Sunday, November 9, 2014

HUKUM : MAJELIS HAKIM PN JAKARTA SELATAN DILAPORKAN KE KY

Putusannya dianggap tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum di persidangan dan diduga adanya kriminalisasi perkara serta pelanggaran kode etik dan perilaku hakim

Dari kiri : Hakim Hariono SH, Hakim Muhammad Razad SH MH dan Hakim Suwanto SH, dilaporkan ke KY
PADA tanggal 26 Agustus 2014 Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah memutuskan perkara pidana dengan hukuman 1 tahun potong masa tahanan terhadap seorang guru bernama Ibu Rasmono Chaya Bhuana yang dinyatakan terbukti melakukan penggelapan terhadap uang pembelian rumah milik Michael Brumby, warga negara Inggris, yang tinggal di Indonesia saat ini sebagai pelajar, yang sebelumnya adalah rekan sesama pengajar dari Ibu Guru Rasmono.
Saat putusan selesai dibacakan, sang ibu guru dengan tegas menyatakan akan  banding terhadap putusan tersebut seraya mengatakan,”Saya akan mencari keadilan sampai kapan pun dan di mana pun”.
Jaksa penuntut umum pun juga menyatakan banding karena putusan majelis hakim dianggap jauh dari tuntutannya yakni hukuman penjara 2 tahun 6 bulan.
Atas putusan pidana majelis hakim tersebut, melalui kuasa hukumnya yaitu  Jaskur Galampa SE SH MH dan rekan, Ibu Guru Rasmono melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta. Ibu guru Rasmono bukan saja melakukan upaya banding untuk mencari keadilan, akan tetapi juga melaporkan majelis hakim yang telah menjatuhi hukuman kepadanya itu ke Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia di Jl Kramat Raya, Jakarta.
Ibu Guru Rasmono Chaya Bhuana digendong suaminya saat turun dari mobil tahanan kejaksaan untuk disidangkan di PN Jakarta Selatan
Dalam pengaduannya ke KY, Ibu Guru Rasmono melalui kuasa hukumnya melaporkan adanya dugaan kriminalisasi dan pelanggaran kode etik serta pedoman perilaku majelis hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana Ibu Guru Rasmono. Pasalnya, fakta di persidangan menunjukkan bahwa pelapor Michael Brumby, warga negara Inggris, tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah uang yang telah ditransfernya ke Ibu Guru Rasmono, sehingga jumlah uang yang ditransfernya adalah jumlah yang dibuat-buat dan diinginkan oleh jaksa penuntut umum dan diamini begitu saja oleh majelis hakim
Bukan hanya itu yang menjadi dasar pengaduan Ibu Guru Rasmono ke KY. Juga terungkap fakta hukum di persidangan bahwa yang dimaksud uang sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) yang dinyatakan digelapkan oleh Ibu Guru Rasmono oleh majelis hakim dalam putusannya itu adalah uang pelapor Michel Brumby yang dibayarkan ke Wirawan Group atas kekurangan uang pembelian rumah Ibu Guru Rasmono. Dalam hal ini diduga telah terjadi persekongkolan antara Michael Brumby dengan Wirawan Group selaku pengembang Perumahan Melati Residence, Jagakarsa, untuk memiliki tanpa hak rumah yang dibeli oleh Ibu Guru Rasmono.
Dalam memori bandingnya, Ibu Guru Rasmono melalui kuasa hukumnya mengajukan keberatan atas kesaksian yang dihadirkan oleh pelapor Michael Brumby. Fakta hukum di persidangan bahwa saksi Wirawan Wahyu Dewanto dan saksi Chyntia Andini, yang merupakan pengembang dan marketing perumahan Melati Residence, adalah bukan saksi yang mendengar, melihat, dan mengetahui sendiri bahwa rumah yang disengketakan dan berada di komplek Melati Residence tersebut adalah rumah yang dibeli oleh Michael Brumby melalui pertolongan Ibu Guru Rasmono. Akan tetapi dalam keterangan di persidangan bahwa saksi Wirawan dan Chintya hanya mendengar kesaksian dari pelapor Michael Brumby saja. Kuasa hukum Ibu Guru Rasmono menyatakan bahwa kesaksian Michael Brumby adalah kesaksian yang berdiri sendiri dan karenanya satu saksi adalah bukan saksi (unus testis nullus testis).
Dan, kuasa hukum Ibu Guru Rasmono juga menegaskan dalam memori banding maupun eksepsinya dalam persidangan bahwa jika mengacu pada  Undang-Undang Agraria No. 5 Tahun 1960  pasal 9 ayat (1) dengan tegas menyatakan,“Hanya Warga Negara Indonesia yang  dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan pasal 2.” Dalam UU yang sama tersebut pada pasal 21 ayat (1) juga menegaskan,Hanya Warga Negara Indonesia saja yang mempunyai Hak Milik atas Tanah.” Atas pertimbangan undang-undang tersebut bahwa perkara yang dilaporkan oleh Michael Brumby yang merupakan warga negara Inggris adalah perbuatan yang telah melanggar hukum. Maka pertimbangan hukum judex factie dalam perkara ini juga melanggar/bertentangan dengan hukum.
Menukil berita dari www.konsumenproperti.com bahwa keinginan pemerintah untuk memberikan kesempatan pada warga negara asing (WNA) memiliki properti di Indonesia, akhirnya kandas. Hal ini menyusul penolakan Komisi V DPR RI terhadap pemilikan properti oleh orang asing yang tertuang dalam UU Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) No.1 Tahun 2011.
Menurut Ketua Komisi V DPR RI, Yasti Suprejo Mokoagow, dalam pasal 52 UU Perkim diatur ketentuan mengenai pemilikan properti oleh orang asing. Di mana orang asing hanya dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai. Ketentuan mengenai orang asing dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau hak pakai tersebut. Itu pun harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang menarik, dalam kasus ini Ibu Guru Rasmono juga mengajukan gugatan perdata terhadap rumah yang dia beli ke PN Jakarta Selatan. Karena rumah yang dia beli itulah maka Ibu Guru Rasmono dijatuhi hukuman penjara selama 1 (satu) tahun potong masa tahanan. Sidang gugatan perdatanya sampai berita ini dibuat masih terus berlangsung.
Perkara gugatan rumah yang dibeli Ibu Guru Rasmono di Melati Residence Jagakarsa ini disidangkan oleh majelis hakim yang sama dengan sidang perkara pidananya yang diketuai oleh Hakim Hariono SH dengan anggota Hakim Muhammad Razad SH MH dan Hakim Suwanto SH.
            Maka, melalui kuasa hukumnya pula, Ibu Guru Rasmono mengajukan surat permohonan penggantian majelis hakim yang menyidangkan perkara perdata No.354/PDT.G/2014/PN.JAKSEL tersebut kepada Ketua PN Jakarta Selatan pada tanggal 11 September 2014. Alasannya sebagai berikut;
1. Pemohon adalah penggugat dalam perkara perdata
    No.354/PDT.G/2014/PN.JAKSEL dan pemohon juga merupakan terdakwa dalam
    perkara pidana No.639/Pid.B/2014/PN.Jkt.Sel yang diperiksa dan diadili oleh
    majelis hakim yang sama sebagaimana tersebut di atas, di mana perkara pidana
    telah diputus pada tanggal 26 Agustus 2014 sedangkan perkara perdatanya
    masih dalam proses persidangan.
2. Bahwa dengan adanya putusan perkara pidana No.639/Pid.B/2014/PN.Jkt.Sel
    tersebut pemohon menduga adanya kriminalisasi perkara dan pelanggaran kode
    etik dan pedoman perilaku hakim sehingga pemohon membuat laporan kepada
    Komisi Yudisial Republik Indonesia dengan No.1181/IX/2014/P tanggal 10
    September 2014.
3. Bahwa dengan adanya laporan kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia
    tersebut maka kelanjutan pemeriksaan perkara perdata
    No.354/PDT.G/2014/PN.JAKSEL apabila masih tetap diperiksa dan diadili oleh
    majelis hakim tersebut di atas diduga akan terjadi konflik kepentingan dan
    pemohon merasa adanya ketidakadilan lagi dalam pengambilan keputusan
    perkara perdata No.354/PDT.G/2014/PN.JAKSEL dimaksud. (F.958) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment