Monday, March 7, 2016

BERITA UTAMA

MENANTI PUTUSAN MKD

Rakyat menanti putusan MKD 
MAHKAMAH Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menggelar rapat internal untuk menentukan jadwal sidang etik terhadap Ketua DPR RI, Setya Novanto, yang diduga mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia. "Rapat internal MKD (agenda persidangan Setya Novanto) ditentukan lewat rapat," kata Wakil Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad, Senin (30/11).
Rapat akan dilakukan pukul 13.00 WIB dengan beberapa agenda lainnya. "Rapat didahului dengan penetapan wakil ketua baru dari Partai Golkar (Hardisoesilo diganti Kahar Muzakir)," ujar Dasco.
Saat disinggung siapa saja yang akan dipanggil dalam kasus Setya Novanto ini, politikus Gerindra tersebut menyatakan MKD belum menentukan hal tersebut.
"Masih jauh kita bicara itu (siapa saja yang bakal dipanggil). Karena, rekaman 10 segmen itu belum lengkap, kita akan minta data-data terbaru. Saya tidak bisa ungkapkan, karena ini menyangkut materi," tandas Dasco.
Anggota DPR berinisial SN atau diduga Setya Novanto dilaporkan ke MKD oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), Sudirman Said, pada Senin (16/11). Laporan tersebut terkait dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Namun, Setya Novanto membantah tudingan dia mencatut nama pimpinan negara. Bahkan, dia mengatakan, dalam transkrip pembicaraannya dengan bos Freeport yang beredar, tidak ada satu kalimat pun yang meminta saham.
Lucas SH sebagai penasihat hukum Setya Novanto pun mengatakan bahwa pimpinan DPR mengakui jika petinggi PT Freeport Indonesia atas keinginannya sendiri mengadakan pertemuan untuk membahas perpanjangan kontrak.
Dipaparkan Lucas, kronologi pertemuan itu berawal pada tanggal 27 April 2015 pukul 14.00 WIB, Direktur Utama Freeport (MS) datang menemui SN di Gedung DPR. Kehadiran MS sendiri untuk meminta bantuan agar SN dapat meyakinkan pemerintah untuk memperpanjang kontrak dengan Freeport. Namun, lanjut Lucas, hasil tersirat dari pertemuan tersebut menyatakan kontrak Freeport tidak dapat diperpanjang karena bertentangan dengan undang-undang.
Selain itu jika Ketua DPR dapat membantu perpanjangan kontrak Freeport maka ada imbalannya. Namun sebaliknya jika kontrak Freeport tidak diperpanjang maka akan ada arbitrase internasional terhadap Indonesia pada Juli 2015. "Pertemuan tersebut berlangsung di ruang Ketua DPR antara Ketua DPR (SN) dengan Dirut Freeport (MS),” ujar Lucas dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Selasa (17/11/2015).
Dijelaskan Lucas pula bahwa beberapa hari setelah pertemuan tersebut, Ketua DPR menemui Presiden Jokowi untuk menanyakan sikap presiden terhadap perpanjangan kontrak Freeport. Saat itu presiden dengan tegas menyampaikan bahwa Freeport tidak dapat diperpanjang karena melanggar UU dan kalaupun mau diperpanjang harus diubah dengan kondisi yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia dan Papua.
"Selain itu, seharusnya hal ini tidak perlu dibahas sekarang karena baru akan jatuh tempo 2021, sehingga kalau mau dibahas nanti pada tahun 2019,” jelas Lucas.
Freeport picu konflik Menteri ESDM dan Ketua DPR
Setelah pertemuan dengan presiden, SN menjadi penasaran dan khawatir. Mengapa Freeport begitu antusias ? Selain itu SN juga ingin mengetahui lebih jauh mengenai ancaman arbitrase internasional. Karena itu, SN meminta bantuan seorang pengusaha berinisial R yang berkelas internasional untuk ikut dalam pertemuan agar mendengar, memberikan masukan dan menjadi saksi dalam pertemuan tersebut.
“Sebelum pertemuan kedua terjadi, SN dan R terlebih dahulu sepakat bahwa Freeport tidak mungkin bisa diperpanjang karena melanggar UU dan merugikan Indonesia dan Papua," terang Lucas.
Namun, imbuh Lucas, SN juga berpikir bahwa perpanjangan Freeport harus dicegah. Hanya saja dalam sisi lain tetap harus memperhatikan ancaman arbitrase internasional.
Dalam pertemuan kedua yang terjadi pada 13 Mei 2015, pukul 17.00 WIB, di Lantai 21 Board 1 Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta Selatan, sikap dari Freeport tidak berubah malah semakin bersemangat. Apalagi ketika dipancing oleh SN seolah-olah ada jalan untuk perpanjangan kontrak Freeport. Namun pembicaraan tersebut belum juga tuntas dan dilanjutkan dengan pertemuan yang ketiga.
Selanjutnya dalam pertemuan yang ketiga di Lantai 21 Board 2 Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta Selatan, pada tanggal 8 Juni 2015, pukul 16.00 WIB, MS begitu antusias dan bersemangat sementara pihak SN dan R sama sekali tidak tertarik dengan segala iming-iming dari Freeport.
Karena melihat gelagat yang tidak beres dan setelah mengetahui siapa yang ada di balik semua ini, maka SN dan R mengakhiri pertemuan tersebut. "Sebelum pertemuan ini diakhiri, SN membisiki MS dengan kalimat kita orang Indonesia harus cinta Indonesia, bela kepentingan Indonesia dan tidak hanya berdiri di atas kepentingan Freeport,” tegas Lucas. Lucas mengatakan pertemuan pun diakhiri dan tidak ada pertemuan lebih lanjut.
Sebelumnya, Sudirman Said mengungkapkan ada oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memuluskan renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia (FI) di Papua. "Seolah-olah presiden minta saham. Wapres juga dijual namanya. Saya sudah laporkan kepada kedua beliau. Beliau-beliau marah karena tak mungkin mereka melakukan itu. Pak Jokowi mengatakan, ‘Ora sudi'. Ora sudi kan ungkapan Jawa yang sangat dalam," kata Sudirman.
"Saya dalam pertemuan dengan Majelis Kehormatan DPR (MKD) telah menjelaskan nama, waktu, dan tempat kejadian dan pokok pembicaraan yang dilakukan oleh oknum salah satu anggota DPR dengan pimpinan PT Freeport Indonesia agar ditindaklanjuti," kata Sudirman Said usai melaporkan SN ke MKD, Senin (16/11).
Dalam penjelasan tersebut Sudirman mengatakan bahwa anggota DPR tersebut bersama dengan seorang pengusaha telah beberapa kali memanggil serta melakukan pertemuan dengan pimpinan PT FI.
Pada pertemuan ketiga yang dilakukan hari Senin, 8 Juni 2015, sekitar jam 14.00 hingga 16.00 WIB, bertempat di suatu hotel di kawasan Pacific Place, SCBD, Jakarta Selatan, oknum DPR tersebut menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak PT FI dan meminta agar PT FI memberikan saham yang disebutnya akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo serta Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Keterangan ini saya dapat karena saya meminta kepada pimpinan PT FI untuk selalu melaporkan interaksi dengan pemangku kepentingan utama guna menjaga keputusan yang diambil secara transparan," kata Sudirman Said.
Anggota DPR tersebut menjanjikan suatu cara penyelesaian kepada pihak yang sedang bernegosiasi dengan RI, sembari meminta saham perusahaan dan saham proyek pembangkit listrik. "Sebagai Menteri ESDM, saya diberi mandat oleh presiden untuk melakukan penataan sektor energi dan SDM, saya berkepentingan membersihkan praktik pemburu rente yang menggunakan kekuasaan dan kepentingan pribadi," katanya.
Terkait mengenai inisial oknum, Sudirman Said menyerahkan sepenuhnya kepada MKD untuk memproses serta mengumumkan tindakan selanjutnya. "Saya telah melakukan berbagai langkah pembenahan untuk memperbaiki iklim investasi dan mendorong percepatan pembangunan sektor energi dan sumber daya mineral, pemangkasan 60 persen perizinan dan budaya kinerja baru yang lebih sehat. Selanjutnya mari kita beri kesempatan MKD untuk bersama-sama menjaga serta menjalankan tugasnya," katanya.
Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, mengibaratkan konflik yang terjadi antara Menteri ESDM, Sudirman Said, dengan Ketua DPR, Setya Novanto, soal lobi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia seperti sinetron antargeng. “Anggap saja sedang melihat sinetron antargeng," ujar Rizal Ramli, di Hotel JS Luwasa, Jalan H R Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/11).
Lebih lanjut, Rizal Ramli menyebutkan, jika apa yang terjadi saat ini merupakan hiburan tersendiri bagi rakyat Indonesia. "Anggap saja rakyat Indonesia sedang dihibur sinetron antargeng yang kadang perang kadang berdamai," jelas dia.

Selanjutnya, rakyat menanti putusan MKD, apakah Setya Novanto divonis terbukti melakukan pelanggaran etika kategori berat sehingga harus diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPR maupun sebagai Anggota DPR atau tidak ? (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment