Slamet Untung, mantan Dirut PT Garam |
KEJAKSAAN Tinggi
(Kejati) Jatim kini
mengusut raibnya 10 ribu ton garam yang disimpan di gudang milik PT Garam.
Hasilnya, komisaris perusahaan milik negara itu ditetapkan sebagai tersangka. Dia
sempat mengembalikan uang Rp 2,1 miliar ketika jaksa mulai mengusutnya.
Pengusutan kasus tersebut berawal
dari temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) RI yang mendapati adanya penjualan 10 ribu ton
garam hasil produksi PT Garam. “Kalau
dikurskan ke rupiah senilai Rp 2,5 miliar,” kata Asisten Pidana
Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim,
Febrie Ardiansyah SH, (16/1).
Menurut dia, garam yang dijual
secara bertahap selama dua tahun, mulai 2010 hingga 2011. Modusnya, pelaku
mengambilnya dari gudang PT Garam dan mengirimkannya
kepada pembeli. Hanya saja penjualan
itu tidak dicatat dalam pembukuan PT Garam. Uang hasil
penjualannya juga tidak dimasukkan ke kas PT Garam. BPK
yang mengaudit menemukan adanya hasil produksi yang hilang tersebut. Setelah
ditelusuri, garam itu ternyata dijual kepada pihak ketiga.
Febrie menambahkan, berdasarkan
pemeriksaan, garam tersebut dijual atas perintah Direktur Utama PT Garam yang
saat itu dijabat Slamet Untung Irredenta. Slamet pun sempat menjabat sebagai Komisaris PT Garam.
“Yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka,” jelasnya.
Perintah itu disampaikan Slamet kepada
petugas gudang secara langsung. Kemudian dia mengeluarkan
sejumlah garam yang diinginkan. Selama dua tahun, tercatat 10 ribu ton garam yang dijual.
Jaksa juga menelusuri aliran uang
hasil penjualan garam tersebut. Febrie mengatakan, berdasarkan
pemeriksaan terungkap bahwa uang hasil penjualan garam itu
disamarkan dengan cara dimasukkan ke rekening koperasi PT Garam. Dari sana,
uang mengalir ke rekening pribadi.
BPK merekomendasikan agar uang hasil
penjualan garam tersebut dikembalikan ke kas PT Garam. Tapi, rekomendasi itu
tidak dilaksanakan sampai kejaksaan turun tangan mengusut kasus tersebut. “Ketika
kami menyelidiki, baru ada pengembalian Rp 2,1 miliar. Sisanya belum,”
jelasnya.
Kepala Seksi
Penyidikan Bidang Pidana
Khusus, Rohmadi SH,
menambahkan, pengembalian uang itu tidak mempengaruhi
proses hukumnya.
Sementara itu, Slamet Untung
ketika dikonfirmasi mengaku belum mengetahui bahwa dirinya ditetapkan sebagai
tersangka. Dia menyatakan siap mengikuti proses
hukum. “Siapa yang benar, siapa yang salah, belum
ketahuan. Saya ikuti proses hukumnya saja,” ucapnya.
Terkait dengan pengembalian uang Rp
2,1 miliar, Slamet mengatakan bahwa itu bukan
inisiatifnya. Melainkan keputusan bersama ketika dia masih menjabat sebagai
direktur utama. Dia bersikukuh bahwa uang hasil penjualan garam tersebut bukan
untuk kepentingan pribadi. “Tidak ada yang untuk
pribadi,” ujarnya.
Penyidikan kasus penjualan garam hasil produksi PT Garam
sebanyak 10 ribu ton itu mulai digeber pekan depan. Tim penyidik
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim mulai melayangkan surat panggilan untuk para
saksi.
Surat penggilan itu dilayangkan
sejak akhir pekan ini kepada para saksi. Kebanyakan bekerja di lingkungan PT
Garam, khususnya bagian gudang. Sesuai dengan surat panggilan yang dikirimkan,
para saksi itu akan diperiksa pekan depan.
Rohmadi
menyatakan, mereka dipanggil dan diperiksa untuk tersangka Slamet Untung
Irredenta, mantan Komisaris PT Garam.
“Pemeriksaannya bertahap karena saksinya juga banyak,” katanya.
Dalam pemeriksaan itu, penyidik merunut
kronologis hilangnya 10 ribu ton garam yang disimpan di gudang pada 2010-2011.
Hal itu dilakukan untuk memetakan siapa saja yang akan dimintai pertanggungjawaban
mengenai hilangnya garam hasil produksi perusahaan pelat merah tersebut.
Sebab, dari data awal yang didapat
kejaksaan, garam itu dijual secara bertahap kepada pihak ketiga. Namun, uang
hasil penjualannya tidak dicatat dalam pembukuan perusahaan. Kondisi tersebut
membuat PT Garam merugi sekaligus kehilangan keuntungan yang didapat dari penjualan
hasil produksi itu. (F.491) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment