Imam Djasmani
Pengamat Sosial
Politik
|
ISIS (Islamic State of Iraq and
Suriah) merupakan kelompok garis keras umat Islam yang menghalalkan segala cara
dengan melakukan pembantaian kepada lawan pemahamannya yang tidak sealiran
untuk menjadikan Suriah dan Irak sebagai negara Islam. ISIS lahir pada tahun
2013 di Irak dengan melakukan berbagai macam kegiatan untuk mengembangkan
sayapnya yang diyakini sebagai agama yang paling benar dan juga melakukan
perlawanan pada pemerintah Irak, termasuk pembantaian terhadap kaum Syah, tidak
pandang anak-anak, wanita, tidak peduli walaupun sesama umat Islam. Menurut
informasi yang sering didengungkan media elektronik bahwa ISIS tidak peduli walau
sesama kaum Islam bila tidak sepaham, sealiran, dan dari golongan manapun, akan
dihabisi.
ISIS yang ada di Irak terdapat juga warga negara
Indonesia yang turut bergabung untuk berjuang melawan zionis atau kelompok yang
tidak sepaham dengan yang diyakininya. Menurut Kepala BIN (Badan Intelijen
Negara), ISIS sudah merebak di wilayah negara RI dan dianggap sudah sangat
membahayakan melebihi Al Qaidah.
Menteri Agama, para kyai, tokoh agama Islam,
ulama dan organisasi kemasyarakatan Islam menyampaikan beragam pendapat menanggapi
keberadaan ISIS di Indonesia yang dianggap sangat membahayakan dan harus
dicegah agar tidak berada dan berkembang di RI. Intinya, mereka ramai-ramai
menolak keberadaan ISIS di Indonesia, harus ditumpas !
Yang menjadi pertanyaan, sudah seberapa jauh
perkembangan ISIS di Indonesia dan besar pengaruhnya di Indonesia ? Apakah
sudah benar-benar kronis dan membahayakan dan sudah berapa jumlah pengikut ISIS
di Indonesia ? Kelihatannya seperti mau kiamat saja. Yang mengherankan dan
menjadi pertanyaan besar pula, mengapa heboh ISIS di Indonesia baru menggema saat
akan dilakukan pergantian Presiden RI ? Mengapa selama ini, sebelum pemilihan presiden
tenang-tenang saja dan aman-aman saja, tidak ada gejolak yang berkaitan dengan
ISIS ? Namun setelah pemilihan presiden berlangsung, heboh ISIS langsung
mencuat menggemparkan seluruh lapisan masyarakat. Jangan-jangan karena presiden
terpilihnya dari sipil lalu mulai digoyang-goyang.
Ujung-ujungnya ISIS dikatakan sebagai
terorisme. Untuk membasmi, memberantas ISIS, harus diperlukan dana yang cukup
besar, sarana dan prasarana juga diperlukan, karena yang dikhawatirkan di sana-sini
akan timbul huru-hara dan menjamurnya teroris, dan akan muncul lagi bom di
berbagai tempat seperti dahulu pada saat presidennya dipegang sipil, bom di mana-mana,
di masjid, gereja, hotel dan sebagainya. Ternyata setelah presidennya dari TNI
kejadian pengeboman langsung lenyap begitu saja. Masih ada pengeboman tetapi
hanya satu-dua saja. Saat presiden yang terpilih dari TNI, dalam penyelidikan ternyata
ada purnawirawan TNI bintang dua memiliki granat dan puluhan senjata laras panjang dan pendek.
Sedangkan dalam aturan UU, hal itu tidak diperbolehkan. Walaupun perwira tinggi
untuk menyimpan berbagai senjata di rumahnya harus ada surat ijinnya.
Negara Indonesia adalah negara hukum, tetapi
mengapa masih dalam taraf diduga dalam pengamanannya pihak Gegana langsung melakukan
penangkapan. Apa itu dibenarkan ? Sedangkan yang dikatakan perbuatan kejahatan/makar
itu harus ada dua alat bukti yaitu bukti dan saksi. Bila baru diduga sudah
dilakukan penangkapan, negara ini mau di bawa ke mana ? Yang dikhawatirkan,
yang diduga itu ditangkap lalu diperiksa dengan tekanan dan penyiksaan agar mau
mengakui walaupun tidak melakukan. Itu tidak sedikit yang terkuak, seperti tidak
melakukan pembunuhan tetapi disuruh mengaku membunuh. Yang dikhawatirkan, dalam
penangkapan kelompok ISIS yang dianggap terorisme, ternyata salah sasaran dan
rekayasa yang mengakibatkan keresahan masyarakat dan yang menjadi korban umat
Islam yang tidak tahu apa-apa atau sekedar tahu lalu ditangkap dikait-kaitkan dengan
kegiatan teroris ISIS. Itu semua semoga tidak terjadi.
Selain itu jangan sampai terjadinya heboh ISIS
di Indonesia adalah pesanan dari negara asing untuk mengganggu umat Islam di
Indonesia. Karena selama ini yang dikatakan terorisme itu hanya umat Islam sedangkan
kelompok agama lain selama ini kelihatannya belum pernah terdengar disebut
sebagai teroris. Diharapkan para ulama, kyai, dan tokoh agama Islam untuk lebih
berhati-hati dan teliti, tidak latah berkomentar berkaitan dengan terorisme. Jangan-jangan
malah diadu-domba seperti pada jaman penjajahan Belanda dulu, devide et impera.
Akhirnya siapa yang menjadi korban dan siapa yang diuntungkan ? Jangan memberikan
tanggapan dan komentar tentang ISIS seperti dunia ini akan runtuh saja. Berilah
tanggapan dan komentar yang menyejukkan umat, jangan sampai malah over acting
sok jadi pahlawan dan sok segala-galanya tahu. Sepertinya malah memprovokatori
agar aparat keamanan bertindak lebih bersemangat untuk melakukan tindakan yang
lebih brutal pada teroris tanpa dilandasi dengan aturan hukum yang berlaku di republik
ini. (*) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment