria (KJP). Wakil Ketua
oleh Asisten I Bidang Pemerintahan, Wakil Ketua 2 oleh Kepala Kantor Pertanahan
Klungkung, dan Sekretaris oleh Kasi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah pada Kantor
Pertanahan Klungkung. Sementara Sekretaris 2 dan anggota, masing-masing Kepala
Bagian Pemerintahan dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU), Kepala Dinas
Pertanian dan Perkebunan, Kepala Bappeda dan Kepala Badan Pendapatan. Tim
tersebut ditetapkan pada 7 Agustus 2007 oleh I Wayan Candra (IWC) saat masih
menjabat sebagai Bupati Klungkung.
Tugas
dan wewenang Panitia Pengadaan Tanah, menurut Perpres No.65 Tahun 2006, di antaranya
adalah mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman
dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang haknya akan
dilepaskan atau diserahkan. Mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah
yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya.
Menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau
diserahkan.
Jika
pihak kejaksaan menduga harga ganti rugi lahan itu kemahalan, artinya telah
terjadi mark up harga yang besarannya masih dalam pendalaman kasus. Dan diduga
kuat telah terjadi konspirasi antara makelar tanah dengan pihak eksekutif,
terjadi rekayasa pembebasan lahan. Itu apalagi, jika benar, terdapat tanah negara
yang diperjualbelikan sehingga pembangunan dermaga terkesan dipaksakan.
Ditambah lagi beberapa pandangan tim ahli teknis yang menjadi sumber FAKTA,
malah menyebutkan bahwa lokasi pembangunan dermaga itu kurang tepat. Lokasi
terbangunnya dermaga berdampak besar pada keamanan struktur serta kualitas
kontruksi lantaran derasnya ombak.
Selain
itu, kata sumber tersebut, dari segi pelaksanaan lokasi dermaga juga
berpengaruh terhadap faktor kesulitan pelaksanaan pekerjaan fisik. Itu
dibuktikan oleh pekerjaan dermaga yang hingga saat ini masih berlangsung, serta
adanya kerusakan bangunan proyek, di antaranya tanggul pengaman dermaga
(breakwater) lantaran hantaman ombak. Selain berdampak terhadap kerusakan
breakwater, tingginya gelombang juga akan berdampak terhadap aktivitas dermaga
ketika beroperasional nanti, di antaranya kerusakan dinding kapal saat merapat.
“Jika
dermaga selesai dibangun, dan beroperasional nanti, apakah deras dan tingginya
gelombang tidak merusak kapal-kapal yang merapat ?” ujar sumber FAKTA sembari
mewanti-wanti agar identitasnya tidak dipublikasikan.
Pelabuhan,
masih menurut sumber tadi, sepatutnya dibangun pada lokasi yang memiliki
bentang alam terlindungi dari gelombang, di antaranya seperti teluk. Serta
dibangun pada titik dengan kondisi perairan yang tenang. Jika membangun karena
alasan administratif, menurutnya, lokasi di Kusamba lebih tepat untuk dieksploitasi.
Pasalnya, di lokasi tersebut banyak nelayan tradisional yang dari tahun ke
tahun beraktivitas. “Aktivitas nelayan itu satu bukti bahwa faktor keamanan di
lokasi itu lebih pasti,” tandasnya.
Jika
analisa itu benar, semoga saja ada antisipasi pemerintah sehingga resiko
keamanan tidak berdampak luas terhadap masyarakat dan milyaran rupiah duit
rakyat dialokasikan untuk pembangunan dermaga itu bisa tepat guna dan sasaran.
Serta semoga kasus dugaan korupsi yang tengah didalami pihak kejaksaan ini
menjadi bukti nyata tegaknya hukum di negeri ini. Proses hukum yang dijalankan
tidak malah mandek seperti kasus dugaan korupsi proyek pipanisasi mata air
Embugan, Kabupaten Karangasem, yang telah menyeret I Wayan Geredeg, Bupati
Karangasem, sebagai tersangka serta 8 tersangka lain termasuk I Wayan Arnawa,
mantan Dinas PU setempat, yang ditangani pihak Polda Bali.
Sementara
itu, dari data yang disampaikan Dinas Perhubungan Provinsi Bali, menyebutkan
bahwa penetapan lokasi Dermaga Gunaksa sudah berdasarkan studi kelayakan. Itu
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung melalui konsultan perencana
LAPI-ITB sejak 2011, hingga kemudian pada 2006 dilakukan studi Detail
Engineering Design (DED). Dari studi kelayakan itu, Bupati Klungkung mengajukan
persetujuan penetapan lokasi terhadap Kementerian Perhubungan. Sehingga
keluarlah Keputusan Menteri Perhubungan bernomor KP. 369/2006 tanggal 7 November
2006 tentang penetapan lokasi pelabuhan yang di dalamnya memuat titik
koordinat.
Pembangunan dermaga itu sendiri dibangun sejak
2008 dengan rencana penganggaran sekitar Rp 188 milyar lebih bersumber dari
APBN yang hingga 2012 baru terserap sebesar Rp 69 milyar lebih atau sekitar
36,65 persen. Serta dari APBD Provinsi Bali direncanakan sebesar Rp
28.333.176.000,- hingga 2012 baru terserap sebesar Rp 12.299.609.000,- dan dari
APBD Kabupaten Klungkung sebesar 14.415.796.000,- dan hingga 2012 baru terserap
sekitar Rp 2.724.209.000. (F.915) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment