Presiden Jokowi didesak untuk bersikap tegas terhadap pihak-pihak
yang berusaha melakukan pelemahan KPK
Komjen Pol Budi Gunawan (BG) |
KOALISI elemen sipil
telah membangun sebuah kekuatan baru untuk menolak
kriminalisasi terhadap Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) di Indonesia. Koalisi
masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Mafia
(GeRAM) tersebut menduga ada upaya kuat untuk melemahkan kinerja KPK
yang dilakukan oleh sebuah kekuatan tertentu secara serius, sistematis,
nyata dan masif. Tujuannya, untuk menghambat proses penegakan
hukum tindak pidana korupsi di Indonesia.
''Kami menyatakan sikap untuk menolak kriminalisasi
terhadap lembaga
KPK,'' kata Wahyu Pratama, Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Pos Meulaboh, selaku juru bicara GeRAM, saat jumpa pers di warung Endatu Kopi, Lorong Kuini, Gampong Ujong Baroh, Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat, Minggu (25/1).
KPK,'' kata Wahyu Pratama, Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Pos Meulaboh, selaku juru bicara GeRAM, saat jumpa pers di warung Endatu Kopi, Lorong Kuini, Gampong Ujong Baroh, Johan Pahlawan, Meulaboh, Aceh Barat, Minggu (25/1).
Wahyu Pratama dari LBH didampingi Koordinator
Gerakan Anti Korupsi
(GeRAK) Aceh Barat, Baharuddin Bahari, Koordinator Forum Komunikasi
Generasi Muda Aceh Barat (FK-Gemab), Oma Arianto, Koordinator Komunitas Masyarakat Barat Selatan Aceh (KMBSA), Fitriadi Lanta, Koordinator Acehnes Solidarity From Humanis (Asoh), Safrijal, dan Ketua Persatuan Islam Indonesia (PII) Meulaboh, Aidil Firmansyah.
(GeRAK) Aceh Barat, Baharuddin Bahari, Koordinator Forum Komunikasi
Generasi Muda Aceh Barat (FK-Gemab), Oma Arianto, Koordinator Komunitas Masyarakat Barat Selatan Aceh (KMBSA), Fitriadi Lanta, Koordinator Acehnes Solidarity From Humanis (Asoh), Safrijal, dan Ketua Persatuan Islam Indonesia (PII) Meulaboh, Aidil Firmansyah.
Menurut Wahyu, penangkapan Wakil Ketua
KPK, Bambang Widjojanto (BW), oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim
Polri) dengan cara yang arogan dan sewenang-wenang
merupakan bentuk
pelemahan KPK yang bertujuan untuk menghambat proses penegakan hukum
tindak pidana korupsi di Indonesia. Sebab penangkapan dan penetapan BW sebagai tersangka itu secara serta-merta akan berpengaruh pada terhambatnya
kinerja lembaga anti-rasuah itu.
pelemahan KPK yang bertujuan untuk menghambat proses penegakan hukum
tindak pidana korupsi di Indonesia. Sebab penangkapan dan penetapan BW sebagai tersangka itu secara serta-merta akan berpengaruh pada terhambatnya
kinerja lembaga anti-rasuah itu.
Katanya lagi, kriminalisasi
terhadap Pimpinan KPK ini kembali terjadi setelah
ditangkapnya Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto yang dikenal dengan istilah Cicak vs Buaya tahun 2009 lalu di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal yang sama saat itu juga terjadi pada penyidik KPK, Novel Bawesdan, yang sedang menyidik kasus simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) yang melibatkan seorang jenderal polisi.
ditangkapnya Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto yang dikenal dengan istilah Cicak vs Buaya tahun 2009 lalu di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Hal yang sama saat itu juga terjadi pada penyidik KPK, Novel Bawesdan, yang sedang menyidik kasus simulator Surat Izin Mengemudi (SIM) yang melibatkan seorang jenderal polisi.
Untuk itu, GeRAM Aceh Barat mengutuk segala tindakan
politisasi, kriminalisasi dan penangkapan
BW oleh Polri dengan arogan dan sewenang-wenang
menggunakan kekuatan politik serta memanfaatkan
lembaga penegak hukum.
Elemen
Sipil Masyarakat Aceh Barat saat jumpa pers terkait upaya pelemahan KPK, Minggu (25/1) |
GeRAM juga mendesak Presiden Joko
Widodo (Jokowi) bersikap tegas terhadap pihak-pihak
yang berusaha melakukan pelemahan KPK. Dan, presiden
diminta tidak menghentikan pimpinan KPK sebelum tim independen menetapkan BW melakukan pelanggaran.
diminta tidak menghentikan pimpinan KPK sebelum tim independen menetapkan BW melakukan pelanggaran.
Selain itu koalisi elemen sipil juga mendesak
Polri dan KPK agar proporsional dan
berkomitmen kuat dalam penegakan hukum untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat, sekaligus mengajak partisipasi
rakyat dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Heboh KPK vs Polri atau diistilahkan dengan Cicak vs
Buaya Jilid 3 yang terjadi sekarang dipicu oleh penetapan Komjen Pol Budi
Gunawan (BG) sebagai tersangka korupsi yang dibacakan Ketua KPK, Abraham Samad,
didampingi Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, pada 13 Januari 2015. "BG
menjadi tersangka kasus tipikor saat menduduki jabatan Kepala Biro Pembinaan Karir
Mabes Polri. KPK telah melakukan penyelidikan setengah tahun lebih terhadap
kasus transaksi mencurigakan yang melibatkan BG. Penetapannya sebagai tersangka
oleh KPK berdasarkan dua alat bukti," kata Abraham Samad.
Padahal 10 Januari 2015 Presiden Jokowi memilih Komjen
Pol BG sebagai calon tunggal Kapolri dan sesuai aturan diajukan kepada DPR RI
untuk mendapatkan persetujuan.
Kemudian pada 15 Januari 2015, dalam sidang paripurna,
DPR RI mengamini usulan Komisi III untuk menunda pemilihan pemimpin KPK untuk
menggantikan Busyro Muqoddas. Kursi kelima di pucuk pimpinan KPK itu akan diisi
bersamaan dengan pergantian empat pemimpin KPK yang lain pada akhir 2015
mendatang. Selain itu DPR RI juga menerima usulan Komisi III untuk menyetujui
permintaan Presiden Jokowi untuk memberhentikan Jenderal Sutarman sebagai Kapolri
dan mengangkat Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri.
Selanjutnya, pada 19 Januari 2015 Mabes Polri mengajukan
gugatan praperadilan atas penetapan tersangka Komjen Pol BG oleh KPK. Gugatan
tersebut dilayangkan oleh Divisi Hukum Polri kepada Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan.
Tanggal 21 Januari 2015, kuasa hukum BG, Egi Sudjana
SH, melaporkan pimpinan KPK ke Kejaksaan Agung lantaran dinilai menyalahi
prosedur saat menetapkan kliennya (BG) sebagai tersangka. Surat penetapan KPK
dikatakannya cuma ditandatangani oleh empat pemimpin, dari yang seharusnya lima
pemimpin.
Lalu pada 22 Januari 2015 Pimpinan KPK lagi-lagi
dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri oleh kuasa hukum BG, Eggi
Sudjana SH. Lembaga antirasuah itu dituding membocorkan rahasia negara berupa
laporan penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK )
terhadap rekening BG dan keluarganya. Egi Sudjana Cs juga mengajukan tuduhan
pencemaran nama baik.
Pada saat yang bersamaan Pelaksana Tugas (PLT) Sekretaris
Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, melancarkan tudingan lain ke arah
Abraham Samad. Pemimpin KPK itu, menurut pengakuannya, menaruh dendam pribadi
kepada BG. Kata Kristiyanto, karena upaya Samad menjadi calon wakil presiden
diganjal oleh BG.
Terus pada 23 Januari 2015 Badan Reserse Kriminal
Mabes Polri mengirimkan selusin pasukan bersenjata lengkap buat menangkap Wakil
Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Bambang diborgol sesaat setelah mengantarkan
anaknya ke sekolah. Penangkapan itu didasarkan pada pengaduan bekas anggota
legislatif dari Fraksi PDI-P, Sugianto Sabran, dengan tudingan mendalangi kesaksian
palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, 2010 silam.
"Terlapor (BW) diduga memberikan keterangan palsu
di bawah sumpah," ujar Rikwanto dari Divisi Humas Mabes Polri. Bambang
dijerat pasal 242 jo pasal 55 KUHP karena menyuruh memberikan keterangan palsu
dalam pengadilan. Dia terancam hukuman pidana 7 tahun penjara.
Pada hari yang sama Presiden Jokowi menyatakan tidak
akan mencampuri perseteruan dua lembaga penegak hukum itu. Setelah menerima
pimpinan Polri dan KPK, Istana Negara cuma mengimbau kedua lembaga itu agar
bersikap obyektif.
Pada 24 Januari 2015 giliran Wakil Ketua KPK lainnya,
Adnan Pandu Praja, diadukan ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri atas dugaan
pemalsuan surat notaris dan penghilangan saham PT Desy Timber.
Tanggal 25 Januari 2015 Presiden Jokowi membentuk tim
tujuh buat mengurai kericuhan antara Polri dan KPK. Tim tersebut beranggotakan
bekas Wakapolri, Oegroseno, Jimmly Asshidique, mantan Ketua Umum Muhammadiyah,
Ahmad Syafii Maarif, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia,
Hikmahanto Juwana, dan mantan Wakil Ketua KPK, Erry Riyana Hardjapamekas.
Pada 26 Januari 2015 gilirian Wakil Ketua KPK lainnya
lagi, Zulkarnaen, yang diadukan ke kepolisian. Ia dijerat dugaan korupsi dana
hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur pada
2008.
Yang jelas, hingga berita ini dibuat, Presiden Jokowi
belum melantik Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri dan juga belum
menggantinya dengan calon Kapolri yang lain. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment