Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Masduki Toha |
WAKIL Ketua DPRD Kota Surabaya, Masduki Toha, Minggu (5/10),
mengatakan jika selama ini ada perbedaan pendapat yakni pernyataan pemkot meminta
agar 6.500 stan dibuka pada mulai 14 Oktober, sedangkan investor mengatakan hanya
berlaku untuk 3.800 stan. "Jadi ini hanya beda pada penafsiran kontrak
saja. Sebenarnya, antara pernyataan Pemkot Surabaya dengan investor tidak ada
masalah. Keduanya memahami bahwa kontrak serah-terima stan itu hanya untuk
3.800 stan," katanya.
Hanya
saja, lanjut dia, beberapa waktu lalu, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini,
menyatakan 14 Oktober itu semua stan harus selesai semua. "Kami harap
kejaksaan bisa secepatnya memberi keputusan atas review yang mereka lakukan
soal Pasar Turi ini. Sehingga semuanya menjadi jelas," katanya.
Menurut
Masduki, terkait penyelesaian pembangunan Pasar Turi ada banyak versi. Menurut
versi pedagang bahwa serah-terima stan harus selesai pada 14 Oktober seperti
pernyataan Walikota Surabaya beberapa waktu lalu. "Kata pedagang, kalau
tidak selesai semuanya harus buyar. Padahal kita kan tidak tahu, 14 Oktober itu
penyerahan seluruh stan atau hanya sebagian saja," katanya.
DPRD
Kota Surabaya meminta polemik dalam persoalan pembukaan stan Pasar Turi
diselesaikan oleh kedua belah pihak, yakni antara Pemkot Surabaya dengan
investor pembangunan Pasar Turi dalam hal ini PT Gala Bumi Perkasa (GBP).
Ketua
DPRD Kota Surabaya, Armuji, meminta agar pihaknya diberi fotocopy perjanjian
kerja sama antara Pemkot Surabaya dengan investor. Sebab dari sana pihaknya
dapat mengetahui secara pasti isi perjanjian yang ada. "Kalau ada
perjanjiannya, kita bisa langsung membandingkan dengan kondisi yang ada di
lapangan," ujar Armuji.
Terkait
polemik yang terjadi dalam proses pembangunannya, Armuji mengaku dirinya tidak
mau ikut campur. Meski demikian bukan berarti pihaknya akan tinggal diam. "Kita
ini kan mitra pemerintah kota, dan kita di sini juga mewakili rakyat. Makanya,
kita ikut memantau terus," katanya.
Sementara
itu, mendengar jika Walikota Surabaya memberikan peringatan keras berupa ancaman
pengambilalihan pembangunan Pasar Turi kepada PT GBP sebagai investor, kelompok
pedagang eks kebakaran yang nasibnya digantung selama beberapa tahun mendukung
sekaligus mendorong agar sikap walikota itu benar-benar dilaksanakan.
Rencana
Pemkot Surabaya mengambil alih pembangunan Pasar Turi dari PT GBP itu mendapat
dukungan penuh dari pedagang. Untuk itu pedagang meminta pemkot serius agar secepatnya
mengambil alih Pasar Turi yang pembangunannya tak kunjung tuntas tersebut.
Rosyid,
pedagang Pasar Turi, menegaskan 100 persen pedagang mendukung langkah pemkot
untuk mengambil alih Pasar Turi. Alasannya, selama ini pedagang sering
dikecewakan PT GBP selaku investor. Sebab, investor hanya bisa umbar janji,
namun kenyataannya nihil. “Dulu investor ngomongnya bulan Pebruari tuntas,
namun meleset. Dan, umbar janji lagi tuntas bulan April, lalu molor jadi awal
Ramadhan. Dan, sekarang obral janji lagi Oktober. Padahal, pembangunan Pasar
Turi sekarang ini baru sekitar 65 persen
sebagaimana keterangan mandornya. Jadi saya semakin yakin, pembangunan Pasar
Turi tak akan tuntas pertengahan Oktober ini,” beber Rosyid, Selasa (9/10).
Tidak
itu saja, selama ini pedagang kerap dimintai uang oleh investor. Di antaranya
pedagang harus membayar Rp 7 juta untuk ambil kunci, pedagang dibebani denda
karena dianggap telat bayar, pedagang harus membayar biaya strata title dan
beberapa pungutan yang tak jelas sehingga merugikan pedagang. Ironisnya, di
saat pedagang sudah habis-habisan mengeluarkan banyak uang, ternyata pembangunan Pasar Turi tak kunjung selesai.
Dengan diambilalihnya Pasar Turi oleh Pemkot Surabaya nanti, Rosyid
berkeyakinan pembangunannya akan segera tuntas. Pasalnya, anggaran pembangunannya
sudah jelas karena melalui APBD. Selain itu pemkot tidak bisa memungut uang kepada
pedagang selama tak ada landasan hukumnya.
Hal
senada diungkapkan Ketua Himpunan Pedagang Pasar Turi (HP2T), H Suhaemi. Ia
menambahkan, Pemkot Surabaya diminta untuk serius mengambil alih Pasar Turi. “Jika
memang pada 14 Oktober belum tuntas, maka pemkot harus segera merealisasikan
ancamannya. Jika memang pemkot serius seharusnya pengambilalihan Pasar Turi
dilakukan sejak awal tahun 2014.
Kenyataannya, meski investor bolak-balik melakukan tindakan wanprestasi, pemkot
tak segera memberikan denda atau hukuman. Makanya, pemkot harus membuktikan
ketegasannya untuk mengambil alih pada 14 Oktober nanti bila masih molor,”
ucapnya.
Ia
menambahkan, saat ini pembangunan Pasar Turi tak sesuai dengan jadwal. Ini bisa
dilihat di lapangan dengan masih banyaknya lantai yang belum ada stannya. Kalaupun
terbangun stan, itu hanya di lantai
lower ground dan ground. Sedangkan lantai lainnya belum. Bahkan listrik, air dan sarana prasarana lainnya
belum siap. Tentu saja, hal ini mengindikasikan sangat sulit
bagi PT GBP untuk bisa merealisasikan janjinya bahwa pada pertengahan Oktober
bisa tuntas semua. ”Kalau nanti pedagang dipaksa untuk berjualan dengan kondisi
tersebut, tentu membuat pedagang bergejolak. Sebab, percuma berjualan kalau
fasilitas pendukungnya belum tersedia,” tegasnya.
Untuk
diketahui, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, mengancam akan mengambil alih
Pasar Turi jika investor tak mampu merampungkan pembangunannya pada 14 Oktober
2014. Deadline 14 Oktober itu
berdasarkan perjanjian yang sudah ditandatangani antara pedagang dengan
investor. Dalam perjanjian ini, pada 14 Oktober, pembangunan sudah harus tuntas
dan pedagang sudah bisa berjualan.
Tri
Rismaharini mengatakan, pihaknya tidak akan memberi tolerensi pada investor
jika 14 Oktober 2014 pembangunan pasar yang menelan investasi Rp 1 triliun itu
tidak selesai. Pada 14 Oktober 2014, yang bisa masuk dan berjualan di Pasar
Turi tidak hanya pedagang lama, tapi juga pedagang baru.
“Kami
tidak akan memperpanjang perjanjian (dengan investor Pasar Turi). Saya siap
jika nanti ada gugatan dari investor ketika mereka tidak terima diambil alih
pemkot. Pengambilalihan ini tidak hanya pembangunannya, tapi juga
pengelolaannya,” ujar Bu Risma.
Risma menambahkan, pihaknya akan menggandeng
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam mengevaluasi hasil
pembangunan Pasar Turi. Sebelumnya, sudah ada audit dari BPKP yang hasilnya
meminta pada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk tidak memperpanjang kerja sama
dengan investor. Dari hasil audit BPKP juga menunjukkan ada perubahan desain
bangunan dari sebelumnya delapan menjadi sembilan lantai. Dengan perubahan
desain ini maka pihaknya juga akan mengkaji ulang besaran retribusi yang harus dibayarkan
pedagang ke investor. (F.835) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment