Lokasi Pasar Anom Baru Sumenep yang mangkrak pembangunannya |
PEMBANGUNAN Pasar Anom Baru Kabupaten
Sumenep berbuntut gejolak dan terindikasi rawan pengkhianatan. Hal ini dipicu
dengan merebaknya jumlah toko, stan dan kios di lantai satu, yang selayaknya 165
buah, dengan rincian/jenis dagangan : 93 bh/pecah belah; 34 bh/elektronik; 16 bh/asesoris
atau mainan; 14 bh/sepatu dan sandal; 3 bh/buku; 3 bh/warung nasi; 2 bh/karpet
dan spon, sesuai dengan data jumlah korban kebakaran tahun
2007 yang dirilis oleh Abd Hamid SSos MSi, Kepala UPT Pasar Kota Sumenep, dan
telah dinyatakan oleh Bupati Sumenep (baca Majalah FAKTA No. 604 Edisi Juli 2014).
Namun, tidak dinyana, ternyata menjadi 249
buah, sesuai dengan denah yang diedarkan oleh pihak investor,
dengan rincian : 165 bh/para pedagang korban kebakaran 2007; 47bh/tidak diketahui; 37 bh/hak investor.
Brosur
dan jumlah lokasi pada denah yang disebarkan oleh investor PT Mitra
Abadi Sidoarjo menimbulkan ketertarikan para pedagang pasar di luar korban kebakaran
tahun 2007 untuk mendaftar dan yang diincar adalah hak investor yang lokasinya
cukup strategis sesuai dengan denah yang ada.
Menurut
Hidayat, Pengurus Paguyuban Pasar Anom lama (ini merupakan ralat, berita
pada Majalah FAKTA No.604 Edisi Juli 2014 yang tertulis Pengurus Paguyuban Pasar Anom baru), bahwa
terdapat sekitar 18 orang pendaftar dan informasinya sudah membayar uang muka
kisaran Rp 5 juta sampai dengan Rp 50 juta.
Telusuran lebih lanjut Tim Majalah FAKTA
kepada Ketua Paguyuban Pasar Anom Baru, Moh Anwar, informasi yang diterima dari
pihak investor bahwa ada sekitar 56 orang yang mendaftar namun yang
positif baru 15 orang. “Dan yang mengetahui
orang-orangnya adalah Bapak Hamid (Kepala UPT Pasar Kota),” katanya.
Tersingkap data bukti setoran pembayaran
tanda jadi via BPRS dilampiri Surat Keterangan dengan lokasi yang sangat strategis
dari Abd Hamid dan ketika dihubungi via telepon menyatakan bahwa Hamid hanya memberikan
Surat Keterangan, bukan Rekomendasi.
“Kebutuhan pembangunan areal pasar yang
permanen sangat didambakan oleh para pedagang korban kebakaran tahun 2007. Mereka
sudah tujuh tahun menempati petak-petak,
jika musim kemarau kepanasan, jika musim hujan kehujanan karena atap bocor, itu
pun dinyatakan sebagai toko penampungan sementara yang disiapkan oleh Pemda Kabupaten Sumenep.
Kami mencoba mengedarkan surat pernyataan tentang setuju/tidaksetuju terhadap harga dan
pembangunan pasar kepada pedagang korban kebakaran. Namun yang masuk cuma beberapa
orang, mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh Kepala UPT Pasar Kota dan seorang
pejabat pemda. Yang hadir cuma 30 orang,” ungkap Anwar lebih lanjut.
Sementara Dwita Andriyani, Anggota Komisi B
DPRD Kabupaten Sumenep, saat dihubungi melalui ponselnya mengatakan bahwa terjadi
pelanggaran kesepakatan mengenai fenomena Pasar Anom Baru saat ini. “Ini suatu
pengkhianatan dari kesepakatan,” tandasnya tanpa menjelaskan lebih lanjut dari
kesepakatan yang dimaksud.
Kabiro Majalah FAKTA
Madura nampak lelah lama menunggu konfirmasi dengan Bupati Sumenep |
Selanjutnya FAKTA bergegas menemui orang
nomor satu di Sumenep saat ini, Abuya Busyro Karim, di rumah dinasnya. Namun
meski oleh protokoler dinyatakan ada, sampai berjam-jam FAKTA menunggu, Bupati
Sumenep yang periodenya berakhir tahun depan ini tak bisa ditemui. Justru yang
dipersilakan masuk terlebih dulu ialah beberapa pimpinan satker yang kebetulan
menghadap bupati hari itu.
Meski dipilih oleh rakyat, tentu tak ada
jaminan merakyat. Contohnya Bupati Sumenep, Abuya Busyro Karim. Selasa (08/07)
lalu, saat Tim Majalah FAKTA mencoba menemui orang nomor satu di Sumenep saat
ini terkait konfirmasi masalah pemberitaan, hingga berjam-jam tak kunjung
dipersilakan menghadap. Padahal saat itu bulan Ramadhan, bulan puasa, tentunya
menunggu menjadi aktivitas yang super membosankan.
Tak ayal lagi, Tim Majalah Fakta (terdiri
dari RB Ainurrahman, H Amin Djakfar, dan RM Farhan Muzammily) yang saat itu
tengah menunggu di ruang tamu rumah dinas bupati hanya bisa gigit jari sebelum
akhirnya angkat kaki. Ironisnya, ketika ada tamu lain yang datang lebih akhir,
yang notabene beberapa pimpinan SKPD
malah tanpa harus menunggu langsung bisa menghadap bupati.
Tentu hal ini menjadi catatan khusus bagi
kalangan birokrasi bahwa ada pembatas yang tak kasat mata antara rakyat dengan
pemimpinnya yang hingga kini masih belum dirobohkan. Apalagi bagi kalangan
insan pers yang notabene merupakan
penyambung lidah rakyat, akses informasi yang seharusnya dipermudah masih belum
maksimal didapatkan. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment