MESKI telah dinyatakan sah dan memenuhi prosedur
oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, namun polemik tentang pemilihan Wakil
Walikota Surabaya belum berhenti. Sedangkan Wisnu Sakti Buana toh telah dilantik secara resmi oleh
Gubernur Jawa Timur sebagai Wakil Walikota Surabaya untuk sisa masa jabatan
2010-2015.
Tidak
lama setelah itu merebak rumor bahwa Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, akan
mengundurkan diri. Maka polemik pun bertambah panas. Kedatangan Risma di gedung
DPR RI di Senayan, Jakarta, tempo hari pun disebut-sebut sebagai upaya mengadu
alias curhat sang walikota kepada anggota dewan di tingkat pusat.
![]() |
Sudirjo |
Namun
Sekretaris Panitia Pemilihan Wakil Walikota Surabaya, Sudirjo, membenarkan
bahwa pihaknyalah yang mengirimkan tembusan laporan hasil pemilihan Wakil
Walikota Surabaya yang berbuah polemik itu ke Sekjen DPR RI. Sehingga mendapat
tanggapan, dan Walikota Surabaya lantas diundang untuk klarifikasi.
Tak
kurang, Sudirjo dan anggota panitia Pilwawali lainnya pun diundang ke DPR RI
untuk klarifikasi terkait hal yang sama. Sudirjo mengatakan, ia hadir di sana
bersama tiga orang anggota lainnya, yakni Edhi Budi Prabowo (Golkar) selaku
Ketua Panitia Pemilihan, Fathur Rohmat (PKS) dan Muhammad Syafii (PKB) selaku
anggota. “Kami datang berempat. Tiga anggota panlih tidak hadir,” kata Sudirjo,
politikus Partai Amanat Nasional, seraya menambahkan, pertemuan berlangsung di
ruang kerja Wakil Ketua DPR RI Koordinator Polkam di Gedung Nusantara III
Lantai 3 DPR RI mulai pukul 10.30 WIB, Jumat (21/2).
Sudirjo
mengatakan, selain Priyo Budi Santoso, pertemuan itu juga dihadiri Ketua Komisi
II Bidang Pemerintahan DPR RI, Arif Wibowo, dan salah satu Wakil Ketua Komisi
II DPR RI. Sudirjo mengklaim rapat berlangsung seperti skenarionya, yakni
melaporkan proses pemilihan Wakil Walikota Surabaya yang tidak prosedural.
Menurut
Sudirjo, DPR RI selanjutnya akan memanggil dan mempertemukan semua pihak untuk
mengklarifikasi masalah di Surabaya tersebut. Pekan depan, sebelum reses DPR RI
tanggal 26 Februari, Komisi II akan memanggil Biro Hukum dan Direktur Jenderal
Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Biro Hukum Provinsi Jawa Timur,
Sekretaris DPRD Propinsi Jawa Timur dan Kota Surabaya, Panitia Pemilihan Wakil
Walikota Surabaya.
Anggota
Panitia Pemilihan, Adi Sutarwiyono, mengaku menerima undangan yang sama dari
DPR RI. Namun undangan itu baru dikirim kemarin sore dan Sekretaris Dewan baru
menyampaikan kepadanya pukul 09.30 WIB tadi pagi. “Suratnya datang terlambat.
Saya tidak bisa datang,” kata Adi.
Ia
menyesalkan surat itu datang mendadak, sehingga tidak bisa memberikan
konfirmasi kepada pimpinan DPR. “Kalau pertemuan itu terjadi, saya yakin
informasinya hanya sepihak dari mereka yang tidak setuju pemilihan Wawali Kota
Surabaya,” ujarnya.
Sementara
itu didapati kabar bahwa Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP), Tjahjo Kumolo, meminta polemik soal isu mundurnya Walikota
Surabaya, Tri Rismaharani, tidak dikaitkan dengan persoalan partai. Menurutnya, Risma mengaku menghadapi berbagai persoalan
dalam menata kota pahlawan itu.
Meskipun pemberitaan sempat merebak santer bahwa telah terjadi
ketidakharmonisan hubungan antara Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, dengan
Wakil Walikota Surabaya, Wisnu Sakti Buana, namun Tjahjo tetap menolak dengan
mengatakan, soal pemilihan Wakil Walikota Surabaya itu antara Risma dengan DPRD
Surabaya. “Jangan dong dibawa masalah
DPRD ke Risma jadi masalah Risma dengan PDI Perjuangan," kata Tjahjo
kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/2).
Ia menegaskan kembali bahwa dukungan PDIP sudah dilakukan sejak
awal hingga kini. Hal tersebut terbukti dari keputusan PDIP mengusung Risma. "Yang
dukung dan usung Risma menjadi Walikota Surabaya itu PDI Perjuangan," tegas
Tjahjo. Kepada DPP, lanjut Tjahjo, Risma hanya berkeluh-kesah soal berbagai
kendala yang dihadapi dalam membangun Kota Surabaya.
Memang, yang mengusung
Risma sampai terpilih menjadi Walikota Surabaya saat itu adalah PDIP. Tapi
belakangan disebut-sebut setelah jadi Walikota Surabaya, Risma diibaratkan
kacang lupa kulitnya, tidak mengutamakan kepentingan PDIP, karena sejak awal
Risma memang bukanlah kader PDIP melainkan birokrat sejati. Hingga
disebut-sebut pula sebagian kalangan PDIP di Surabaya geram kepada Risma.
Apalagi April 2014 nanti PDIP disebut-sebut pasang target mayoritas dalam
perolehan suara di Pileg maupun Pilpres, termasuk di Kota Surabaya sebagai
salah satu barometer perpolitikan nasional. (F.183)R.07
No comments:
Post a Comment