Menengok Kerukunan
Antar Umat Beragama Di Kecamatan Halong
DESA Kapul, Kecamatan Halong, merupakan simbol bahwa adat dan budaya
menjadi indikator penting dalam bersatunya lima umat beragama yang ada di
Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Setidaknya ada tiga pemeluk agama berbeda di Desa Kapul, yakni
Budha, Kristen Katolik dan Protestan, sedangkan umat muslim ada di desa
tetangganya yaitu Desa Halong, sementara penganut Hindu terpusat di Desa Liyu,
tidak jauh dari Desa Kapul.
Namun, masyarakat yang minoritas beragama lain di salah satu
desa itu tak pernah merasa dikucilkan, malah mereka selalu mendapat dukungan
dari pemeluk agama mayoritas, seperti yang dirasakan oleh penganut agama
Protestan, Damayanto. "Di desa kami mayoritas agama Islam kemudian Budha,
tapi toleransi antar umat beragama sampai sejauh ini kami rasakan tidak pernah
ada permasalahan dan bahkan sangat baik," ujarnya yang juga sebagai
Pendeta GKE Protestan Halong.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, keberagaman agama di
Kecamatan Halong sudah ada sejak puluhan tahun silam. Metode dan cara masuknya
agama pun memiliki waktu yang berbeda. Setiap agama pun kini sudah memiliki
tempat ibadah masing-masing, sehingga dengan khusyuk bisa melaksanakan ibadah
sesuai dengan kepercayaan agama masing-masing.
Di sisi lain, dipusatkannya pelestarian seni budaya suku Dayak
Pegunungan Meratus oleh masyarakat sekitar di Desa Kapul, secara tidak langsung
mengakrabkan antar umat beragama yang ada di tiga desa tersebut, dari generasi
ke generasi turun-temurun.
Demi melestarikan dan sekaligus sebagai wadah serta pemersatu
anak-anak setempat yang berasal dari berbagai agama untuk berkesenian, di Desa
Kapul dibentuk Sanggar Seni Wadian Tambai Balangan (SSWTB).
Di sanggar ini, anak-anak diajarkan tari-tarian dan permainan
musik tradisional. Sejak dibentuk pada 5 April 2005, SSWTB sudah memiliki
puluhan karya tari-tarian yang sudah dibuat, dari tradisi hingga kreasi, baik
untuk pementasan biasa sampai untuk mengikuti berbagai festival.
Sekretaris SSWTB, Yansyah Woto, mengatakan, melalui sanggar
inilah secara tidak langsung terjalin silaturahmi dan keakraban antar anak-anak
yang berasal dari berbagai agama, hingga saling menghormati satu dengan yang
lainnya. "Setiap harinya saat anak-anak berkumpul untuk latihan, semuanya
berlangsung normal, tidak tampak ada perbedaan agama di antara mereka apalagi yang
berbau rasis, semuanya saling menghormati," ungkapnya.
Juliansyah, salah seorang muslim yang merupakan anggota SSWTB
mengungkapkan, semenjak tergabung dalam SSWTB, banyak pelajaran yang ia
dapatkan. Terutama tentang bagaimana menghargai pemeluk agama lain. "Selain
melestarikan seni budaya tradisi, di sini juga saya belajar tentang
toleransi," ucapnya.
Sikap saling toleransi tanpa mempermasalahkan perbedaan agama
ini pun berbuah manis. Prestasi demi prestasi ditorehkan SSWTB, baik di
tingkatan lokal maupun nasional.
Tak hanya seni budaya, di Desa Kapul juga diajarkan banyak
potensi kerajinan khas Dayak, misalnya kerajinan anyaman bermotif Dayak dan
membuat parang.
Dari keunikan itulah, akhirnya menjadi salah satu alasan
pemerintah kabupaten setempat menobatkan Desa Kapul di Kecamatan Halong sebagai
Desa Wisata Wadian Tambai.
Penetapan desa ini sebagai desa wisata, secara tak langsung membuat
masyarakat setempat terus berinovasi, untuk membuktikan bahwa gelar tersebut
memang pantas mereka sandang.
Setiap tahun sejak ditetapkan sebagai desa wisata pada tahun
2015, Dewan Adat Dayak (DAD) Balangan secara konsisten menggelar acara bertajuk
Pesona Dayak Meratus yang menyajikan ragam tradisi, budaya, kesenian dan
kerajinan khas suku Dayak Meratus di Halong.
Ada juga atraksi keahlian masyarakat Dayak Meratus seperti
menggunakan sumpit untuk berburu, hingga berbagai kuliner.
Ketua DAD Balangan, Mandan, mengatakan, dalam setiap penyelenggaraan
Pesona Dayak Meratus ini semua pihak baik itu yang beragama Islam, Budha, Hindu
hingga Kristen bergotong-royong untuk menyukseskan acara.
"Memang semua pemeluk agama di sini memiliki nilai budaya
dan tradisi yang sama sudah sejak dahulu. Kemudian keinginan kuat dari semua
generasi untuk menjaga kelestarian budaya inilah yang membuat kerukunan antar
umat beragama terjaga dengan sangat baik," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Desa Wisata Wadian Tambai, Hardiansyah, menilai,
keberadaan Desa Kapul sebagai desa wisata budaya hingga saat ini terus
berkembang dengan terbentuknya kelompok sadar wisata. "Dari segi
ekonomi pun masyarakatnya sudah cukup meningkat, berkat wisatawan yang
berdatangan. Ini semua berkat kerukunan dan gotong-royong masyarakatnya yang
terdiri dari berbagai agama," ujarnya.
Baru-baru ini, bukan hanya keunikan budaya dan kesenian serta
tradisi masyarakat suku Dayak Meratus yang ada di sana, namun juga ada
destinasi wisata alam yang baru tereksplorasi, berupa pemandangan gugusan
pegunungan Meratus dari atas Bukit Balawanai.
Adanya wisata alam yang dapat dijangkau dalam waktu 15 menit
dari pusat Desa Kapul menggunakan sepeda motor tersebut, semakin melengkapi
julukan desa wisata yang disandang oleh Desa Wisata Wadian Tambai.
Desa-desa yang dihuni oleh lima umat beragama di Kecamatan
Halong :
1. Desa Halong –
Islam
2. Desa Liyu – Hindu
3. Desa Kapul – Budha,
Kristen Katolik dan Protestan.
Prestasi bergengsi yang pernah diraih SSWTB :
1. Juara 1 tari gelang
region se-Kalimantan di Barito Timur, Kalteng, tahun 2017.
2. Juara 2 lomba tari
kreasi Buddhis tingkat nasional di Jakarta, tahun 2015.
3. Penata rias, kostum
serta penampilan terbaik pada lomba tari pedalaman se-
Kalsel, tahun 2015. (Tim)
No comments:
Post a Comment