Eks Lokalisasi
Dolly Jadi Kampung Wisata Mural
SETELAH tak lagi berfungsi sebagai kawasan prostitusi, Putat
Jaya kini mendeklarasikan diri sebagai kampung wisata. Peresmian Kampung Wisata
Mural oleh Walikota Tri Rismaharini pada Minggu (21/2) merupakan langkah awal
dari sekian konsep wisata yang bakal diterapkan di wilayah tersebut.
Sekian tahun
lalu, Wisma Barbara di lokalisasi Dolly sangat kental nuansa prostitusi.
Bangunan enam lantai itu merupakan salah satu wisma paling terkenal di wilayah
Dolly. Para pria ‘hidung belang’ keluar-masuk diiringi dentuman house music. Sekarang, kondisi sudah
jauh berbeda. Sejak dibeli pemkot, Wisma Barbara kini difungsikan sebagai
markas usaha kecil menengah (UKM) yang memproduksi sepatu. Di sampingnya
terdapat broadband learning center
(BLC) sebagai sarana pelatihan komputer bagi warga sekitar. Selain itu, tempat
tersebut juga dijadikan lokasi display
hasil kerajinan batik.
Pada bagian
luar, tembok samping bangunan tersebut dimanfaatkan untuk mural. Deretan gambar
interaktif tersaji apik dengan sentuhan warna beraneka ragam. Saat meresmikan
kampung mural, Bu Risma – sapaan Tri Rismaharini - diberi kesempatan menuliskan
sebuah kalimat. Walikota yang terpilih memimpin Surabaya dua periode ini
akhirnya menuliskan “Kampung Wisata Penuh Cerita” disertai tanda tangan pada
bagian akhir.
Perubahan
positif eks lokalisasi Dolly menjadi lebih kreatif tak lepas dari peran
komunitas anak muda, antara lain Gerakan Melukis Harapan (GMH) dan Surabaya
Creative Network (SCN). Ketua GMH, Dalu Nuzul Qirom, mengatakan, GMH merupakan
organisasi yang beranggotakan 100-an relawan dari berbagai kampus yang peduli
terhadap perubahan kawasan eks lokalisasi.
Dia
melanjutkan, gerakan ini dimulai bahkan sebelum penutupan lokalisasi
Dolly-Jarak. Saat itu, GMH menganggap kelompok pro maupun kontra penutupan
sama-sama benar dengan argumennya masing-masing. Namun, GMH beranggapan
kelompok yang kontra lebih banyak berbicara sesuatu yang belum terjadi.
“Misalnya, nanti kalau lokalisasi ditutup akan inilah, akan itulah dan lain
sebagainya. Padahal semua itu belum tentu terjadi,” ujar Dalu.
Akhirnya, GMH
memutuskan mendukung alih fungsi lokalisasi Dolly dan Jarak. “Saat ini kita
bisa membuktikan bahwa kawasan ini bisa berdaya dari segi UKM dan
kreativitasnya. Ini bagian dari revolusi mental yang selama ini digadang-gadang
oleh pemerintah RI,” imbuhnya.
Terkait seni
mural, Wiryadi Dharmawan, salah seorang anggota SCN, menuturkan, mural yang
diterapkan di kawasan Putat Jaya sengaja dipilih yang bersifat interaktif. Hal
ini bertujuan agar ruang yang dipakai mural bisa dimanfaatkan warga maupun
pengunjung untuk ber-selfie ria.
Pria yang
akrab disapa Cak Wo ini mengungkapkan, ke depan mural tidak hanya digambar pada
tembok bangunan, tetapi juga di jalan-jalan perkampungan. “Fungsinya nanti
lebih ke edukatif. Ada pula yang serupa dengan polisi tidur namun kita konsep
berbeda seperti seolah-olah jalan itu penuh lobang. Tujuannya untuk
meningkatkan kehati-hatian pengendara motor yang melintas,” urai Wiryadi.
Bu Risma
menyambut baik konsep mural ini. Bahkan dia bersedia dikritik melalui salah
satu percabangan seni gambar itu. Namun, dia berpesan dalam menyampaikan
pendapatnya, penggambar mural harus tetap memperhatikan norma-norma dan
kesopanan. “Saya bukan tidak suka sama mural, tapi mural itu harus pada
tempatnya. Agar mural bisa menyampaikan pesan positif, jangan sampai ada
kata-kata kotor di dalamnya. Sebab, itu akan dilihat oleh anak-anak yang
tinggal di sekitar sini,” paparnya.
Selain itu, Bu
Risma berharap seni mural juga dapat dikembangkan ke arah pelatihan lukis
kanvas dan lukis via komputer. Hasil seni gambar yang menggunakan teknologi
komputer dapat diupload dan dinikmati secara global. (Rilis) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment