Direktur LSM Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur |
FORUM Masyarakat Peduli
Lingkungan Bener Meriah menerima laporan dari
masyarakat soal terjadinya perambahan hutan secara masal di
kawasan hutan lindung Kabupaten Bener Meriah, Propinsi Aceh. Praktek ini
mulai berlangsung sejak 1 tahun terakhir yang diduga melibatkan oknum pejabat
daerah, pihak keamanan dan pengusaha holtikultura.
Direktur LSM Wahana Lingkungan
Hidup (Walhi) Aceh, Muhammad Nur, mengatakan, kegiatan pembalakan hutan juga terjadi
di beberapa kecamatan di Kabupaten Bener Meriah, yaitu Kecamatan Mesidah, Syiah
Utama, Pintu Rime Gayo, Gajah Putih dan Timang Gajah. Kegiatan ini disebabkan
oleh beberapa hal seperti pembukaan lahan baru dan illegal logging.
“Ada wacana investor dari Malaysia
menjalin kerja sama dengan pihak
pemerintah Bener Meriah sebagai pasar kentang dan palawija. Komitmen
inilah yang menjadi dasar pembukaan lahan secara masif ini. Luas
lahan yang rusak diperkirakan mencapai ribuan hektar meliputi Kecamatan
Permata, Bener Kelipah, Bukit dan Weh Pesam,” katanya.
Menurutnya, informasi yang
diperoleh Lsm Walhi Aceh dari pengakuan masyarakat
setempat bahwa berbagai pihak terlibat dalam kegiatan ilegal
ini, di antaranya oknum anggota DPRK Bener Meriah, oknum Dinas Kehutanan,
Camat, pihak keamanan, mantan pejabat teras KIP Bener Meriah,
aparat Gampong (Desa) dan pengusaha kayu dan pengusaha palawija
dengan mengatasnamakan koperasi.
“Apa yang terjadi selama ini
merupakan kealpaan dan pembiaran oleh
Pemerintah Kabupaten Bener Meriah serta merupakan tindakan serakah dari oknum
pejabat di Bener Meriah, Propinsi Aceh. Kami juga melihat penegakan
hukum sangat lemah dan terkesan dibiarkan sehingga kerusakan
hutan menjadi sangat parah,” paparnya.
Menurut Muhammad Nur, dalam
situasi seperti ini, pihak kepolisian dan pihak
terkait lainnya seharusnya bertindak tegas dan melakukan pencegahan sebelum kerusakan
terjadi lebih parah lagi. “Kami melihat ini merupakan tindakan kejahatan
terstruktur, sistematis dan masif, yang ikut melemahkan sekaligus mengangkangi
supremasi hukum yang berlaku,” pungkasnya.
“Masyarakat di Kecamatan Permata,
Bandar, Bener Kelipah, Bukit dan Weh
Pesam mulai resah dengan kegiatan ini, karena mereka sudah mengalami
masalah terutama dengan menurunnya debit air secara signifikan,”
jelasnya.
Muhammad Nur juga menjelaskan, di beberapa
desa, misalnya di Desa Gelampang,
Weh, Tenang Uken, Bener Pepanyi, Sepakat dan beberapa desa lainnya
sudah kehilangan sumber air. Pipa air yang dipasang ke sumber mata
air di wilayah Rebol Linung Bulen sudah tidak lagi dialiri air. “Masyarakat
juga mengkhawatirkan akan terjadi banjir bandang dan tanah longsor seperti yang
pernah terjadi di kampung Pondok Keresek (sekarang Sedie Jadi), Kampung Owak
Pondok Sayur, Burni Pase dan Kampung Seni Antara yang berbatasan dengan Aceh
Utara tahun 2006 silam,” jelas Muhammad Nur.
Hal di atas tidak mustahil terjadi
karena ribuan hektar hutan di kawasan tersebut
sudah luluh-lantak meninggalkan bongkahan kayu, jalan baru, kerusakan
ini pasti akan berakibat buruk bagi warga apabila musim penghujan
tiba. Mengingat kawasan ini merupakan kawasan tangkapan air dan
memiliki curah hujan yang tinggi. Wilayah ini juga merupakan sumber
bagi berbagai Daerah Aliran Sungai (DAS) di Aceh, seperti DAS Sungai
Kreung Peusangan dan DAS Sungai Kreung Jambo Aye, yang menjadi sumber
perairan dan air bersih bagi 7 kabupaten di Propinsi Aceh.
Kerusakan hutan lindung di
Kabupaten Bener Meriah juga akan berdampak pada kerusakan keanekaragaman hayati
seperti terputusnya koridor satwa.
Salah satunya mengganggu habitat harimau Sumatera dan gajah. Kondisi
ini juga berefek pada peningkatan suhu dan penurunan cadangan air
tanah pada dua cekungan Peudada dan Lampahan. Kehancuran hutan lindung
juga telah sampai ke kaki Burnitelong yang merupakan wilayah
gunung
berapi aktif.
Ditemukan juga penggunaan
pestisida, herbisida, fungisida berlebih yang
dapat dilihat dari menurunnya kualitas air karena tercemar oleh zat-zat
kimia tersebut. Hal ini di masa yang akan datang akan berpengaruh pada
kesehatan masyarakat, misalnya gangguan kulit akut, kanker dan penyakit
lainnya.
Muhammad
Nur juga mendesak kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri
Kehutanan, Menteri KPDT, Menteri Lingkungan Hidup, Badan Pemeriksa
Keuangan RI, DPR RI komisi IV, Kapolri,
agar melakukan penertiban
kawasan hutan lindung yang telah dirusak di Kabupaten Bener
Meriah, Propinsi Aceh.
Selain itu juga meninjau kebijakan
pemerintah daerah yang berhubungan dengan
kerusakan yang terjadi di kawasan hutan lindung di Kabupaten Bener
Meriah. Melakukan penegakan hukum dan penghentian segera praktek pembalakan
hutan lindung dan menindak semua pihak yang terlibat dalam kejahatan
lingkungan tersebut.
“Kepada jaringan masyarakat internasional,
nasional dan lokal yang memiliki
fokus dan kepedulian terhadap keberlangsungan lingkungan hidup
kami harapkan ikut menyuarakan dan terus menekan pemerintah agar segera
menyelesaikan masalah perusakan hutan lindung ini,” harap Muhammad Nur.
Ia juga menghimbau kepada
masyarakat luas, terutama masyarakat Bener Meriah, untuk ikut melakukan
pengawalan dalam rangka menyelesaikan kasus ini agar hak-hak ekonomi, sosial
budaya, dan ekologis masyarakat Bener Meriah dapat terjamin di masa yang akan datang. (F.955) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment