Putusannya dianggap
tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum di persidangan dan diduga adanya
kriminalisasi perkara serta pelanggaran kode etik dan perilaku hakim
Dari kiri : Hakim Hariono SH, Hakim Muhammad Razad SH MH dan Hakim Suwanto SH, dilaporkan ke KY |
PADA tanggal 26 Agustus 2014 Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Selatan telah memutuskan perkara pidana dengan hukuman 1 tahun
potong masa tahanan terhadap seorang guru bernama
Ibu Rasmono Chaya Bhuana yang dinyatakan terbukti melakukan penggelapan
terhadap uang pembelian rumah milik Michael Brumby, warga
negara Inggris, yang tinggal di Indonesia saat
ini sebagai pelajar, yang sebelumnya adalah rekan
sesama pengajar dari Ibu Guru Rasmono.
Saat putusan selesai dibacakan, sang ibu guru dengan
tegas menyatakan akan banding
terhadap putusan tersebut seraya mengatakan,”Saya akan
mencari keadilan sampai kapan pun dan di mana pun”.
Jaksa penuntut umum pun juga
menyatakan banding karena putusan majelis
hakim dianggap jauh dari tuntutannya
yakni hukuman penjara 2 tahun 6 bulan.
Atas putusan pidana majelis hakim
tersebut, melalui kuasa hukumnya yaitu Jaskur Galampa SE SH MH
dan rekan, Ibu Guru Rasmono melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.
Ibu guru Rasmono bukan saja melakukan upaya banding untuk mencari keadilan,
akan tetapi juga melaporkan majelis hakim yang
telah menjatuhi hukuman kepadanya itu ke Komisi
Yudisial (KY) Republik Indonesia di Jl Kramat Raya,
Jakarta.
Ibu Guru Rasmono Chaya Bhuana digendong suaminya saat turun dari mobil tahanan kejaksaan untuk disidangkan di PN Jakarta Selatan |
Dalam pengaduannya ke KY,
Ibu Guru Rasmono
melalui kuasa hukumnya melaporkan adanya dugaan kriminalisasi
dan pelanggaran kode etik
serta pedoman perilaku majelis
hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus
perkara pidana Ibu Guru
Rasmono. Pasalnya, fakta di persidangan menunjukkan bahwa pelapor Michael Brumby, warga
negara Inggris, tidak mengetahui dengan pasti
berapa jumlah uang yang telah ditransfernya ke Ibu
Guru Rasmono, sehingga jumlah uang yang
ditransfernya adalah jumlah yang dibuat-buat dan
diinginkan oleh jaksa penuntut umum dan diamini
begitu saja oleh majelis hakim.
Bukan hanya itu yang menjadi
dasar pengaduan Ibu Guru Rasmono ke KY. Juga
terungkap fakta hukum di persidangan bahwa yang dimaksud uang sebesar Rp 60.000.000,-
(enam puluh juta rupiah) yang dinyatakan digelapkan oleh Ibu Guru Rasmono oleh
majelis hakim dalam putusannya itu adalah uang pelapor Michel Brumby yang
dibayarkan ke Wirawan Group atas kekurangan uang pembelian
rumah Ibu Guru Rasmono. Dalam
hal ini diduga telah terjadi persekongkolan antara Michael
Brumby dengan Wirawan Group selaku pengembang Perumahan
Melati Residence, Jagakarsa, untuk memiliki
tanpa hak rumah yang dibeli oleh Ibu Guru Rasmono.
Dalam memori bandingnya, Ibu Guru
Rasmono melalui kuasa hukumnya mengajukan keberatan atas kesaksian yang
dihadirkan oleh pelapor Michael Brumby. Fakta hukum di
persidangan bahwa saksi Wirawan Wahyu Dewanto dan saksi Chyntia Andini, yang
merupakan pengembang dan marketing perumahan Melati Residence, adalah bukan
saksi yang mendengar, melihat, dan mengetahui sendiri bahwa rumah yang
disengketakan dan berada di komplek Melati Residence
tersebut adalah rumah yang dibeli oleh Michael Brumby melalui pertolongan Ibu
Guru Rasmono. Akan tetapi dalam keterangan di
persidangan bahwa saksi Wirawan dan Chintya hanya mendengar kesaksian dari
pelapor Michael Brumby saja. Kuasa hukum Ibu Guru
Rasmono menyatakan bahwa kesaksian Michael Brumby adalah kesaksian yang berdiri
sendiri dan karenanya satu saksi adalah bukan saksi (unus testis nullus testis).
Dan, kuasa hukum Ibu Guru
Rasmono juga menegaskan dalam memori banding maupun eksepsinya
dalam persidangan bahwa jika mengacu pada Undang-Undang Agraria No. 5 Tahun 1960 pasal 9 ayat (1) dengan tegas menyatakan,“Hanya Warga Negara
Indonesia yang dapat mempunyai hubungan
sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam batas-batas ketentuan pasal
1 dan pasal 2.” Dalam UU yang sama tersebut pada pasal 21 ayat (1) juga
menegaskan,“Hanya
Warga Negara Indonesia saja yang mempunyai Hak Milik atas Tanah.” Atas
pertimbangan undang-undang
tersebut bahwa perkara yang dilaporkan oleh Michael Brumby
yang merupakan warga negara Inggris
adalah perbuatan yang telah melanggar hukum. Maka pertimbangan hukum judex
factie dalam perkara ini juga melanggar/bertentangan
dengan hukum.
Menukil berita dari www.konsumenproperti.com bahwa keinginan
pemerintah untuk memberikan kesempatan pada warga negara asing (WNA) memiliki
properti di Indonesia, akhirnya kandas. Hal ini menyusul penolakan Komisi V DPR
RI terhadap pemilikan properti oleh orang asing yang tertuang dalam UU Perumahan
dan Kawasan Permukiman (Perkim) No.1 Tahun 2011.
Menurut Ketua Komisi V DPR RI,
Yasti Suprejo Mokoagow, dalam pasal 52 UU Perkim
diatur ketentuan mengenai pemilikan properti oleh orang asing. Di mana orang
asing hanya dapat menghuni atau menempati rumah dengan cara hak sewa atau
hak pakai. Ketentuan mengenai orang asing dapat menghuni atau menempati rumah
dengan cara hak sewa atau hak pakai tersebut. Itu pun harus sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang menarik, dalam kasus
ini Ibu Guru Rasmono juga mengajukan gugatan perdata
terhadap rumah yang dia beli ke PN Jakarta Selatan.
Karena rumah yang dia beli
itulah maka
Ibu Guru Rasmono dijatuhi hukuman penjara
selama 1 (satu) tahun potong masa tahanan. Sidang
gugatan perdatanya sampai berita ini dibuat masih
terus berlangsung.
Perkara gugatan rumah yang dibeli Ibu
Guru Rasmono di Melati Residence Jagakarsa
ini disidangkan oleh majelis hakim yang sama dengan sidang perkara
pidananya yang diketuai oleh Hakim Hariono SH dengan
anggota Hakim Muhammad Razad SH MH dan Hakim Suwanto SH.
Maka,
melalui kuasa hukumnya pula, Ibu Guru Rasmono mengajukan surat permohonan
penggantian majelis hakim yang menyidangkan perkara perdata
No.354/PDT.G/2014/PN.JAKSEL tersebut kepada Ketua PN Jakarta Selatan pada tanggal
11 September 2014. Alasannya sebagai berikut;
1. Pemohon adalah penggugat dalam perkara perdata
No.354/PDT.G/2014/PN.JAKSEL dan pemohon juga merupakan terdakwa dalam
perkara
pidana No.639/Pid.B/2014/PN.Jkt.Sel yang diperiksa dan diadili oleh
majelis
hakim yang sama sebagaimana tersebut di atas, di mana perkara pidana
telah
diputus pada tanggal 26 Agustus 2014 sedangkan perkara perdatanya
masih dalam
proses persidangan.
2. Bahwa dengan adanya putusan perkara pidana
No.639/Pid.B/2014/PN.Jkt.Sel
tersebut
pemohon menduga adanya kriminalisasi perkara dan pelanggaran kode
etik dan
pedoman perilaku hakim sehingga pemohon membuat laporan kepada
Komisi
Yudisial Republik Indonesia dengan No.1181/IX/2014/P tanggal 10
September
2014.
3. Bahwa dengan adanya laporan kepada Komisi Yudisial
Republik Indonesia
tersebut
maka kelanjutan pemeriksaan perkara perdata
No.354/PDT.G/2014/PN.JAKSEL
apabila masih tetap diperiksa dan diadili oleh
majelis
hakim tersebut di atas diduga akan terjadi konflik kepentingan dan
pemohon
merasa adanya ketidakadilan lagi dalam pengambilan keputusan
perkara
perdata No.354/PDT.G/2014/PN.JAKSEL dimaksud. (F.958) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment