HENDROPRIYONO, mantan Kepala BIN, berpendapat bahwa
jika bisa teroris ditangkap hidup tapi jika melawan ditembak mati. “Saya kira
apa yang dilakukan Densus 88 sudah cukup akurat dan tepat. Karena, menurut saya,
butuh waktu untuk melumpuhkan teroris dan saya yakin kerja Densus 88 tidak
sembarangan”.
Sedangkan menurut Azam Khan SH yang
pernah menangani kasus Bom Bali I bahwa kasus teroris setelah Bom Bali I tidak
ada yang menyerupai dahsyatnya Bom Bali I tersebut di mana korban yang
meninggal hingga lebih dari 200 orang. “Akan tetapi saya dan masyarakat bingung
melihat cara kerja intelijen kita, terutama Densus 88. Saya juga sudah
menyarankan kepada Densus 88 Anti Teror agar menangkap hidup-hidup para teroris
ataupun terduga teroris guna penyidikan lebih lanjut. Kalau hidup bisa
diperiksa lebih lanjut. Bukankah pernah terjadi kejadian salah tangkap ?"
kata Azam Khan mengingatkan.
Pada tahun lalu, tepatnya bulan
Juli, kasus salah tangkap kerap dilakukan Densus 88 terhadap terduga teroris.
Densus 88 akhirnya melepaskan Sapari (49) dan Mugi Hartanto (38), warga
Tulungagung, Jawa Timur, karena tidak terbukti terlibat dalam kasus terorisme.
Artinya, Densus 88 harus berkewajiban untuk menangkap hidup-hidup terduga
teroris supaya pembuktiannya akurat. Sehingga tidak ada lagi kecurigaan
masyarakat terhadap Densus 88. (AK)R.26
![]() |
Hendropriyono dan Azam Khan SH. |
No comments:
Post a Comment