Saturday, November 1, 2014

LINTAS ACEH : MERASA DIZALIMI, KONTRAKTOR MEJAHIJAUKAN PA DAN PPK DPU SIMEULUE

Maimun Saleh SH saat memberikan keterangan kepada wartawan tentang gugatannya ke Pengadilan Negeri Sinabang
ENTAH karena kesewenang-wenangan atau tidak mengerti aturan, Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) diduga tabrak aturan. Benarkah ada modus mark down saat pengalokasian anggaran ?
Buntut dari perbedaan selisih volume pekerjaan box cluivert tepatnya di Desa Hulu, Kecamatan Teupah Barat, Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh, Maimun Saleh SH alias Boim menggugat pemerintah daerah melalui PPK Bidang Bina Marga setempat sebesar Rp 10 milyar (immateriil) serta kerugian materiil sebesar Rp 220.800.000.
Kasus ini bermula dari Direktur CV Bumi Indah Kontruksi, Maimun Saleh, menyampaikan secara tertulis bahwa proyek pekerjaan jembatan Box Cluivert yang dikerjakan perusahaannya tidak sesuai dengan kondisi kebutuhan lapangan yang melebihi 10 persen dari pagu anggaran. Saat itu Boim melihat pekerjaan tersebut terindikasi gagal perencanaan. Makanya ia selaku kontraktor meminta pihak Dinas PU Simeulue untuk melakukan penghitugan ulang bersama dengan konsultan perencana dan pengawas. Namun permintaannya itu tak mendapat jawaban dari PPK Bidang Bina Marga Dinas PU setempat sampai dua kali surat tertulis dilayangkan.
Merasa tak ditanggapi, ia pun menempuh jalur hukum atas persoalan yang tak mempunyai titik temu tersebut. Pasalnya, belakangan diketahui ternyata Dinas PU tidak menetapkan konsultan perencanaan dan pengawasan yang mengakibatkan terjadinya perbedaan atau selisih quantity/volume BQ dalam SPK lapangan pada pekerjaan proyek penunjukan langsung (PL) senilai Rp 146.500.000,- itu. Dan, membuktikan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PA dan PPK DPU Simeulue.
Kepada wartawan, Boim menjelaskan bahwa sebelumnya ia telah menyampaikan persoalan tersebut untuk ditanggapi dengan serius oleh PPK, karena sampai dengan hari ini pekerjaan tersebut tidak mempunyai kepastian. Namun sayang, pihak Dinas PU tak mau menanggapinya. “Awalnya tak ada niat saya untuk melabuhkan persoalan ini ke ranah hukum tapi karena tidak kooperatifnya PPK Bidang Bina Marga membuat saya gerah dan bertanya-tanya ada apa sesungguhnya kok terkesan zalim ? Benar saja, ternyata Dinas PU selama ini tak menunjuk konsultan perencana pada kegiatan yang saya kerjakan. Kuat dugaan ada permainan dalam pengalokasian anggaran,” ujar Boim.
Lanjutnya, sikap yang dilakukan oleh PPK dan PA Simeulue itu terang-terangan telah mengabaikan azas kepentingan publik dan azas keadilan. Bahkan, menurut ayah tiga orang anak ini, kebijakan pengalokasian anggaran proyek itu disinyalir sarat penekanan (mark down). “Lihat saja pada Surat Perintah Kerja (SPK)-nya, kontraktor sama sekali tidak diberikan gambar. Tak hanya itu, pekerjaan tersebut tidak memiliki pengawasan sehingga menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan yang berakibat terjadinya perbedaan selisih volume antara kontrak kerja dengan kebutuhan lapangan,” ujarnya.
Anehnya lagi, penambahan biaya sebanyak Rp 28 juta tanpa menyebutkan asal-usul sumber anggaran, bahkan uangnya sebagian besar tidak masuk ke rekening perusahaan selaku pelaksana kegiatan tetapi dibayarkan langsung ke pekerja dan toko material. Pengukuran pun dilakukan sepihak oleh PPK tanpa melibatkan konsultan perencana dan pengawas, termasuk pelaksana sendiri. Alhasil perbedaan ukuran lebar jembatan menjadi polemic. Awalnya 4 meter tapi di lapangan menjadi 7 meter.
Dalam gugatannya, ia menilai sanksi yang dijatuhkan PPK sebesar 1/1.000, tidak memiliki dasar hukum. Pasalnya, secara teknis PPK yang tidak mencantumkan konsultan perencana merupakan perbuatan melanggar hukum sesuai dengan Perpres 54 Tahun 2010 serta perubahan pada Perpres 70 Tahun 2012 termasuk Peraturan Pemerintah (PP) tentang penyelenggaraan kontruksi.
Sementara alasan pihak DPU Kabupaten Simeulue yang mengatakan jika kondisi keuangan sedang tidak memungkinkan maka pihak dinas sendiri dapat membuat perencanaan melalui intansinya, oleh Boim dituding sebagai tindakan yang menyalahi aturan.
Melihat gelagat tidak baik dan penuh permainan, mantan anggota panwas pemilu ini memejahijaukan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri Sinabang. Dalam hal ini Boim bertindak sebagai penggugat, sedangkan Ir Iwan MM dan Afit Linon ST disebut sebagai tergugat dan turut tergugat adalah Bupati Simeulue. “Setelah berbagai langkah mediasi yang dilakukan berujung deadlock (gagal), tak ada pilihan lain putusan pengadilan akan menentukan secara hukum siapa yang benar dan siapa yang salah dalam perkara gugatan yang saya ajukan ke pengadilan dengan nomor 04/Pdt/G/2014/ PN-SNB tanggal 22 Mei 2014 ini,” tegas Alumni Fakultas Hukum ini.
Pihak Pengguna Anggaran (PA) yang dikonfirmasi Sumadi dari FAKTA melalui HP-nya membenarkan bahwa perkara yang digugat Maimun Saleh sudah sampai ke ranah hukum. “Perkara ini masih dalam proses hukum maka kita tunggu saja bagaimana hasil akhirnya nanti,” kata Iwan singkat.
            Sedangkan pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Afit Linon ST, tak berhasil dikonfirmasi. Meski ditelepon masuk namun tak ada jawaban. Mungkinkah pegawai golongan III yang juga pemilik Wisma Graha Fit ini pilih menghindari wartawan ? (F.960) web majalah fakta / majalah fakta online 

No comments:

Post a Comment